Berita

Robert Tantular

X-Files

Plaza Serpong, Rumah Dan Tanah Robert Disita

Diduga Berasal Dari Duit Nasabah Antaboga
SELASA, 06 NOVEMBER 2012 | 09:06 WIB

.Polisi menyita aset tersangka dan terpidana kasus pembobolan dana Bank Century. Penyitaan ini akan membuat Robert Tantular kembali dibawa ke pengadilan, serta mengembalikan kerugian nasabah Antaboga Delta Securitas.

Proses penyitaan aset dipimpin Direktur II Ekonomi Khusus Ba­reskrim Polri Brigjen Arief Su­lis­tyanto. Bersama tim kepolisian, ke­marin, Arief mendatangi kantor pengelola Serpong Plaza dan rumah milik Robert Tantular di Taman Buaran, Klender, Ja­karta Timur. Di Serpong Plaza, po­lisi berkoordinasi dengan pe­ngelola mall.

Di lokasi terpisah tersebut, tim me­lakukan identifikasi dan pe­nyitaan. Proses penyitaan tidak mengalami kendala berarti. Arief menyebutkan, penetapan status pe­nyitaan Serpong Plaza dila­kukan setelah pihaknya ber­koor­dinasi dengan Pengadilan Negeri Tangerang.

Berbekal surat penetapan pe­nyi­taan nomor 682/PEN. PID. SITA/2009/TNG tang­gal 23 Maret 2009, Bareskrim mema­sang spanduk tentang penyitaan pla­za senilai sekitar Rp 350 miliar ter­sebut. “Disita untuk penye­li­dikan kasus penipuan dan pen­cu­cian uang yang melibatkan tersangka Robert Tantular,” kata­nya, kemarin.

Arif menambahkan, penyitaan dilakukan berdasarkan laporan polisi nomor LP/709/XII/2008/sia­ga-II, tanggal 2 Desember 2008 dan Surat Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum nomor B-3189/E.4/Euh.1/10/2012 tanggal 17 Oktober 2012 ten­tang pemberitahuan hasil pe­nyelidikan perkara tindak pidana oleh Robert Tantular.

Demikian pula penyitaan aset berupa tanah dan rumah milik Ro­bert Tantular di Taman Buar­an. Arif mengatakan, penyidik juga menyita delapan kavling ta­nah seluas 5.830 meter persegi di Kebun Mawar Perumahan Cen­tral Bumi Indah, dan satu ru­mah di Jalan Kebun Buaran, Jakarta Timur. Selebihnya, polisi juga menyita uang cash sebesar Rp 2.156.000.228.

Karopenmas Polri Brigjen Boy Rafli Amar menambahkan, pe­nyi­taan ditujukan untuk meleng­kapi  berkas penyidikan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dan penggelapan dana nasabah antaboga. Dia menduga, kepe­mi­likan plaza, tanah dan rumah oleh Robert Tantular diperoleh dari uang nasabah Antaboga.

“Dana yang dikumpulkan dari para investor sempat ada yang disimpan di Bank Century. Ke­mudian, oleh yang bersangkutan ada penempatan dana ke PT Sinar Rezeki,  perusahaan pengembang Ser­pong Plaza,” jelasnya.

Lebih jauh, disebutkan, pe­nyi­taan dilakukan guna melengkapi ber­kas perkara Antaboga ke Ke­jaksaan Agung. Soalnya, kata Boy lagi, Kejagung juga telah me­nyatakan, berkas P21 (leng­kap). “Senin (5/11) ini diserahkan tahap dua. Penyidik menyim­pulkan tersangka Robert Tantular telah cukup bukti melakukan tindak pidana pencucian uang dana nasabah PT Antaboga Delta Sekuritas pada Bank Century,” tandasnya.

Terkait rencana penuntutan atas perkara yang menimpa na­sa­bah Antaboga, dengan ter­sang­ka Robert Tantular, pihak Ke­jak­saan Agung juga mengaku se­dang bergerak ke lapangan untuk melakukan penyitaan sejumlah aset milik Robert Tantular.

Kepala Pusat Penerangan Hu­kum Kejaksaan Agung M Adi Toe­garisman menyampaikan, sejumlah aset Robert Tantular akan dieksekusi agar proses pelim­pahan tahap kedua segera bisa dilakukan. “Tim kami se­dang melakukan penyitaan, ter­ma­suk plaza di Serpong milik Ro­bert Tantular. Penelitian ber­kas dan kelengkapannya pun se­dang dipenuhi. Rencananya akan segera tahap dua,” ujar Adi, ke­ma­rin.

