Berita

Humphrey Djemat

Wawancara

WAWANCARA

Humphrey Djemat: Jangan Tunggu Istri Pejabat Diperkosa Polisi Malaysia...

RABU, 21 NOVEMBER 2012 | 08:38 WIB

Presiden SBY belum memperpanjang atau membubarkan Satgas WNI/TKI. Tapi berdasarkan Keppres masa kerjanya telah berakhir 7 Juli lalu.

Padahal, keberadaannya sa­ngat dibutuhkan. Semasa Satgas bekerja telah 72 TKI terbebas dari hu­kuman mati di lima negara, yakni Arab Saudi, Malaysia, Chi­na, Iran, dan Singapura.

Seandainya Satgas masih aktif, tentu akan menangani secara se­rius pemerkosaan TKI yang dila­ku­kan tiga polisi Malaysia.

Satgas selalu berbuat nyata, bu­kan obral kata-kata seperti se­ring dilakukan pejabat Indonesia bila TKI bermasalah di luar ne­geri.

Menanggapi hal itu, bekas Juru Bicara Satuan Tugas Warga Ne­gara Indonesia/Tenaga Kerja In­do­nesia (Satgas WNI/TKI) Hum­phrey Djemat mengatakan,  sam­pai saat ini Presiden SBY belum secara resmi membubarkan Satgas TKI.

‘’Berdasarkan Keppres masa ker­ja Satgas  berakhir  7 Juli 2012. Makanya kami tidak bisa ber­buat terhadap TKI diperkosa tiga polisi Malaysia,’’ papar Hum­phrey Djemat kepada Rak­yat Merdeka, kemarin.

Menurut Ketua Umum  Aso­siasi Advokat Indonesia (AAI) itu, saat ini kurang adanya koor­dinasi dalam penanganan perlin­dungan hukum terhadap TKI.

Berikut kutipan selengkapnya;

Kalau Satgas masih aktif, apa bisa melakukan tindakan ny­a­ta untuk membela TKI yang diperkosa itu?

Tentu. Sudah pasti kami mela­kukan tindakan nyata. Sebab, saat Satgas TKI masih ada pendekatan se­cara efektif dengan berbagai pi­h­ak di Malaysia. Ini sudah ber­jalan dengan baik, sehingga ba­nyak TKI yang telah dilepaskan dari ancaman hukuman mati.

Apa kelebihan Satgas?

Koordinasinya yang baik de­ngan berbagai kementerian. Tin­dakannya  cepat dan efektif. Ini sudak dibuktikan semasa Satgas ma­sih eksis.  Namun sayangnya ke­menterian yang ada kurang bisa mengoptimalkan pencapaian yang dilakukan Satgas.  

Anda kecewa?

Tentu. Saya merasa risih dan pri­hatin terhadap kejadian yang ber­ulang-kali dialami TKI di Ma­lay­sia.  Pemerkosaan itu tindakan sangat biadab dan brutal. Apalagi dilakukan polisi yang seharusnya melindungi setiap orang, apapun latar belakang kebangsaannya maupun profesi pekerjaannya.

Apa Anda melihat ada tin­dak­an diskriminatif?

Selama bertugas di Satgas telah me­lihat secara langsung hal ter­sebut. Saat berkunjungan ke pen­jara di Malaysia ada 2 TKI laki-laki yang dihukum 21 tahun dan 28 tahun penjara. Mereka berdua dituduh melakukan pemerkosaan terhadap wanita Malaysia.

Padahal kejadiannya atas dasar saling suka.  Bahkan di antara me­reka ada yang sudah kawin dan mempunyai anak. Namun ka­rena orang tua keluarga wanita tidak menyukainya, kedua TKI ter­sebut dilaporkan ke polisi. Ke­mu­dian Pengadilan Tingkat Per­tama menjatuhi hukuman yang sangat berat yaitu 21 tahun dan 28 tahun.

Apakah ini sudah masuk ka­tegori meremehkan?

Penegak hukum di Malaysia ada kecenderungan untuk mere­meh­kan. Bisa berbuat seke­hen­daknya terhadap orang Indonesia yang berlatar belakang ekonomi lemah seperti para TKI.

Masih segar dalam ingatan kita­, kakak beradik asal Pontia­nak, Frans dan Darry Hiu yang divonis mati di Malaysia. Padahal me­reka hanya membela diri. Se­dangkan orang Malaysia yang ju­ga ada pada saat kejadian tersebut dibebaskan dari hukuman.

