ilustrasi/ist
ilustrasi/ist
Lelaki bernama Amin Saleh itu, ditangkap Tim Kejaksaan Agung di Jalan Salemba Raya, Kavling 34-36 BC, Jakarta Pusat pada Rabu (7/11) pukul lima sore. “Dari pengembangan penyidiÂkan, diduga kuat ada keterlibatan AS,†kata Kepala Pusat PeneÂraÂngan Hukum Kejaksaan Agung M Adi Toegarisman.
Pencarian terhadap Amin Saleh berdasarkan pengembangan peÂnyiÂdikan tiga tersangka kasus ini. Yakni, Surat Perintah Penyidikan Nomor Print-122/F.2/Fd.1/10/2012 tanggal 9 Oktober 2012 atas nama tersangka Dede Prihantono (DP), Surat Perintah Penyidikan Nomor Print-123/F.2/Fd.1/10/2012 tanggal 9 Oktober 2012 atas nama tersangka Andri Fernando Pasaribu (AFP), Arief Budi HarÂyanto (ABH) dan Sutarna (S).
Sekadar mengingatkan, Andri dan Arief adalah jaksa yang berÂtugas di Kejaksaan Agung. SuÂtarÂna adalah staf tata usaha KeÂjakÂsaÂan Agung. Sedangkan Dede adaÂlah aktivis LSM yang beÂkerÂjasama dengan Andri, Arief dan Sutarna dalam melakukan peÂmeÂrasan terhadap pimpinan PT Budi Indah Muliamandiri (BIM).
PT BIM adalah perusahaan yang bergerak di bidang jasa konstruksi. Perusahaan tersebut menangani proyek dermaga, jaÂlan, jembatan di Sumatera Barat, Kalimantan Timur dan Papua. DaÂlam melakukan pemerasan terhadap pimpinan PT BIM itu, Dede mengaku sebagai jaksa. “AS adalah orang yang tadinya beÂkerja di PT BIM. Dia bekerja sama dengan DP dalam memainÂkan sejumah data,†kata Adi.
Semula, Amin Saleh melÂaÂkuÂkan pengamanan terhadap seÂjumÂlah unjuk rasa di Kementerian PerÂhubungan, yang dirasa mengÂganggu keberadaan PT BIM. Data para pengunjuk rasa, berupa selebaran berisi tuntutan dan gamÂbaran persoalan yang ditunÂtut itu, dikumpulkan Amin.
Langkah selanjutnya, Amin berÂdiskusi dengan temannya, Dede Prihantono yang bekerja pada salah satu lembaga swadaya masyarakat (LSM). Data yang dikumpulkan Amin itu pun dikaji dan dimanfaatkan sebagai sarana untuk melakukan pemerasan.
“DP lalu menghubungi temanÂnÂya yang bekerja sebagai staf adÂministrasi Kejaksaan Agung, yakÂni S. Mereka kemudian meÂnguÂpayakan komunikasi dengan dua jaksa untuk membuat surat panggilan kepada pihak yang henÂÂdak menjadi target pemeÂrasan,†urai Adi.
Proses itulah yang menyeret dua jaksa masuk ke dalam lubang persoalan ini. “Mereka hendak meminta uang kepada pengusaÂha,†sambung Adi.
Dede, Sutarna, Andri dan Arief teÂlah ditahan sebelum Amin diÂtangkap. Kini, Amin pun ditahan penyidik Pidana Khusus KejakÂsaÂan Agung, seperti empat orang yang telah lebih dahulu ditetapÂkan sebagai tersangka itu. Semua terÂsangka itu ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan.
Amin mengaku telah lama berÂteÂÂman dengan Dede. Dia menyeÂrahÂkan sejumlah informasi atau data kepada kawannya tersebut. “Dede itu teman saya, teman seÂkolah,†kata Amin di Gedung KeÂjakÂÂsaan Agung. Penangkapan Amin dipimpin jaksa Senjun MaÂnullang sebagai Koordinator Tim.
