Kereta yang melalui jalur ini masih dibatasi. Pasalnya satu rel yang masih utuh dipakai untuk kereta dari dua arah: Bogor dan Jakarta. Untuk pagi hari, jalur ini hanya dilewati kereta dari Bogor arah Jakarta. Sore, kereta dari Jakarta arah Bogor.
Sejak jalur ini dibuka, setiap pagi ada 12 rangkaian kereta yang diberangkatkan dari Stasiun Bogor. Terdiri dari sembilan rangÂÂkaian commuter line. SisaÂnya KRL ekonomi. Kereta ini untuk mengangkut masyarakat yang hendak berangkat kerja ke Jakarta.
Kereta dari Bogor arah Jakarta diberangkatkan mulai dari pukul 04.22 sampai 08.30 WIB. Sore hari giliran kereta dari arah JaÂkarta menuju Bogor yang melalui jalur yang longsor. Mulai dari jam 5 sore sampai 9 malam.
“Jeda waktu antara pukul 08.30 dan pukul lima sore diÂmanfaatkan para pekerja untuk kembali memÂperbaiki sarana dan prasarana yang rusak di sekitar longsoran,†kata Mateta RizaÂlullhaq, Kepala Humas PT KAI Daops I.
Rabu, 21 November 2012, rel yang berada di Desa Cilebut TiÂmur, Kecamatan Sukaraja, Bogor, longsor. Jalur yang longsor seÂpanjang 200 meter. Peristiwa ini diduga karena Kali Baru yang beÂrada dekat rel meluap. Air meÂngikis tanah di sekitar rel.
Longsor tak hanya membuat satu rel tak bisa dilalui, tapi juga menyebabkan 14 rumah rusak toÂtal. Delapan lainnya rusak berat. Ada enam rumah yang posisinya kritis. Sewaktu-waktu bisa roboh. Luapan Kali Baru juga mengÂgenangi pemukiman warga di RT 03 RW 11 Dusun Babakan Sirna, Cilebut Timur.
Lantaran jalur yang longsor masih dalam perbaikan, kecÂeÂpatan kereta yang melintas tak boleh lebih dari 5 kilometer/jam. Rangkaian kereta yang melintasi jalur ini juga tak boleh diisi lebih dari 1.200 orang.
Jumat sore lalu, Rakyat MerÂdeka berkunjung ke lokasi longÂsor. Rencananya, kereta yang berangkat dari Jakarta pukul lima sore akan melintasi jalur ini.
Di lokasi longsor, satu rel yang maÂsih utuh sudah dibersihkan dari timbunan tanah. Posisi rel seÂdikit terangkat. Di sebelahnya, jalur yang longsor. Sebelum longÂsor, jalur ini dilalui kereta dari JaÂkarta menuju Bogor. Jalur ini seÂdang ditimbun dengan tanah.
Karung berisi batu-batu diÂtumÂpuk persis di pinggiran rel yang utuh. Di sebelah karung-karung itu sedang dibangun saluran air deÂngan beton cetak.
Di lokasi longsor terlihat mesin backhoe yang biasa digunakan unÂtuk mengeruk maupun meminÂdahÂkan tanah. Mesin raksasa itu tak dioperasikan. Puluhan bantaÂlan rel dari beton digeletakkan tak jauh dari situ. Beton cetak untuk saÂluran air juga terlihat diletakÂkan di pinggir rel.
Saat Rakyat Merdeka ke sini, tak terlihat satu pun pekerja yang melakukan perbaikan. Hujan yang turun deras membuat para pekerja menghentikan aktivitas. Mereka pun mencari tempat berteduh.
Ujang, seorang pekerja, memiÂlih berteduh di warung yang beÂrada persis berada di pinggir rel. Bersama ketiga temannya, pria berkulit hitam itu asyik meÂngobÂrol sambil ditemani secÂangÂkir kopi panas.
Tidak kerja? “Kalau hujan beÂgini, perbaikan dihentikan. LaÂgiÂpula, sekarang ini sebenarnya jadÂwal kami untuk istirahat. Karena sore hari ada jadwal kereta dari JaÂkarta yang akan melintas,†kaÂtaÂnya sambil menghisap guluÂngan tembakau.