Apa Anda pernah bertanya soal itu?

Pernah. Saya bertanya kepada lawyer Malaysia apa benar polisi Malaysia masih suka melakukan kekerasan seperti pemukulan ter­hadap orang yang diperik­sa­nya. Beberapa lawyer Malaysia mem­berikan jawaban bahwa praktek pemukulan masih sering dila­ku­kan, terlebih pada saat tidak ada lawyer yang mendampinginya.

Pengakuan lawyer Malaysia itu bukan mengada-ada?

Tidak. Misalnya, pemukulan yang sangat fatal pernah dila­ku­kan oleh Kepala Polisi Malaysia ter­hadap bekas Deputi Perdana Menteri Anwar Ibrahim pada saat  dipenjara, sehingga meng­aki­bat­kan matanya sembab be­kas ter­pukul dan tulang bela­kangnya retak.

Namun sangat disayangkan si­kap pemerintah Indonesia ha­nya bersikap reaktif dan parsial. Ini tidak  menyelesaikan masalahnya secara komprehensif.

Sudah seringkali pemerintah kita memberikan reaksi keras dan protes terhadap perlakuan yang dialami para TKI. Namun hanya di­anggap angin lalu oleh pe­me­rintah Malaysia.

Ini seperti ung­kapan; anjing menggonggong kafilah berlalu. Kejadian seperti itu akan terus terjadi.

Kenapa begitu?

Lihat saja 3 polisi Malaysia itu mendapatkan penangguhan penahanan. Bahkan ada usaha untuk memproses secara hukum  TKI yang diperkosa itu. Sebab, dinilai melanggar peraturan Keimigrasian.

Apa seharusnya dilakukan pemerintah Indonesia?

Harus bersikap tegas agar pe­me­rintah Malaysia lebih mem­be­rikan perhatian serius. Jangan tung­gu istri pejabat Indonesia atau keluarganya diperkosa  po­lisi Malaysia, lalu pemerintah ber­sikap tegas. Sekarang saatnya ber­buat nyata.

Kalau 3 polisi itu dihukum berat, apa ada efek jera?

Sudah pasti. Kalau dihukum pen­­jara 10-20 tahun,  maka  mem­bawa efek jera bagi berbagai pi­hak di Malaysia.

Apa itu mungkin?

Itu pertanyaan kita. Makanya  pemerintah kita perlu melakukan moratorium secara menyeluruh, baik untuk TKI di sektor domes­tik/PRT, sektor konstruksi, sektor perkebunan, sektor jasa dan sektor industri/pabrik.

Ekonomi Malaysia sangat ter­gantung pada sektor perkebunan. Sktor ini  sangat tergantung pada supply TKI. Hal ini tidak bisa di­gantikan tenaga kerja dari negara lain.

Di sini  upaya diplomasi akan  berjalan lebih efektif karena pihak Malaysia melihat adanya kebutuhan dari segi kepentingan ekonomi mereka. [Harian Rakyat Merdeka]



Populer

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Terlibat TPPU, Gus Yazid Ditangkap dan Ditahan Kejati Jawa Tengah

Rabu, 24 Desember 2025 | 14:13

UPDATE

Bank Mandiri Berikan Relaksasi Kredit Nasabah Terdampak Bencana Sumatera

Jumat, 26 Desember 2025 | 12:12

UMP Jakarta 2026 Naik Jadi Rp5,72 Juta, Begini Respon Pengusaha

Jumat, 26 Desember 2025 | 12:05

Pemerintah Imbau Warga Pantau Peringatan BMKG Selama Nataru

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:56

PMI Jaksel Salurkan Bantuan untuk Korban Bencana di Sumatera

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:54

Trump Selipkan Sindiran untuk Oposisi dalam Pesan Natal

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:48

Pemerintah Kejar Pembangunan Huntara dan Huntap bagi Korban Bencana di Aceh

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:15

Akhir Pelarian Tigran Denre, Suami Selebgram Donna Fabiola yang Terjerat Kasus Narkoba

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:00

Puan Serukan Natal dan Tahun Baru Penuh Empati bagi Korban Bencana

Jumat, 26 Desember 2025 | 10:49

Emas Antam Naik, Buyback Nyaris Tembus Rp2,5 Juta per Gram

Jumat, 26 Desember 2025 | 10:35

Sekolah di Sumut dan Sumbar Pulih 90 Persen, Aceh Menyusul

Jumat, 26 Desember 2025 | 10:30

Selengkapnya