M Nazaruddin
M Nazaruddin
Langkah kepolisian ini diÂamini Direktur III Tindak Pidana Korupsi (Dir III-Tipikor) BaresÂkrim Brigjen Noer Ali. Saat diÂkonÂfirmasi, dia menyatakan, piÂhaknya masih mendalami keÂteÂraÂngan saksi-saksi. Saksi-saksi itu berasal dari sejumlah perusahaan yang terlibat dalam tender proyek.
Dia menandaskan, rangkaian pemeriksaan dilaksanakan secara hati-hati. Oleh sebab itu, ia belum mau buru-buru menyebut idenÂtitas perusahaan berikut nama-nama saksi. “Kita masih dalami. KeÂsaksian dari perusahaan-peÂruÂsahaan itu penting guna memÂbantu pengungkapan kasus ini,†tuturnya akhir pekan lalu.
Bekas Inspektorat Pengawasan Polda (Irwasda) Polda Metro Jaya ini pun menolak menjelaskan, dugaan kerjasama 35 perusahaan atau vendor yang dimaksud. Yang pasti, dugaan keterkaitan venÂdor-vendor tersebut dengan PT AN menjadi fokus penyelidikan.
Lebih jauh, Kepala Biro PeneÂraÂÂngan Masyarakat (KaroÂpenÂmas) Polri Brigjen Boy Rafli Amar mengemukakan, penaÂngaÂnan kasus dugaan korupsi proyek vaksin flu burung atau pengadaan alkes Kemenkes 2008-2010 diinÂtensifkan kepolisian. Hal itu diÂtuÂjukan agar kasus ini cepat tuntas.
Dia menggarisbawahi, penyiÂdik kepolisian sangat hati-hati daÂlam menentukan atau meneÂtapkan status tersangka pada proÂyek ini. “Semua materi meÂnyangÂkut perkara perlu dipelajari secaÂra cermat dan seksama.†Karena itu, tak tertutup kemÂungkinan baÂgi kepolisian untuk kembali meÂneÂtapkan status tersangka kasus ini.
Boy menampik anggapan, berlarutnya pengusutan skandal alkes-Kemenkes tersebut dilatari intervensi pihak tertentu. Dia meÂmastikan, penyidik meÂngÂeÂdeÂpanÂkan azas independensi dalam meÂlaksanakan tugas dan kewaÂjiÂbannya. Jadi lanjutnya, tidak ada iÂntervensi-intervensi seperti asumÂsi yang berkembang selama ini.
Dia mengatakan, fokus penguÂsutan perkara dilakukan dengan mengkroscek keterangan terÂsangÂka berinisial TPS, saksi-saksi, doÂkumen dan bukti-bukti lainÂnya. Tak urung, sedikitnya sudah 50 saksi yang dimintai keÂteÂraÂngan. Saksi-saksi itu berasal dari perusahaan peserta tender proyek alkes 2008-2010, pihak KÂeÂmenÂkes dan saksi ahli.
Boy menginformasikan, saksi-saksi dari luar Kemenkes berasal dari 35 vendor atau perusahaan yang diidentifikasi terkait dengan PT AN. Vendor-vendor itu diduga membantu PT AN memenangkan tender dan menggarap proyek.
Rencananya, seusai pemÂeÂrikÂsaan vendor-vendor itu, penyidik akan mendalami keterkaitan terÂsangka TPS selaku pejabat pemÂbuat komitmen (PPK) proyek ini dengan panitya lelang. “PrÂoÂsesÂnya dilakukan bertahap,†ucapnya.
Disampaikan, kasus dugaan koÂrupsi pengadaan peralatan pemÂbangunan fasilitas produksi riset dan alih teknologi produksi vaksin flu burung di Direktorat JenÂderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan KeÂmenÂkes RI 2008-2010 diidenÂtiÂfiÂkasi berdasarkan audit BPK. Hasil audit proyek tersebut menÂduga adanya penyimpangan angÂgaran hingga Rp 300 miliar.
“Sejauh ini masih kita selidiki berapa nominal kerugian negaÂraÂnya,†imbuhnya. Dia juga tak meÂnepis anggapan bahwa penyidik sudah mendatangi dua lokasi proÂduksi vaksin flu burung di wiÂlaÂyah Bandung dan Bogor, Jabar. SeÂrta, satu lokasi penelitian di Unair, Surabaya, Jatim.
Menurut Boy, proyek ini berÂsifat multiyears. Apabila diÂkalÂkuÂlasi, nominal anggarannya menÂcapai Rp 718,8 miliar. Sebelum meÂnetapkan status tersangka pada TPS, kata dia, penyidik teÂlah memeriksa 15 saksi panitia penÂgadaan barang dan jasa, 15 orang panitia penerima barang, 11 orang dari tim teknis penerima barang dari PT Biofarma dan UniÂversitas Airlangga, serta tiga orang rekanan.