Adi menambahkan, jika tim sudah selesai melakukan tugas­nya di lapangan, maka proses ta­hap dua itu pun segera dila­kukan. “Ter­masuk penelitian barang buk­ti di lapangan, untuk menge­cek plaza di Serpong itu. Tim ma­sih di la­pangan. Rencana tahap dua dari Mabes ke Ke­jagung, lalu ke Kejari Jak­pus,” ujarnya.

Reka Ulang

Ditetapkan Jadi Tersangka Kasus Pembobolan Century

Kepolisian telah menetapkan sejumlah tersangka yang diduga terlibat perkara ini. Polisi pun masih memburu tiga nama yang diduga terkait kasus pembobolan dana Bank Century lewat PT An­taboga Delta Securitas.

“Ada satu tersangka baru da­lam kasus Bank Century atas na­ma Johanes Sarwono. Sehingga, total tersangka menjadi 38 orang,” kata Kabareskrim Polri Kom­jen Sutarman dalam rapat de­ngan Tim Pengawas Century DPR di Gedung DPR, Senayan, Ja­karta, Rabu, 10 Oktober lalu.

Menurutnya, Johanes dite­tap­kan sebagai tersangka pada 13 Agustus 2012. Selain itu, Sutar­man menjelaskan, ada pe­nam­bahan satu berkas yang di­nya­takan lengkap atas nama Totok Kuncoro. “Ada penambahan satu ber­kas perkara yang dinyatakan leng­kap oleh jaksa penuntut umum atas nama Totok Kuncoro dalam tindak pidana pencucian uang,” ujarnya.

Kata Sutarman, Totok terkait perkara pokok penipuan atau peng­gelapan dengan cara me­nempatkan dana hasil kejahatan di rekening PT Graha Nusantara Utama (GNU) yang berasal dari penggelapan hasil penjualan aset Bank Century dan penipuan na­sabah Antaboga. “Dengan de­mi­kian, jumlah perkara yang selesai penyidikan P21 adalah adalah 25 berkas. Dengan perincian, telah divonis 14 berkas perkara, proses penuntutan tujuh, menunggu proses sidang empat perkara,” imbuhnya.

Selain itu, Sutarman juga men­je­laskan ada penambahan satu la­poran polisi yang merupakan pe­ngembangan proses penyi­dik­an kasus Antaboga Delta Se­kuritas Indonesia. Sehingga, total la­poran polisi menjadi 12 laporan. “Untuk tersangka yang melarikan diri masih dalam proses pen­carian dan berkoordinasi dengan Interpol. Belum ada informasi ter­kait tersangka,” ujarnya.

Para tersangka yang buron ter­sebut antara lain, Stevanus Fa­rouk, Umar Mucksin dan Feby. Dia menyatakan, Polri tetap berkomitmen melakukan upaya penyelidikan dan penyidikan perkara Century.

Diketahui, penjualan produk investasi bermasalah ini diter­bit­kan PT Antaboga Delta Sekuritas milik Robert Tantular di sejumlah kantor cabang Bank Century. Bank Indonesia telah melarang penjualan produk ini, tapi diam-diam produk ini tetap ditawarkan kepada nasabah Century.

Praktik penjualan produk ini, mengemuka setelah Bank Cen­tury kalah kliring pada November 2008 yang berujung pada pe­ng­ambilalihan bank oleh peme­rin­tah melalui Lembaga Penjamin Sim­panan (LPS) pada 21 No­vem­ber 2008.

Sepekan setelah diambil alih pemerintah, nasabah Antoboga mendatangi Bank Century. Mereka mendesak pen­cairan dana yang mereka in­vestasikan. Total dana yang ma­cet Rp 1,4 triliun.

Saat itu, ada dua opsi pe­nye­lesaian pembayaran dana nasabah An­taboga. Pertama, dana peng­gan­ti diambil dari anggaran ne­gara. Kedua, dana nasabah diba­yar setelah pengejaran aset-aset Bank Century dan Robert Tan­tu­lar selesai.

Di Balik Penyitaan Bukan Tak Mungkin Ada Godaan Besar

Taslim Chaniago, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR Taslim Chaniago menyam­pai­kan, aparat penegak hukum hen­daknya bekerja cepat untuk me­menuhi rasa keadilan ma­syarakat yang menjadi korban penipuan Robert Tantular Cs.

“Untuk melakukan eksekusi itu tidak mesti lamban. Mi­sal­nya, bila sudah ada putusan pe­n­gadilan, dan sudah tetap, maka bisa segera dilakukan ekse­kusi,” ujar anggota DPR dari Fraksi PAN ini.

