Berita

Andi Haris Surahman

X-Files

KPK Bidik Tersangka Baru Kasus Wa Ode Nurhayati

Setelah Naikkan Status Andi Haris Surahman
MINGGU, 25 NOVEMBER 2012 | 09:12 WIB

.Hasil validasi KPK menohok Andi Haris Surahman. Aktivis organisasi sayap Partai Golkar, Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong (MKGR) itu, ditetapkan sebagai tersangka kasus suap pembahasan anggaran Dana Penyesuaian Infrastruktur Daerah (DPID). KPK pun berupaya melacak keterlibatan pihak lain.

Kepala Biro Humas Komisi Pem­berantasan Korupsi Johan Budi Sapto Prabowo men­je­las­kan, penetapan status tersangka kali ini, bukan yang terakhir. K­e­mungkinan, masih ada tersangka lain yang akan menyusul Haris.

Tapi, Johan tidak mau buru-buru menyatakan, siapa yang te­ngah dibidik KPK untuk di­ja­di­kan tersangka baru. Dia hanya me­nyatakan, penyidikan kasus ini berjalan sesuai mekanisme yang ada, dan KPK meminta ma­syarakat menunggu proses pe­nanganannya hingga tuntas. “Ma­sih terus dilakukan proses pen­da­laman,” katanya.

Yang jelas, penetapan status ter­sangka Haris dilakukan ber­da­sarkan data dan bukti-bukti ko­n­kret. Tidak semata berdasar pada desakan hakim Pengadilan Ti­pi­kor Jakarta yang menangani ka­sus ini. Menurut dia, berdasarkan hasil validasi data dan bukti-bukti yang ada itulah, penyidik men­ja­dikan Haris sebagai tersangka.

Akan tetapi, Johan belum mau merinci, bukti-bukti yang men­jadi patokan penyidik. Dia bilang, bukti-bukti itu nantinya akan di­tuangkan dalam berkas perkara, dan baru dibuka di pengadilan. Ia juga menolak menyampaikan pro­ses penyidikan lanjutan yang telah dilakukan. Dia hanya me­nying­gung, baik dalam pe­me­rik­saan di KPK maupun di pe­r­si­da­­ngan, banyak nama yang mun­cul dan disebut terlibat per­kara pem­bahasan alokasi dana proyek DPID.

Johan menambahkan, KPK telah memeriksa sejumlah saksi penting. Tapi lagi-lagi, KPK tidak bisa gegabah menetapkan status saksi-saksi itu menjadi tersangka.

“Perlu alat bukti yang cukup un­tuk masuk ke arah itu,” jelas­nya. Jadi, lanjut dia, KPK tidak bisa diklasifikasi lamban atau ta­kut dalam mengambil tindakan ter­h­adap saksi-saksi lainnya.

“Saya kira kami belum bisa me­nyimpulkan terakhir atau bu­kan,” tambahnya.  Yang jelas, pe­ran Haris dalam kasus ini begitu kental. Saksi yang sebelumnya sudah dicekal KPK itu diduga menjadi pelapor pertama alias orang yang pertama kali mela­por­kan kasus DPID  ke pimpinan Ba­dan Anggaran (Banggar) DPR.

Laporan itu pernah disam­pai­kan terdakwa Fahd A Rafiq dalam sidang di Pengadilan Tipikor Ja­karta. Hakim pun sempat me­na­nyakan laporan tersebut kepada Haris saat menjadi saksi untuk ter­dakwa Fahd El Fouz alias Fahd A Rafiq. Hakim Pangeran Na­pi­tu­pulu menyayangkan, kenapa Haris melapor ke Banggar, tidak ke penegak hukum.

Masalahnya, hakim ber­pen­da­pat, sebagai cendekiawan, Haris semestinya tahu bahwa Banggar ti­dak bisa memproses kasus pi­dana seperti yang terjadi dalam kasus DPID tersebut. Atas hal ini, hakim pun meminta jaksa agar menjadikan saksi Haris sebagai tersangka.