Selain memeriksa saksi-saksi tersebut, penyidik juga telah meÂnyita peralatan produksi vaksin flu burung dan uang senilai Rp 224 juta dan 31.200 dolar AmeÂriÂka dari tangan tersangka.
REKA ULANG
Nama Bekas Menkes Diseret-seret
Perkara lain terkait proyek peÂngadaan vaksin flu burung di KeÂmekes juga terjadi pada tahun anggaran 2006. Untuk kasus tersebut, sederet nama dijadikan tersangka oleh kepolisian dan KPK, serta disidangkan di PengaÂdilan Tipikor.
Nama-nama orang yang terÂseÂret kasus vaksi flu burung di KeÂmenkes, antara lain, bekas SekÂreÂtaris Menteri Koordinator KeÂseÂjahteraan Rakyat (Ses-MenÂkoÂkesra) Sutedjo Yuwono. Akibat tuÂduhan korupsi yang dilaÂkuÂkanÂnya, dia divonis bersalah oleh maÂjelis hakim Pengadilan Tipikor.
Dia diduga terlibat korupsi peÂngadaan alkes penanganan vaksin wabah flu burung tahun 2006. Lalu, terdapat pula nama bekas KeÂpala Pusat Penanggulangan MaÂsalah Kesehatan Kemenkes Mulya Hasjmy serta Ratna Dewi Umar, bekas Direktur Bina PelaÂyanan Medik Kemenkes yang kesrimpet perkara korupsi alkes.
Ratna Dewi Umar dituduh meÂlanggar pasal 2 ayat 1 dan 3 UnÂdang-undang Pemberantasan TinÂdak Pidana Korupsi. Modus pengÂgelembungan harga pemÂbeÂlian alat kesehatan hingga 200 persen yang dilakukannya, didÂuÂga mengakibatkan kerugian neÂgaÂra hingga Rp 32 miliar.
Namun lagi-lagi, dari keteraÂngan para terdakwa dalam persiÂdaÂngan, mereka menyebut adaÂnya keterlibatan bekas Menkes Siti Fadilah Supari. Untuk mengÂklarifikasi hal itu, KPK pun semÂpat memeriksa Siti.
KPK meÂnganggap keterangan Ratna Dewi Umar yang menyeÂbut sebagai kuasa pengguna anggaran dan peÂjabat pembuat komitmen dalam pengadaan alat kesehatan dan perbekalan hanya menjaÂlankan peÂrintah Siti FaÂdilah, perlu diklaÂriÂfikasi keÂbeÂnarannya.
Belakangan, nama Siti Fadilah juga kembali diseret-seret oleh beÂkas anak buahnya, Rustam SyaÂrifuddin Pakaya. Pada persiÂdaÂngan di Pengadilan Tipikor, terÂdakwa bekas Kepala Pusat PeÂnanggulangan Krisis Departemen Kesehatan ini menyebut Siti meÂneÂrima aliran dana proyek alat-alat kesehatan untuk Pusat PeÂnanggulangan Krisis Departemen Kesehatan.
Alhasil, Siti dipanggil untuk menÂjadi saksi di persidangan. NaÂmun dalam kesaksiannya di PeÂngaÂdilan Tipikor, Selasa (9/10), Siti membantah menerima aliran dana proyek berupa cek perjaÂlaÂnan senilai Rp 1,27 miliar. Dia bahÂkan mengaku tidak pernah diÂlapori soal proyek alkes tersebut oleh Rustam Syarifuddin Pakaya.
Menurut Siti, proyek pengaÂdaÂan Alkes itu tidak perlu melaluÂi perÂsetujuan dirinya selaku MenÂkes karena nilai proyek di bawah Rp 50 miliar. Siti juga meÂmÂbanÂtah memberikan sejumlah cek perÂjalanan Bank Mandiri kepada adiknya, Rosdiah Endang. MesÂkiÂpun demikian, Siti mengaku memercayakan Rosdiah untuk mengelola keuangannya.
Rosdiah, menurutnya, meÂngurus keuangan yang berÂhuÂbuÂngan dengan kebutuhan seÂhari-hari Siti. “Saya sebagai menÂteri tÂiÂdak mau diganggu urusan-uruÂsan bayar satpam, listrik,†ucap Siti.
Hanya saja, uangnya yang diÂkelola Rosdiah itu tidak ada yang berasal dari proyek alkes di keÂmenteriannya. Siti menyebut kaÂlau uang yang diberikannya keÂpada Rosdiah berasal dari gaji dan tabungan pribadi.
Sampaikan, Apa Kendala Penyelidikan
Syarifuddin Suding, Anggota Komisi III DPR
Politisi Partai Hanura SyaÂriÂfuddin Suding meminta, keÂpoÂlisian lebih transparan dalam meÂngusut skandal korupsi alat kesehatan (alkes) di Kemenkes. Hal ini dilakukan mengingat, masih lambannya penanganan kasus korupsi tersebut.
