Berita

PT Asuransi Kredit In­donesia (Askrindo)

X-Files

Kasus Askrindo Perkara Korupsi Bukan Sekadar Masalah Utang

Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Lanjutkan Sidang
JUMAT, 16 NOVEMBER 2012 | 10:13 WIB

Eksepsi atau keberatan yang disampaikan terdakwa kasus Askrindo, Umar Zein alias

Achung tak membuat Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menghentikan perkara yang diduga merugikan negara Rp 442 miliar ini.

Dalam sidang pembacaan nota keberatannya, Umar mengatakan, perkara pokok yang melilit peru­sahaannya, PT Tranka Kabel, bu­kan korupsi. Melainkan perkara utang-piutang. Alasannya, utang pokok perusahaannya sebesar Rp 125,5 miliar, diperoleh dari pe­­rusahaan manajer investasi, yakni PT Jakarta Investmen (JI). Bukan dari PT Asuransi Kredit In­donesia (Askrindo) yang bera­da di bawah BUMN.

“PT Tranka Kabel hanya mem­p­unyai hu­bu­ngan perdata ter­ha­dap pe­ru­sa­haan manajer in­ves­tasi, yaitu PT Jakarta Investmen atau PT JI,” katanya dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Senin malam (12/11).

Kewajiban membayar utang tersebut, menurut Umar, adalah perkara perdata. Bukan pidana, apalagi dikaitkan dengan korupsi dan pencucian uang. “Sehingga, dalam persidangan, tidak ada satu pun yang dapat dibuktikan, tin­da­kan melanggar hukum apa yang saya lakukan,” kata Umar yang mengenakan kemeja putih lengan panjang.

Menurut Umar, masalah utang-piutang PT Tranka dengan ma­najer investasi, berjalan sesuai aturan. Dia memaparkan, dari total dana Rp 125,5 miliar yang diterima le­wat PT JI,  PT Tranka sudah me­ngem­balikan kewajiban sebagian.

Dirincinya, pengembalian di­la­kukan tahun 2009 senilai Rp 10 miliar. Nominal tersebut d­i­sam­paikan dua kali, masing-masing Rp 5 miliar. Lalu pada 2010, PT Tranka membayar Rp 25 miliar. Pada 6 Juni 2012, PT Tranka kem­bali menyetor Rp 32 miliar. Sehingga, total dana dan bunga sisa pokok utang menjadi Rp 62,5 miliar. Angsuran pembayaran itu, sambungnya menunjukkan bah­wa PT Tranka hanya punya hu­bungan hukum dengan PT JI. Ti­dak dengan Askrindo.

Di penghujung sidang, hakim Pangeran Napitupulu meminta tanggapan jaksa penuntut umum (JPU). “Apakah jaksa penuntut umum menerima keberatan ter­dakwa,” tanya Pangeran. JPU menjawab, mereka tetap pada dak­waan, bahwa kasus Askrindo adalah perkara korupsi, bukan per­data. “Jaksa menolak kebe­ratan terdakwa, maka sidang di­lanjutkan pekan depan,” perintah Pangeran.

Dalam sidang sebelumnya, saksi ahli dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Harapan Tampubolon menyatakan, pengembalian dana Rp 35 miliar dari manajer inves­tasi, tidak bisa dianggap peng­ganti kerugian negara.  Bahkan, menurutnya, dugaan pencucian da­lam kasus ini sangat kental. “Pada pemeriksaan berkas doku­men, terlihat bagaimana skema pen­cucian uang berjalan,” katanya.

Harapan memaparkan, sumber dana dari PT Askrindo awalnya menggelontor ke perusahaan ma­najer investasi, PT Jakarta In­ves­tmen. Dari perusahaan tersebut, dana dialihkan ke PT Aloko. Dari Aloko, dana didistribusikan lagi ke PT Tranka Kabel. Dari Tranka, dana ditransfer ke rekening Umar. Tak berhenti sampai di situ, Umar kembali mengalirkan dana ke PT Tranka miliknya. Lalu, oleh PT Tranka, dana kem­bali dimasukkan ke rekening Umar. Dan, oleh Umar, dana di­ma­sukkan kembali ke Askrindo.

Hakim Pangeran bertanya ke­pada Harapan, apabila ada pem­bayaran bunga dari manajer in­vestasi ke Askrindo, apakah hal itu bisa dianggap mengurangi ke­rugian negara, Harapan men­ja­wab tegas, “Tidak. Jadi, tidak ada return. Bagi kami itu hanya pe­nyelamatan,” jawabnya.

Pangeran bertanya lagi, “Ap­a­kah itu mengurangi kerugian yang Rp 442 miliar.” Harapan menjawab tegas, “Tidak. Tetap Rp 442 miliar yang menjadi ke­ru­gian negara. Karena basically­nya sudah menyimpang. Ada total loss.”

Kembali pada sidang eksepsi terdakwa, Umar menyampaikan lima poin nota keberatannya. Per­tama, benar bahwa PT Tranka me­miliki Letter of Credit (L//C) yang dijamin PT Askrindo. Me­nurutnya, kewajiban L/C tersebut telah selesai pada 2007.