Hingga pukul setengah tujuh malam, tak ada satu pun kereta dari Jakarta yang lewat. Bila meÂngacu jadwal yang dibuat PT KAI, harusnya sudah dua sampai tiga yang melintas.
“Kalau hujan, kereta memang tidak boleh melintas. Khawatir nanti malah membahayakan. MakÂlum, rel masih dalam proses uji coba,†terang Ujang.
“Kamis sore juga begitu. KaÂrena hujan deras, tidak ada kereta melintas. Kereta baru lewat jalur ini sekitar jam 9 malam. Itu pun seÂtelah hujan lama berhenti,†tambahnya.
Rakyat Merdeka lalu berbalik arah ke Stasiun Bojonggede yang jaraknya sekitar 1 km dari lokasi longsor. Jalan dari lokasi longsor ke arah Stasiun Bojonggede maupun Bogor macet parah. Pusat kemacetan di depan Stasiun Bojonggede.
Setiap ada kereta yang baru datang dari Jakarta, kemacetan panjang terjadi. Tidak hanya dari Stasiun Bojonggede menuju Cilebut. Juga arah sebaliknya.
Kereta commuter line AC dari arah Jakarta Kota terlihat meÂmaÂsuki stasiun ini. Seorang petugas segera menyampaikan informasi melalui pengeras suara bahwa kereta dari Jakarta Kota hanya sampai Stasiun BojongÂgede. TiÂdak sampai ke Bogor.
Sebelum sampai ke Stasiun Bogor, kereta masih melalui satu stasiun lagi: Cilebut. Jalur yang longsor terletak di antara Stasiun Bojonggede dan Cilebut. LantaÂran hanya sampai Stasiun BoÂjongÂgede, commuter line itu tak melalui jalur longsor. Setelah meÂnurunkan penumpang di stasiun ini, kereta balik ke arah Jakarta.
“Kepada para penumpang yang akan menuju Stasiun Cilebut hingga Bogor menghentikan perÂjalanannya di stasiun ini. Karena hujan, jalur belum bisa dilewati. Harap maklum,†bunyi pemÂberitahuan yang disampaikan berÂulang-ulang.
Perjalanan Kereta Dikurangi, Penjualan Tiket Dibatasi
PT KAI membatasi penumpang kereta yang melalui jalur longsor. Setiap rangkaian kereta maksimal mengangkut 1.200 penumpang. Penjualan tiket pun diperketat. SeÂtiap penumpang hanya memÂbeli satu tiket.
Corporate Communication PT KAI Commuter Jabodetabek, Gini Aristi Hardono mengatakan, jadwal KRL yang akan berangkat dan menuju Stasiun Bogor dan sebaliknya belum normal sejak rel di Cilebut longsor.
Karena baru satu jalur rel yang bisa dilalui, maka perjalaÂnan keÂreta masih terbatas. SeÂtiap hari haÂnya ada 12 perjaÂlaÂnan di pagi hari. Sore juga haÂnya 12 perjalanan.
Perjalanan pagi untuk kereta dari Bogor menuju Jakarta. SeÂmentara sore perjalanan kereta dari Jakarta menuju Bogor. “DeÂngan keberangkatan KRL yang terbatas maka penjualan tiket dibatasi sesuai dengan kapasitas yang tersedia,†kata Gini.
Untuk penjualan tiket, kata dia, setiap stasiun dibatasi kuotanya. Di Stasiun Bogor, tiket commuter line yang dijual tidak lebih 9 ribu lembar. Sedangkan untuk ekÂoÂnomi lebih sedikit, yakni hanya sekitar 3.400 tiket.
Penjualan tiket di Stasiun CiÂleÂbut juga dibatasi. Untuk comÂmuÂter line, di stasiun ini hanya menÂjual 4 ribu tiket. Sedangkan tiÂket KRL Ekonomi 1.400 lembar.
“Penumpang diimbau untuk tidak memaksakan diri melakuÂkan perjalanan dengan KRL kaÂreÂna keterbatasan kapasitas angÂkut. Bagi penumpang yang tidak mendapatkan tiket agar mengÂgunakan moda transportasi lain,†imbuh Gini.