Dia menyampaikan, bila da­lam proses eksekusi pun ada hal-hal ganjil yang terjadi, se­perti kelambanan, maka akan me­nimbulkan kecurigaan ma­syarakat juga. “Saya kira, ini juga tergantung kerja cepat dari proses pengadilan. Kalau ber­lambat-lambat, bisa jadi akan ada yang mencoba memainkan, dan ini justru menjadi sulit. Saya melihat proses eksekusi se­ring lambat, seperti dalam kasus BLBI,” katanya.

Taslim mengatakan, kerja cekatan dan sudah pasti, akan bisa memberikan pelayanan pe­negakan hukum yang adil. Bila masih saja lamban, maka masyarakat tidak bisa berharap banyak atas tegaknya keadilan. “Jangan aset-aset yang sudah seharusnya disita malah hilang di tengah jalan,” ingatnya.

Dia pun meminta penegak hu­kum tegas saat melakukan tu­gasnya. Jika berlambat-lambat, maka akan dipertanyakan ma­sya­rakat. “Saya kira ini masalah ketegasan saja, sebab dalam pe­nyitaan, rintangan dan go­da­annya yang lebih besar. Se­bab, bisa ada iming-iming atau berbagai cara supaya proses itu tidak jalan atau dikaburkan. Di sinilah diuji komitmen dan ke­tegasan aparat penegak hukum kita,” tandasnya.

Tak Karu-karuan Karena Gugat Sendiri-sendiri

Sandi Ebenezer Situngkir, Majelis Pertimbangan PBHI

Anggota Majelis Pertim­bang­an Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) Sandi Ebe­nezer Situngkir me­nyam­paikan, untuk melakukan proses percepatan dan pengembalian kerugian masyarakat, maka kejaksaan bisa mengorganisir para korban untuk bersama-sama melakukan gugatan dan segera memroses perkaranya.

“Jaksa itu berperan sebagai kuasa hukum negara yang juga bertanggung jawab sebagai kua­sa hukum masyarakat, da­lam hal ini para nasabah yang di­rugikan. Jadi, jaksa itu bisa meng­organisir para korban untuk melakukan proses penuntutan,” ujarnya.

Sandi berpendapat, dalam pro­ses mendakwa, jaksa nanti­nya bisa menuntut Robert Tantular dengan pasal pidana ser­ta meminta pengembalian kerugian korban secara bersa­ma­an. “Sesuai Pasal 98 KUHAP, hal itu bisa dilakukan bersamaan. Dikembangkan melakukan tuntutan pidana dan juga ganti ruginya.”

Justru, katanya, bila kejak­sa­an membiarkan para korban me­lakukan proses sendiri-sen­diri, akan memakan waktu lama serta tidak efektif. “Kalau meng­­gunakan kuasa hukum sen­diri-sendiri, malah akan lama dan tak karu-karuan,” ucapnya.

Kendati begitu, menurut Sandi, kejaksaan bisa mengor­ga­nisir korban dan menunjuk kuasa hukum yang dianggap layak untuk melakukan pem­belaan terhadap para korban. “Semestinya negara mengor­ga­nisir para korban melalui ke­jaksaan, agar perkara ini tidak berlarut-larut,” sarannya.

Dia menambahkan, dalam kasus ini, polisi sebagai pe­nyidik melakukan pemeriksaan dan eksekusi. Penuntutan dila­ku­kan jaksa. Walaupun, jaksa bisa juga melakukan penyi­dikan. “Proses penyitaan dan penyidikan dilakukan polisi, dan proses penuntutan mewa­kili para korban dilakukan jaksa penuntut,” ujarnya. [Harian Rakyat Merdeka]


Populer

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

Terlibat TPPU, Gus Yazid Ditangkap dan Ditahan Kejati Jawa Tengah

Rabu, 24 Desember 2025 | 14:13

UPDATE

Kepala Daerah Dipilih DPRD Bikin Lemah Legitimasi Kepemimpinan

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:59

Jalan Terjal Distribusi BBM

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:39

Usulan Tanam Sawit Skala Besar di Papua Abaikan Hak Masyarakat Adat

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:16

Peraih Adhyaksa Award 2025 Didapuk jadi Kajari Tanah Datar

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:55

Pengesahan RUU Pengelolaan Perubahan Iklim Sangat Mendesak

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:36

Konser Jazz Natal Dibatalkan Gegara Pemasangan Nama Trump

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:16

ALFI Sulselbar Protes Penerbitan KBLI 2025 yang Sulitkan Pengusaha JPT

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:58

Pengendali Pertahanan Laut di Tarakan Kini Diemban Peraih Adhi Makayasa

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:32

Teknologi Arsinum BRIN Bantu Kebutuhan Air Bersih Korban Bencana

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:15

35 Kajari Dimutasi, 17 Kajari hanya Pindah Wilayah

Kamis, 25 Desember 2025 | 22:52

Selengkapnya