Kedua, untuk menyelesaikan ma­salah perusahaan, Umar me­mu­tuskan untuk meminjam dana dari perusahaan investasi. Menu­rutnya, hal itu adalah suatu per­bua­tan yang sah dalam dunia bis­nis. Ketiga, pinjaman PT Tranka ke manajer investasi dilakukan atas dasar Primesory Notes (PN) yang dikeluarkan PT Tranka.

Keempat, kewajiban manajer investasi memberi dana kepada PT Tranka, tidak perlu ditelusuri PT Tranka, darimana sumber dana itu berasal. Kelima, kata Umar, apakah suatu kesalahan hukum jika PT Tranka dapat dana dari perusahaan manajer investasi yang ternyata dananya berasal dari Askrindo.

Menanggapi dakwaan seputar adanya pertemuan di Hotel She­raton Media, maupun tempat lain antara terdakwa dengan sejumlah direktur perusahaan investasi, Umar menganggap hal itu seba­gai hal yang biasa. Dia tak terima bila pertemuan itu disebut jaksa se­bagai upaya menyusun permu­fakatan atau konspirasi mem­bo­bol dana Askrindo.

REKA ULANG

Dari Rp 442 Miliar, Yang Baru Dikembalikan Rp 35 Miliar

Kasus ini bermula ketika PT Askrindo menjadi penjamin letter of credit (L/C) yang diterbitkan PT Bank Mandiri.  L/C dicairkan ke empat perusahaan, yaitu PT Tranka Kabel, PT Vitron, PT In­dowan dan PT Multimegah.

Ketika memasuki jatuh tempo, empat nasabah itu tidak mampu membayar L/C kepada Bank Man­diri. Sehingga, Askrindo ha­rus membayar jaminan L/C pada Bank Mandiri. PT Askrindo ke­mudian menerbitkan promissory notes (PN) dan medium term no­tes (MTN) atas empat nasabah itu. Tujuannya, agar jaminan yang dibayarkan Askrindo pada Bank Mandiri, kembali ke kas Askrindo.

PT Askrindo kemudian me­nya­lurkan dana melalui jasa perusa­haan manajer investasi (MI) un­tuk disalurkan ke empat nasabah itu. Terdakwa petinggi Askrindo, Rene Setiawan dan Zulfan Lubis menempatkan investasi melalui manajer investasi, dengan total dana yang diinvestasikan Rp 442 miliar. “Tujuannya, memberi dana talangan untuk nasabah PT Askrin­do yang belum bisa membayar,” kata hakim anggota Alexander.

Namun, manajer investasi dari empat perusahaan, yakni PT Ja­karta Asset Management (JAM), PT Jakarta Investment (JI), PT Reliance Asset Management (RAM) dan PT Harvestindo Asset Management (HAM) tidak dapat mengembalikan dana ke PT Askrindo. “Penempatan investasi tidak dilakukan dengan prinsip kehati-hatian dan tidak meng­hitung risiko kerugian. Terbukti, terdakwa melakukan perbuatan melawan hukum,” sebut hakim Alexander.

Hakim Ketua Pangeran Na­pi­tu­pulu menyebut, penempatan dana Askrindo dalam bentuk re­pur­chase agreement (Repo), kon­trak pengelolaan dana (KPD), ob­li­gasi, dan reksadana telah mem­perkaya pihak manajer investasi.

Dari dana investasi Rp 442 mi­liar, manajer investasi baru me­ngembalikan sekitar Rp 35 miliar. Tersisa sekitar Rp 407 miliar yang belum kembali ke kas PT Askrindo. “Dana yang belum kem­bali adalah kerugian PT As­krindo. Karena sahamnya milik pemerintah, maka keuangan PT Askrindo adalah keuangan ne­ga­ra,” tegasnya.

Zulfan Lubis dan Rene Setia­wan telah divonis terbukti me­la­ku­kan tindak pidana korupsi pe­ngelolaan dana investasi PT As­krindo. “Menyatakan terdakwa ter­bukti secara sah dan menya­kin­kan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama,” ujar Ketua Majelis Hakim, Pa­nge­ran Napitupulu saat me­n­ja­tuh­kan vonis hukuman pada Zul­fan Lubis, di Pengadilan Tipikor Ja­karta. Majelis hakim mewa­jibkan Zulfan membayar denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan ku­ru­ngan penjara.

Perlu Dihormati Dan Dicermati

Akhiruddin Mahjuddin, Koordinator Gerak Indonesia

Koordinator LSM Gera­kan Rakyat Anti Korupsi (Ge­rak) Indonesia Akhiruddin Mah­juddin menilai, dakwaan jaksa sudah tepat. Katanya, tidak mungkin jaksa menyusun dakwaan tanpa bukti-bukti mendasar.

Apa yang disampaikan ter­dak­wa dalam eksepsi atau nota keberatan, memang perlu dihor­mati karena itu memang hak terdakwa. Tapi, harus juga di­cer­mati, apakah itu merupakan upaya terdakwa menghilangkan keterlibatannya dalam kasus Askrindo. “Jaksa pasti punya ar­­gumen untuk membuktikan dakwaannya,” katanya, kemarin.