Saat proses penangkapan, Amin tidak menyadari bahwa diriÂnya sedang diintai. “Kami semÂpat kurang yakin, sebab foto yang kami miliki menunjukkan AS berkulit putih, namun yang ini malah hitam kulitnya,†kata SenÂjun. Setelah dipastikan bahwa buÂruannya benar, akhirnya tim menÂciduk Amin. “Dia langsung meÂngaku kenal dan pernah berkaitan dengan DP,†lanjutnya.
Dede menggunakan data dari Amin untuk memeras PT BIM yang memenangi tender pemÂbaÂnguÂnan pelabuhan di Sangata, KaliÂmantan Timur. “Proyek itu diÂbiayai APBN dan dimulai peÂngeÂrjaannya pada 2012,†kata Adi.
Merasa diperas, pihak PT BIM mengadu kepada Bagian PeÂngaÂwasan Kejagung. Selanjutnya, Dede ditangkap Tim Jaksa Agung Muda Pengawasan pada Senin, 8 Oktober lalu di pelataÂran parkir Cilandak Town SquaÂre, Jakarta SeÂlatan.
Berdasarkan pemeriÂkÂsaÂan Dede, para pelaku diketahui meminta uang ke pihak perÂuÂsaÂhaÂan sebesar Rp 2,5 miliar. “Tapi ketika penangkapan itu, di dalam tas isinya 50 juta rupiah,†kata Adi.
Dari pemeriksaan itulah, Tim Jamwas kemudian menciduk dua jaksa dan seorang staf tata usaha Kejaksaan Agung yang disangka terlibat kasus ini.
Pada Selasa, 9 Oktober lalu, para tersangka itu diÂserahkan Tim Jamwas ke BaÂgian Pidana KhuÂsus Kejaksaan Agung. Kasus ini kemudian ditaÂngani Bagian PidÂsus Kejagung.
Reka Ulang
Dua Jaksa Itu Dilimpahkan Ke Penuntutan
Kasus jaksa memeras peÂnguÂsaha ini, telah diserahkan Bagian PeÂngawasan ke Bagian Pidana KhuÂsus Kejaksaan Agung. “KaÂrena memang ada dugaan tindak pidaÂnanya,†kata Jaksa Agung Muda Pengawasan Marwan Effendy.
Sedangkan proses internal apaÂkah para jaksa itu akan dipecat, meÂnurut Marwan, akan diproses SeÂsuai Peraturan Pemerintah Nomor 20 tahun 2008. “Sesuai petunjuk Jaksa Agung, akan ada tindaklanjut berupa sanksi,†ujar bekas Jaksa Agung Muda Pidana Khusus ini.
Menurut Marwan, PP Nomor 20 Tahun 2008 tentang Tata Cara Pemberhentian Dengan Hormat, Pemberhentian Tidak Dengan Hormat, dan Pemberhentian SÂeÂmentara serta Hak Jabatan FungÂsional Jaksa yang Terkena PemÂberhentian, akan secara langsung menjadi bagian sanksi yang diterapkan. “Itu yang kami jaÂlankan,†ujarnya.
Dari sisi proses pidananya, dua jaksa yang bertugas di Kejaksaan Agung, yakni Andri Fernando Pasaribu dan Arief Budi Harianto yang disangka memeras pengÂuÂsaha sebesar Rp 2,5 miliar, akan menjalani persidangan.
“Sudah P21, sudah lengkap. Sudah bisa dilakukan penuntutan dan bisa dikirim ke kejari,†kata Jaksa Agung Basrief Arief seusai pelantikan eselon satu Kejaksaan Agung.
Jaksa Agung Muda Pidana KhuÂsus Andhi Nirwanto menamÂbahkan, proses penyidikan bisa berjalan cepat karena kasus ini sederhana. “Karena pelakunya tertangkap tangan dan bukti-bukti sudah ada,†katanya.