Berkaitan hal itu, Johan enggan bicara panjang lebar. Dike­mu­ka­kan, fakta-fakta persidangan juga dikembangkan KPK. Artinya, bukti-bukti yang terungkap di per­sidangan menjadi masukan penyidik untuk menindaklanjuti perkara tersebut.

“Karena itu pula dilakukan va­lidasi atas bukti-bukti yang me­li­batkan nama Haris, para te­rdak­wa dan saksi-saksi lainnya. Itu kita proses,” jelasnya.

Menurutnya, fakta-fakta terkait dugaan keterlibatan pihak lain­nya, kemungkinan terbuka di si­dang lanjutan kasus ini. Dari ke­yakinan ini, dia optimistis KPK  bisa menyelesaikan perkara ini, sekalipun dilakukan secara ber­tahap. “Ada tahapan-tahapan yang harus dilalui,” ujarnya.

Dengan kata lain, pengakuan Haris menjadi sangat penting bagi penyidik untuk meni­nd­ak­lan­juti perkara tersebut. Diharap­kan, dari situ semua hal yang be­lum terungkap akan dapat dibuka secara gamblang.

Reka Ulang

Perintah Pangeran Agar Haris Jadi Tersangka

Persidangan kasus suap Dana Penyesuaian Infrastruktur Daerah (DPID) di Pengadilan Ti­pikor Jakarta berlangsung cukup “panas”. Dalam sebuah sidang, ha­kim Pangeran Napitupulu men­cecar saksi Andi Haris Surahman. Soalnya, Pangeran merasa aneh, kenapa Haris yang diduga seba­gai perantara suap, belum di­ja­di­kan tersangka. Padahal, pihak yang disangka memberi dan me­nerima suap, yakni Fahd El Fouz alias Fahd A Rafiq dan bekas anggota Badan Anggaran DPR Wa Ode Nurhayati sudah ber­sta­tus terdakwa. Bahkan kini, Wa Ode telah berstatus terpidana.

Keheranan Pangeran diawali laporan Haris tentang dugaan tin­dak pidana yang dilakukan Wa Ode Nurhayati. Pasalnya, ketika realisasi proyek yang dijanjikan Wa Ode gagal, Haris justru me­la­porkan Wa Ode ke Banggar DPR, bukan ke kepolisian. Pada­hal, Haris merasa ditipu Wa Ode.

Menurut Haris, semula dirinya ber­maksud melaporkan Wa Ode ke Badan Kehormatan (BK) DPR. Namun, ketika itu ruangan BK ko­song alias tidak ada orang. Lan­taran itu, dia memilih untuk me­lapor ke Banggar. “Kenapa tidak lapor ke polisi,” tanya Pangeran.

Haris menjawab, saat itu dia ma­sih berupaya agar uang yang di­setor pada Wa Ode bisa segera kembali. Makanya, dia mel­a­por­kan Wa Ode yang saat itu duduk sebagai anggota Banggar, ke Banggar DPR.

Mendengar pernyataan Haris, Pangeran makin penasaran. Dia mencoba mengungkap lebih da­lam apa motivasi laporan Haris ke Banggar. Pangeran bertanya, se­bagai politisi intelektual, jika me­nemukan atau mengalami sebuah tindak pidana, kemana harus melapor.

Haris menjawab, ke kepolisian. Begitu mendengar pernyataan ter­sebut, Pangeran tidak mau ka­lah. Dia kembali mendesak Haris. “Kenapa tidak lapor ke polisi, tapi ke Banggar,” katanya dengan nada tinggi.

Haris beralasan, dirinya me­la­por ke Banggar karena Banggar merupakan tempat Wa Ode be­kerja. Mendengar jawaban itu, Pa­ngeran makin gencar bertanya. Dia menyoal, apakah Banggar bisa mengambil suatu tindakan hukum. Mendapat pertanyaan itu, Haris terdiam. Tampak, dia me­narik nafas panjang.