Pernyataan Umar Zen tidak tahu asal-usul uang yang dige­lontorkan perusahaan manajer investasi ke PT Tranka Kabel, lan­jut Akhiruddin, patu dicer­mati majelis hakim, apakah itu hanya alibi untuk meloloskan diri dari kasus dugaan korupsi ini.

Akhiruddin mengingatkan, pencucian uang merupakan tin­dakan seseorang  menem­pat­kan, mentransfer, mengalihkan harta kekayaan yang diketahui atau patut diduga merupakan ha­sil tindak pidana, dengan tu­juan menyembunyikan atau me­nyamarkan asal usul harta hasil tindak pidana itu. “Tin­da­kan model begitu, diancam hu­kuman,” tandasnya.

Bahkan, katanya, merujuk pada aturan mengenai pencu­ci­an uang, setiap orang yang me­lakukan percobaan, turut mem­bantu, atau terlibat per­mu­fa­ka­tan jahat untuk melakukan tin­dak pidana pencucian uang, da­pat dipidana dengan pidana yang sama dengan pelaku uta­ma kasus pencucian uang.

Dalam konteks perkara pem­bobolan dana PT Asuransi Kre­dit Indonesia (Askrindo) ini, me­nurutnya, terdakwa Umar Zen diduga turut membantu, atau terlibat permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana pencucian uang.

“Umar Zen patut diduga me­lakukan seperti yang disebut da­lam Pasal 3 ayat 2 Undang Un­dang Tindak Pidana Pen­cucian Uang. Karena itu, dakwaan jak­sa sudah tepat,” tegasnya.

Kecermatan Hakim Sangat Menentukan

Desmon J Mahesa, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR Desmon J Mahesa meminta Ma­jelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta yang menangani kasus Askrindo, cermat dalam menilai rangkaian pengakuan para terdakwa dan para saksi.

Kecermatan hakim, lanjut Des­mon, sangat menentukan ka­dar keterlibatan para terdak­wa dalam kasus tersebut. “Ja­ngan sampai pengakuan ter­dak­wa mengecoh hakim. Apalagi, membelokkan arah penuntasan kasus ini,” kata politisi Partai Gerindra ini.

Dia juga mengingatkan, upa­ya terdakwa membela diri de­ngan cara mendiskreditkan dak­waan, sering terjadi dalam si­dang kasus-kasus korupsi. Lan­taran itu, bagaimana majelis ha­­kim menyikapi persoalan ter­­se­but, menjadi penting un­tuk disimak.

Menurut Desmon, dalam sidang berbagai kasus dapat di­lihat, pembelaan terdakwa  me­rupakan alibi untuk me­nga­bur­kan dakwaan jaksa penuntut umum (JPU). Karena itu, untuk menilai keberatan terdakwa, hakim mesti menimbang selu­ruh kesaksian dan bukti-bukti yang ada.

“Tinggal sekarang, bagai­mana hakim menin­da­k­lanjuti pokok perkara secara obyektif agar putusan yang akan diha­sil­kan nanti, benar-benar me­me­nuhi unsur keadilan,” katanya.

Kendati begitu, lanjut Des­mon, upaya terdakwa membela diri tetap harus dihormati. Soal­nya, pembelaan diri merupakan bagian dari proses penegakan hukum melalui pengadilan.

“Sebelum ada putusan pe­ngadilan yang tetap dan mengi­kat, kita harus menjunjung azas praduga tak bersalah,” ucapnya.

Karena itu, menurut Desmon, tidak salah apabila pembelaan diri terdakwa dalam proses per­sidangan, diberi porsi dan di­har­gai. Yang paling penting, semua yang disampaikan dalam per­sidangan bisa digali. Dari situ diharapkan, putusan hakim be­nar-benar obyektif. [Harian Rakyat Merdeka]


Populer

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

Terlibat TPPU, Gus Yazid Ditangkap dan Ditahan Kejati Jawa Tengah

Rabu, 24 Desember 2025 | 14:13

UPDATE

Kepala Daerah Dipilih DPRD Bikin Lemah Legitimasi Kepemimpinan

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:59

Jalan Terjal Distribusi BBM

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:39

Usulan Tanam Sawit Skala Besar di Papua Abaikan Hak Masyarakat Adat

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:16

Peraih Adhyaksa Award 2025 Didapuk jadi Kajari Tanah Datar

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:55

Pengesahan RUU Pengelolaan Perubahan Iklim Sangat Mendesak

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:36

Konser Jazz Natal Dibatalkan Gegara Pemasangan Nama Trump

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:16

ALFI Sulselbar Protes Penerbitan KBLI 2025 yang Sulitkan Pengusaha JPT

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:58

Pengendali Pertahanan Laut di Tarakan Kini Diemban Peraih Adhi Makayasa

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:32

Teknologi Arsinum BRIN Bantu Kebutuhan Air Bersih Korban Bencana

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:15

35 Kajari Dimutasi, 17 Kajari hanya Pindah Wilayah

Kamis, 25 Desember 2025 | 22:52

Selengkapnya