Andhi menjelaskan, jaksa peÂmeras itu dijerat Pasal 12 e dan 15 Undang Undang Tindak PiÂdana KoÂrupsi tentang pemerasan dan perÂsekongkolan. Keduanya disangÂka memeras pengusaha yang seÂdang menjalankan proyek pemÂbaÂnguÂnan pelabuhan di KaÂlimantan Timur.
Dua jaksa itu disangka berÂkomÂplot dengan seseorang berÂnama Dede Prihantono (DP) unÂtuk memeras pengusaha tersebut. Tapi, Dede bukan jaksa. Dia akÂtivis LSM yang mengaku sebagai jaksa. Seorang staf tata usaha Kejaksaan Agung, Sutarna juga diÂsangka terlibat pemerasan deÂngan dalih pengamanan proyek pembangunan pelabuhan itu.
Menurut Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Arnold Angkouw, berkas jaksa yang disangka memeras itu sudah dilimpahkan ke penunÂtutan. “Tinggal menunggu perÂsidangannya,†ujar Arnold pada Rabu malam (24/10) di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta.
Bekas Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Utara ini meÂngatakan, modus yang dilakukan para pelaku memang pemerasan. “Mereka memang mau memeras, mau menakut-nakuti,†ujarnya.
Menurut Kepala Pusat PenÂeÂrangan Hukum Kejaksaan Agung Adi Toegarisman, berkas para terÂsangka kasus pemerasan ini suÂdah lengkap (P21) pada Rabu, 24 Oktober lalu. Pada Kamis 25 OkÂtobÂer, sudah dilakukan pelimÂpahan tahap dua, yakni tersangka dan berkasnya dari jaksa penyidik ke jaksa penuntut umum (JPU).
Adi menyatakan, dengan peÂlimpahan tahap dua itu, maka para tersangka selanjutnya menÂjadi tahanan jaksa penuntut umum. Dengan demikian, para terÂsangka tetap mendekam di Rumah Tahanan Salemba Cabang Kejaksaan Agung, Jalan Sultan Hasanuddin, Jakarta Selatan.
“Tidak sampai satu bulan, kami sudah selesaikan proses penyiÂdiÂkan dan limpahkan ke peÂngaÂdilan. Tinggal tunggu jadwal perÂsidangannya.â€
Tidak Boleh Dianggap Sepele
Poltak Agustinus Sinaga, Ketua PBHI Jakarta
Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) JaÂkarta Poltak Agustinus Sinaga menyampaikan, jaksa yang terÂbukti melakukan pelanggaran pidana seperti pemerasan, saÂngat layak mendapat sanksi teÂgas berupa pemecatan.
Selain sebagai upaya memÂberÂsihkan institusi kejaksaan dari perilaku korup, sanksi itu juga diharapkan memberikan efek jera. “Soal jaksa pemeras, sikap yang harus diambil adalah langkah super tegas dan sanksi hukum sangat berat. Sanksinya harus benar-benar menimÂbulÂkan efek jera yang massif, seÂhingga kasus seperti ini tidak terulang di kemudian hari,†ujar Poltak.
Dia juga menyarankan, perlu ada pengecekan harta dan keÂkaÂyaan jaksa. Dengan pemerikÂsaan seperti itu, akan bisa diÂteÂluÂsuri sumber-sumber yang tiÂdak halal dalam pengÂhaÂsiÂlanÂnya. “Selain dipecat dan dipenÂjaÂrÂakan, sepertinya harus diÂteÂlusuri kekayaan yang dimiliki si jaksa, kemudian dibandingkan dengan gaji per bulan yang dia terÂima. Kalau harta dan gajinya sangat jomplang, berarti bisa diperiksa dari mana hartanya diÂdapatkan,†terang dia.
Untuk kasus seperti ini, lanjut Poltak, masyarakat dan negara tidak boleh menganggapnya sepele. Soalnya, jaksa adalah bagian dari aparat hukum yang digaji negara.