Belum lagi Haris menjawab, Pangeran kembali bertanya. Kali ini, pertanyaan dialamatkan ke­pada jaksa penuntut umum (JPU) KPK. “Saudara penuntut umum, apakah saksi sudah jadi ters­ang­ka,” kata Pangeran. JPU men­ja­wab, “Belum.” Lalu, Pangeran me­lan­jutkan pernyataan. “Tolong di­proses untuk dijadikan tersangka.”

Pangeran menegaskan, omo­ngan yang tidak jelas dan ber­belit-belit, menunjukkan bahwa Haris berbohong. Makanya, dia meminta JPU KPK me­nyam­pai­kan kepada penyidik KPK agar menetapkan Haris sebagai ter­sangka. “Sampaikan kepada pe­nyidik,” katanya kepada JPU. Ke­mudian, Pangeran berkata kepada Haris, “Saudara ini jangan mem­beri keterangan berbelit-belit.”

Hakim Tipikor juga telah me­minta KPK menetapkan Asisten pribadi Wa Ode Nurhayati, Sefa Yolanda sebagai tersangka. Tapi, sejauh ini, Sefa masih berstatus saksi. Ceritanya begini, Ketua Ma­jelis Hakim Suhartoyo be­reak­si keras.

Suaranya meninggi kala me­nanggapi jawaban saksi Sefa Yo­landa dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Selasa malam (23/10). Melalui jaksa KPK, Suhartoyo meminta KPK me­netapkan Sefa sebagai ter­sang­ka. “Ini mestinya jadi ter­sangka Pak Jaksa,” tegasnya.

 Dia menilai, kesaksian Sefa bagi terdakwa Fahd A Rafiq tidak konsisten. Sehingga, meng­ham­bat kelancaran sidang. Selain itu, menurut hakim, rangkaian tran­saksi suap dari Fahd kepada Wa Ode masuk melalui Andi Haris Su­rahman dan Sefa.

Tersangka Baru Bisa Menjadi Pintu Masuk

Ruhut Sitompul, Anggota Komisi III DPR

POLITISI Partai Demokrat R­uhut Sitompul menyatakan, pe­nambahan jumlah tersangka kasus suap Dana Penyesuaian Infrastruktur Daerah (DPID) me­nunjukkan adanya komit­men penegak hukum me­nye­le­sai­kan perkara ini. Dia pun m­e­ngapresiasi langkah DPR yang merespon upaya KPK secara maksimal.

“Saya melihat sudah ada koor­dinasi yang baik dari penyidik KPK dan DPR. Itu menjadi hal penting dalam menyelesaikan perkara hukum ini,” ujarnya.

Dia berharap, koordinasi yang sudah berjalan itu terus di­intensifkan. Terlebih hal itu ber­kaitan dengan upaya pem­be­ran­ta­san korupsi yang menjadi cita-cita bersama. Diga­ris­ba­wa­hi, komitmen politisi DPR mem­bantu penegak hukum hen­daknya juga dilakukan sesuai aturan hukum.

Dia menyayangkan berkem­bangnya pendapat yang me­nye­but, adanya upaya mencampur-adukan kepentingan politis da­lam kasus ini.

“DPR punya ko­mitmen sama dengan penegak hu­kum. Sama-sama ingin me­ngedepankan pro­ses hukum da­lam men­yele­sai­kan persoalan yang ada,” kata anggota Komisi III DPR ini.

Aplikasi atau pelaksanaan hal tersebut, menurutnya, cu­kup be­rat. Namun, apapun yang ter­jadi, hukum harus tetap men­jadi yang utama. Atau men­jadi pang­lima.  Dia pun meyakini, tekad DPR dan KPK mengusut perkara DPID menjadi modal besar un­tuk menuntaskan masalah ini.

Dia berharap, penetapan sta­tus tersangka baru dalam kasus DPID mampu menjadi pintu ma­suk dalam menyelesaikan ma­salah tersebut. Oleh sebab itu, hal ini tidak boleh disia-sia­kan begitu saja.