Gini juga menegaskan, PT KAI dan PT KAI Commuter JabÂoÂdeÂtaÂbek tidak menyediakan moda transportasi gratis untuk meÂngangÂkut calon penumpang yang tidak mendapatkan tiket.
“PT KAI dan PT KAI ComÂmuter Jabodetabek menguÂcapkan permohonan maaf yang sebesar-besarnya bagi seluruh pengguna jasa KRL karena kenyamanan perjalanan terganggu akibat perÂbaikan rel yang terkena dampak peÂristiwa alam longsor pada Rabu, 21 November 2012,†tutup Gini.
Mateta Rizalulhaq, Kepala Humas PT KAI Daops I meÂngaÂtakan, pembatasan itu dilakukan karena tanah di bekas lokasi longsor masih labil. Pihaknya maÂsih dalam proses normalisasi jalur II.
“Selama proses perbaikan dan kondisi jalur Cilebut-Bojonggede ini belum stabil, ,†ujarnya.
Selain menimbun lokasi longÂsor dengan tanah, PT KAI juga menggeser rel yang utuh sejauh 40 cm ke barat. Penggeseran diÂlakukan sepanjang 150 meter, di kawasan yang berkontur curam hingga ke dataran di antara perÂmukiman penduduk.
Tak hanya itu memperbaiki rel yang longsor, PT KAI juga memÂbuat drainase di sekitar rel. DraiÂnase ini untuk mengalirkan air jika rel tergenang. “Setelah draiÂnaÂse ini, kita akan memulai kemÂbali penimbunan tanah, peletakan rel, dan pengaktifan listrik aliran atas,†terangnya.
“Hujan, Macet, Angkotnya Selalu Penuh Terus...â€
Lia, penumpang kereta comÂmuter Line kecewa tidak bisa meÂneruskan perjalanannya samÂpai Stasiun Bogor. Dengan wajah kesal dia menyusuri peÂron menuju pintu keluar Stasiun Bojonggede.
“Dari stasiun ini ke Bogor itu masih jauh banget. Udah mana hujan lagi, pasti macet dan lama banget kalau naik angÂkot,†jelas wanita yang meÂngaÂku bekerja di kawasan ThamÂrin, Jakarta Pusat ini.
Walaupun menggerutu, Lia bisa memaklumi bila perjalanan kereta hanya sampai di Stasiun Bojonggede. Kata dia, daripada terjadi kecelakaan, lebih baik menggunakan angkot yang waktu tempuhnya lebih lama.
“Nanti kalau dipaksain kereta malah anjlok lagi. Di tempat longsor itu kan terlihat tanahnya masih labil. Nggak bisa ngebaÂyangin, pas lewat di lokasi longÂsor kereta malah anjlok,†kata wanita berkulit putih ini.
Endah, warga Pasar Anyar, BoÂgor, berkomentar sama. MesÂÂkipun jalur Bogor-BojongÂgede sudah dibuka, dia sempat khaÂwatir ketika yang ditÂumÂpaÂngiÂnya melintas di jalur yang longsor.
“Pagi saya naik kereta dari Stasiun Cilebut menuju Jakarta. Saat kereta lewat lokasi longsor, jantung saya kayak berhenti. PeÂnumpang lain juga pada tegang seperti saya,†katanya sambil tertawa.
Mendekati jalur longsor, keÂreta yang harus mengurangi keÂceÂpatannya. Kereta pun berjalan super pelan. Kecepatannya tak boleh dari 5 km/jam.
“Memang kereta jalannya lambat banget. Tapi karena lamÂbat itu, saya justru jadi takut. Penumpang bisa lihat ke lokasi longsor yang dalam banget. Jadi aneh-aneh saja pikiran saya saat melintas,†kata Endah.
Ia Âmeminta PT KAI sebaikÂnya memperbaiki rel sampai seperti semula sebelum memÂbukanya untuk dilalui kereta. “Saya pikir, karena alasan longÂsor, penumpang masih bisa teÂrima. Siapa juga yang mau berÂtaruh nyawa dengan nekat lewat situ,†ujarnya.