“Kalau aparat negara masih berkelakuan korup, memeras, mencari peluang keuntungan dari profesinya sebagai aparat huÂkum, itu menunjukkan huÂkum di negara kita ini sedang mengalami krisis yang parah,†tandasnya.
Sebagai negara yang berbasis hukum, kata Poltak, harus ada sanksi yang berat bagi aparat peÂnegak hukum yang melaÂkuÂkan pemerasan. “Apabila neÂgara tidak bisa memberikan sanksi dan hukuman yang berat terhadap jaksa pemeras, maka sampai kapan pun, kasus seperti ini akan berulang,†ujarnya.
Selain pemberian sanksi yang tegas, proses rekrutmen untuk menjadi jaksa harus diperketat. “Perekrutan yang ketat, bisa unÂtuk meminimalisir munculnya jaksa-jaksa pemeras baru,†ujarnya.
Gaji Dinaikkan Renumerasi Pun Sudah Diberikan
Andi Rio Idris Padjalangi, Anggota Komisi III DPR
Anggota Komisi III DPR Andi Rio Idris Padjalangi meÂnyampaikan, sanksi hukum bagi jaksa yang melakukan tinÂdak pidana seperti pemerasan, mesti tegas. Begitu pula sanksi hukum bagi rekan-rekan jaksa yang bersekongkol melakukan pemerasan.
Sebab, selain institusi peneÂgak hukum harus dibersihkan dari perilaku buruk aparatnya, jaksa juga harus menunjukkan diri sebagai teladan, bukan maÂlah sebagai pelanggar hukum. “Berikan sanksi yang seberat-beratnya. Secara internal, pecat saja jaksa yang terbukti berÂsaÂlah. Tindak pidananya juga mesÂti diproses sampai tuntas. Kalau terbukti, ya penjarakan,†tandasnya.
Dia menyampaikan, semua orang perlu memperbaiki moÂral, terutama bagi aparat peÂneÂgak hukum seperti jaksa. Sebab, lanjut Andi, bila semua perilaku menyimpang tidak mendaÂpatÂkan sanksi yang tegas, maka akan membuat tatanan hukum seÂmakin rusak.
“Harus ada efek jera, agar tiÂdak terulang kembali bagi jakÂsa-jaksa lainnya. Toh, masih baÂnÂyak jaksa yang bagus, jangan sampai moral mereka juga ambrol,†kata anggota DPR dari Partai Golkar ini.
Persoalan kesejahteraan jakÂsa, lanjut Andi, bukanlah alasan bagi mereka melakukan pelangÂgaran hukum. “Gaji mereka kan sudah dinaikkan, renumerasi juga sudah diberikan. Saya berÂharap, mereka yang melakukan tindak pidana seperti itu diÂtinÂdak tegas,†ucapnya.
Persoalan seperti ini, lanjut Andi, akan semakin memÂperÂbuÂruk citra penegakan hukum bila tidak ada tindakan tegas. “Bila mereka merupakan sindiÂkasi, ya harus dibongkar semua. Jangan bikin malu institusi peÂnegak hukum yang kita junjung tinggi,†kata Andi. [Harian Rakyat Merdeka]
Populer
Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16
Senin, 22 Desember 2025 | 17:57
Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33
Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07
Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10
Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37
Rabu, 24 Desember 2025 | 14:13
UPDATE
Jumat, 26 Desember 2025 | 12:12
Jumat, 26 Desember 2025 | 12:05
Jumat, 26 Desember 2025 | 11:56
Jumat, 26 Desember 2025 | 11:54
Jumat, 26 Desember 2025 | 11:48
Jumat, 26 Desember 2025 | 11:15
Jumat, 26 Desember 2025 | 11:00
Jumat, 26 Desember 2025 | 10:49
Jumat, 26 Desember 2025 | 10:35
Jumat, 26 Desember 2025 | 10:30