KPK Tidak Perlu Tunggu Perintah Hakim Tipikor

Marwan Batubara, Koordinator KPKN

Koordinator LSM Ko­mite Peduli Kekayaan Negara (KPKN) Marwan Batubara meminta, penetapan status ter­sangka baru kasus DPID di­tin­daklanjuti secara eksta serius.  Bukan tidak mungkin, pe­ne­ta­pan tersangka baru ini berlanjut dengan langkah serupa.

“Pengungkapan kasus ini su­dah menyentuh  dugaan ke­ter­libatan nama sejumlah elit DPR,” katanya. Oleh sebab itu, pemeriksaan saksi-saksi di sini menjadi hal krusial. Hal ini sa­ngat menentukan keberhasilan dalam menjerat tersangka-ter­sangka lainnya.

Dia meminta, KPK lebih te­gas dalam mengambil tindakan hukum. Maksudnya, KPK tidak perlu menunggu hakim Pe­nga­dilan Tipikor memerintahkan adanya penetapan tersangka baru. Apabila, bukti-bukti yang ada sudah dianggap cukup, idealnya segera dijadikan ter­sangka. “Ini berlaku bagi siapa pun. Tidak boleh ada penge­cua­lian,” tandasnya.

Lambannya menetapkan sta­tus tersangka pada seseorang, di­khawatirkan justru me­nyu­lit­kan proses penuntasan kasus ini. Bisa jadi, prediksinya, orang atau saksi yang ber­poten­si jadi tersangka, men­g­hi­lang­kan ba­rang bukti dan sejenisnya.

Atau lebih parah lagi, mereka bisa melarikan diri atau kabur. Jika yang terjadi demikian, ten­tu akan berefek pada proses pe­ngusutan perkara. Hal ini lagi-lagi akan merugikan KPK, dan secara umum mengganjal tekad memberantas korupsi.

Ia mengingatkan, vonis pada Wa Ode Nurhayati dan sidang ter­dakwa Fahd A Rafiq yang berjalan saat ini, hendaknya di­pantau secara cermat. Sebab dari situ, bukti dan fakta-fakta yang masih menjadi misteri da­lam perkara ini akan terbuka.

“Momentum-momentum se­perti ini harus cepat ditangapi de­ngan pengusutan yang pro­por­sional dan profesional,” tan­dasnya. [Harian Rakyat Merdeka]


Populer

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Terlibat TPPU, Gus Yazid Ditangkap dan Ditahan Kejati Jawa Tengah

Rabu, 24 Desember 2025 | 14:13

UPDATE

Bank Mandiri Berikan Relaksasi Kredit Nasabah Terdampak Bencana Sumatera

Jumat, 26 Desember 2025 | 12:12

UMP Jakarta 2026 Naik Jadi Rp5,72 Juta, Begini Respon Pengusaha

Jumat, 26 Desember 2025 | 12:05

Pemerintah Imbau Warga Pantau Peringatan BMKG Selama Nataru

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:56

PMI Jaksel Salurkan Bantuan untuk Korban Bencana di Sumatera

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:54

Trump Selipkan Sindiran untuk Oposisi dalam Pesan Natal

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:48

Pemerintah Kejar Pembangunan Huntara dan Huntap bagi Korban Bencana di Aceh

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:15

Akhir Pelarian Tigran Denre, Suami Selebgram Donna Fabiola yang Terjerat Kasus Narkoba

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:00

Puan Serukan Natal dan Tahun Baru Penuh Empati bagi Korban Bencana

Jumat, 26 Desember 2025 | 10:49

Emas Antam Naik, Buyback Nyaris Tembus Rp2,5 Juta per Gram

Jumat, 26 Desember 2025 | 10:35

Sekolah di Sumut dan Sumbar Pulih 90 Persen, Aceh Menyusul

Jumat, 26 Desember 2025 | 10:30

Selengkapnya