Lantaran kereta hanya sampai Stasiun Bojonggede, penumÂpang yang hendak ke Bogor haÂrus naik angkot. Endah meÂminta PT KAI memfasilitas penumpang yang hendak meÂlanÂjutkan perjalanan.
“Di sini (Bojonggede) sudah macet, angkot juga penuh terus. Ya, diatur lah biar penumpang tiÂdak terlalu jadi korban,†kata waÂnita berkerudung ini.
Korban Longsor Ogah Tinggal Dikontrakkan
Penduduk yang tinggal deÂkat rel yang longsor di CileÂbut, Bogor akan dipindahkan. MeÂreka akan disediakan rumah.
Begitu janji Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan. Kata dia, Pemprov Jawa Barat, PemÂkab Bogor dan Badan PenangÂguÂlangan Bencana Daerah (BPBD) Jawa Barat segera menÂcari lokasi untuk warga yang akan dipindahkan.
“Bahaya karena daerah-daeÂrah seperti sangat rawan benÂcana bila memaksa membangun rumah,†kata Heryawan.
Apa tanggapan warga? NeÂnen, warga Cilebut Timur yang menjadi korban longsor meÂnyambut baik rencana ini. MeÂnurut dia yang penting lokÂaÂsiÂnya sesuai dengan nilai tanah yang miliknya yang kena longsor.
“Itu tanah saya, bukan tanah PT KAI. Kalau kami mau diÂpinÂdah, tentu harus diganti. JaÂngan seenaknya digusur, tapi kami tidak diperhatikan,†jelasnya.
Nenen menuturkan saat longÂsor terjadi, rumah yang diÂtemÂpati bersama anggota keÂluarÂgaÂnya hancur tertimbun tanah. SeÂluruh harta bendanya yang ada di dalam rumah terpendam. TiÂdak ada yang bisa diselamatkan.
“Alhamdulillah seluruh angÂgota keluarga selamat. Tapi ruÂmah beserta harta benda kami ikut tertimbun. Kami bingung bagaimana nanti ke depannya,†jelas wanita paruh baya ini.
Setelah longsor, dia bersama puluhan warga yang lain meÂngÂgalang dana untuk para korban. Saat itu, korban butuh dana unÂtuk hidup. Sementara harta meÂreka ludes.
“Ada yang tinggal di tenda pengungsian. Ada juga yang tidur di mesjid seperti saya dan keluarga. Makan seadaanya, itu pun dari pemberian orang lain,†ungkapnya.
Kini, Nenen merasa masih bisa bernafas lega. Dia dan korÂban lainnya sudah dipindahkan dari tempat pengungsian ke ruÂmah kontrakan. “Kami dikÂonÂtraÂkan rumah yang tidak jauh dari lokasi longsor. Katanya sih rumah itu sudah dikontrak unÂtuk satu tahun,†terangnya.
“Tapi harus ingat, ini hanya unÂtuk sementara saja. Karena kami ingin rumah kami kemÂbali. Masak seumur hidup kami ngontrak,†ujarnya. [Harian Rakyat Merdeka]
Populer
Selasa, 08 Oktober 2024 | 10:03
Senin, 07 Oktober 2024 | 04:21
Senin, 30 September 2024 | 05:26
Sabtu, 05 Oktober 2024 | 03:45
Minggu, 29 September 2024 | 23:46
Rabu, 09 Oktober 2024 | 06:46
Senin, 07 Oktober 2024 | 14:01
UPDATE
Rabu, 09 Oktober 2024 | 22:05
Rabu, 09 Oktober 2024 | 22:00
Rabu, 09 Oktober 2024 | 21:46
Rabu, 09 Oktober 2024 | 21:34
Rabu, 09 Oktober 2024 | 21:24
Rabu, 09 Oktober 2024 | 21:15
Rabu, 09 Oktober 2024 | 20:59
Rabu, 09 Oktober 2024 | 20:54
Rabu, 09 Oktober 2024 | 20:43
Rabu, 09 Oktober 2024 | 20:22