“Diperlukan transparansi atau keterbukaan dari kepoÂliÂsian,†katanya. Dia menyaÂtaÂkan, idealÂnya kendala-kendala dan hamÂbatan dalam penguÂsuÂtan kasus ini dikemukakan atau disamÂpaikan kepada maÂsyarakat.
Dengan begitu, nantinya diÂhaÂrapkan tidak muncul lagi adanya asumsi-asumsi miring atau adanya tekanan dari pihak luar. Dia menyadari, penguÂsuÂtan kasus dugaan korupsi perlu ketelitian tinggi.
Masalahnya, kasus ini meliÂbatÂkan banyak pihak. KareÂnaÂnya, dokumen dan saksi-saksi peÂndukung yang valid sangat diperlukan. Di luar itu, dia juga mengakui proyek alkes KeÂmenÂkes, sangat rentan manipulatif. Kondisi ini tentunya memaksa penyidik untuk berhati-hati daÂlam menentukan langkah peÂnyelidikan dan penyidikan.
“Dugaan manipulasi dan koÂrupsi proyek alkes itu sangat baÂnyak. Dari tahun ke tahun, seÂlalu dicurigai bermasalah,†tuÂturÂnya. Dari anggapannya itu, dia berharap penyidik profeÂsioÂnal dan proporsional dalam meÂnangani perkara ini.
;angan sampai pesan dia, pengusutan perkara ini justru mÂeÂrugikan pihak lain, seperti beÂkas Menkes Siti Fadilah SuÂpari. Dia menekankan, peÂrÂnyÂaÂtaÂan-pernyataan seputar adanya keterlibatan bekas Menkes, idealÂnya ditelusuri secara maksimal.
Oleh karenanya, dia meminÂta, semua pihak melihat perÂsoaÂlan secara jernih. Caranya, seÂnanÂtiasa mengedepankan prinÂsip praduga tak bersalah. “Ini penting dan vital dikedepankan. Jangan sampai menyeret keterÂlibatan seseorang tanpa bukti. Hanya berdasarkan asumsi atau keterangan semata.â€
Hal terÂseÂbut, dikhawatirkan jusÂtru akan menimbulkan fitnah dan penÂcemaran nama baik seÂseorang.
Agar Status Hukum Jadi Lebih Jelas
Hifdzil Alim, Peneliti Pukat UGM
Aktivis Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) UGM Hifdzil Alim mendesak kepolisian memÂpertegas sikap. Hal itu terÂkait dengan penetapan status hukum pada bekas Menkes Siti Fadilah Supari.
Dia menilai, sikap kepolisian yang kurang tegas ini memÂberikan efek kurang baik. “Bisa mengganggu kredibilitas meÂreka sebagai penegak hukum,†katanya.
Disampaikan, penulisan staÂtus tersangka dalam surat pemÂberitahuan dimulainya penyiÂdiÂkan (SPDP) dari kepolisian ke kejaksaan, hendaknya menjadi pedoman. Karena mau tidak mau, hal itu menunjukkan koÂmitÂmen atau kesungguhan kepoÂlisian menindaklanjuti perkara.
“Bukannya sudah jelas,†singÂgungnya merujuk SPDP. LeÂbih jauh, dia juga menyoroti langkah kepolisian yang lamÂban mengusut kasus dugaan koÂrupsi proyek alkes 2008-2010.
Menurut dia, penanganan perÂkara yang tidak proporÂsioÂnal, seringkali membuat peÂrÂsoaÂlan menjadi bias. Atau bahkan hilang lantaran masuk peti es. Ia mempertanyakan, kenapa pada kasus korupsi alkes, peÂnyidik baru bisa menyentuh peÂjabat pembuat komitmen.
Padahal, diaebutkan bahwa audit BPK soal proyek ini sudah ada. Dia meyakini, audit terÂseÂbut bisa menjadi acuan keÂpoÂliÂsian dalam menyelesaikan perÂsoalan. Jadi idealnya, keÂpoÂliÂsiÂan sudah mengantongi materi yang bisa dipakai sebagai bukti untuk menjerat pihak lain.
Tentunya, pihak lain yang haÂrus diungkap keterlibatanÂnya adaÂlah pihak yang meÂnemÂpati poÂsisi di atas tersangÂka yang suÂdah ada. “Bukan haÂnya meÂninÂdak pejabat kelas baÂwah saja.†[Harian Rakyat Merdeka]
Populer
Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16
Senin, 22 Desember 2025 | 17:57
Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33
Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07
Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10
Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37
Rabu, 24 Desember 2025 | 14:13
UPDATE
Jumat, 26 Desember 2025 | 12:12
Jumat, 26 Desember 2025 | 12:05
Jumat, 26 Desember 2025 | 11:56
Jumat, 26 Desember 2025 | 11:54
Jumat, 26 Desember 2025 | 11:48
Jumat, 26 Desember 2025 | 11:15
Jumat, 26 Desember 2025 | 11:00
Jumat, 26 Desember 2025 | 10:49
Jumat, 26 Desember 2025 | 10:35
Jumat, 26 Desember 2025 | 10:30