PT Chevron Pasific Indonesia
PT Chevron Pasific Indonesia
Kepala Pusat Penerangan HuÂkum Kejaksaan Agung Adi Toegarisman menyampaikan, peÂmeriksaan terhadap para pejabat BP Migas itu masih sebatas saksi.
“Mereka masih sebagai saksi untuk semua tersangka. Belum ada tersangka baru,†ujarnya.
Pada Senin lalu, Kejaksaan Agung memeriksa tiga pejabat Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) sebagai saksi kasus koÂrupsi pemulihan tanah (bioÂreÂmediasi) bekas lahan eksplorasi PT Chevron.
Tiga saksi yang diperiksa adaÂlah Kasubdin Konsolidasi dan MoÂnitoring Ladger BP Migas WaÂsito, Kepala Divisi PemeÂrikÂsaÂan Biaya Operasi BP Migas Budi Agustyono Sugiharto dan KeÂpala Divisi Akuntansi BP MiÂgas Nono Gunarso. “Tiga orang itu hadir meÂmenuhi panggilan penyidik, dan diperiksa sebagai saksi untuk seluruh tersangka,†kata Adi.
Menurut Adi, pemeriksaan terÂhadap tiga pejabat BP Migas itu untuk mempertajam pembuktian di persidangan nanti. MenurutÂnya, pemeriksaan terhadap para saksi itu, belum menandakan keÂterlibatan oknum di BP Migas. “Ada beberapa hal yang mesti diÂpertajam dan diperdalam. Masih belum mengarah,†ujarnya.
Dihubungi terpisah, Kepala DiÂvisi Humas, Sekuriti dan ForÂmalitas BP MIGAS Hadi PraÂsetyo membenarkan bahwa KeÂjakÂsaan Agung kembali meÂmeÂriksa tiga pejabatnya. Kesaksian terÂsebut, sambung Hadi, berÂkaiÂtan dengan proyek bioremediasi PT Chevron Pasific Indonesia.
“Benar telah diperiksa sebagai saksi, tapi saya tidak paham deÂtailnya. Yang saya tahu, peÂmeÂrikÂsaan itu berkaitan dengan pemÂbuÂkuan terkait proyek biorÂeÂmeÂdiasi. BP Migas dalam hal ini tentu mendukung dan mÂengÂhorÂmati kebutuhan penyidik KeÂjakÂsaan Agung,†kata Hadi.
Menurut Kapuspenkum KejÂaÂgung Adi Toegarisman, berkas para tersangka kasus ini, tidak lama lagi dilimpahkan ke penunÂtutan. Tersangka yang dimaksud adalah empat diantaranya karyaÂwan PT Chevron, yaitu Endah RuÂbiÂyanti, Widodo, Kukuh dan BachÂtiar Abdul Fatah.
Sedangkan dua tersangka lainÂnya dari peruÂsaÂhaan swasta keÂlompok kerÂjasama yakÂni, DirekÂtur PT Green Planet IndoÂnesia Ricksy PreÂmaturi dan DiÂrekÂtur PT Sumigita Jaya Herlan. “KaÂlau sudah tuntas, pasti dilimpahkan ke penunÂtuÂtan,†ujarnya.
Tapi, satu tersangka lainnya, yakni Alexiat Tirtawidjaja hingga kini belum memenuhi panggilan penyidik untuk menjalani pemeÂriksaan sebagai saksi maupun tersangka. Dia beralasan sedang menemani suaminya yang sakit di Amerika Serikat.
Perkara dugaan proyek fiktif peÂmulihan lingkungan ini, berÂawal dari perjanjian antara BP MiÂgas dan PT Chevron. Salah satu poin perjanjian itu, mengatur tentang biaya pemulihan lingÂkuÂngan bekas lahan eskpolrasi miÂÂnyak Chevron dengan cara biÂoÂremediasi. Bioremediasi adalah teknik penormalan tanah setelah terkena limbah minyak.
Chevron telah menunjuk dua peÂrusahaan untuk melakukan bioremediasi pada 2006 sampai 2011, yaitu PT Green Planet InÂdoÂnesia (GPI) dan PT Sumigita Jaya (SJ). Tapi, menurut KapusÂpenkum Kejagung, bioremediasi yang seharusnya dilakukan selaÂma perjanjian berlangsung, tidak dilaksanakan dua perusahaan yang ditunjuk Chevron itu.
Padahal, kata Kapuspenkum, untuk melakukan bioremediasi, anggaran sebesar 23,361 juta DoÂlar Amerika Serikat telah diajuÂkan ke BP Migas. Anggaran itu pun sudah dicairkan. Namun, tak ada kegiatan bioremediasi. ProÂgram bioremediasi itu diduga fikÂtif, sehingga negara dirugikan seÂkitar Rp 200 miliar.
Menurut Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Arnold Angkouw, dalam waktu dekat, berkas para tersangÂka kasus ini akan dilimpahkan ke peÂnuntutan. Namun, dia belum dapat memprediksi kapan berkas para tersangka bakal dilimpahkan ke penuntutan.
“Pembuktian sudah lengkap dan tidak lama lagi bisa ke peÂnuntutan. Sudah ramÂpung semua, tapi masih ada penelitian-peneÂlitian agar bukti tidak terleÂwatÂkan. Sudah kami evaluasi, dan laÂyak dibawa ke pengadilan. DiÂusahakan secepatnya ke peÂnunÂtutan,†kata Arnold.
Dia menambahkan, dalam peÂngusutan kasus ini, pihaknya beÂkerja ekstra hati-hati, mengiÂngat Chevron merupakan salah satu peÂrusahaan eksplorasi migas beÂsar di dunia.
REKA ULANG
Enam Tersangka Sudah Ditahan
Enam tersangka kasus Chevron akhirnya ditahan Kejaksaan Agung setelah menjalani pemeÂriksaan selama 10 jam.
“Semua unsur terpenuhi. PeÂnyidik memiliki bukti-bukti kuat mengenai tindak pidana korupsi yang dilakukan para tersangka,†kata Direktur Penyidikan pada JakÂsa Agung Muda Pidana KhuÂsus Arnold Angkouw di Gedung BunÂdar Kejaksaan Agung, seusai meÂmantau para penyidik meÂngangÂkut enam tersangka itu ke rumah tahaÂnan pada Rabu maÂlam (26/9).
Anggota kuasa hukum para terÂsangka dari pihak Chevron, MaqÂdir Ismail menyayangkan peÂnaÂhanan tersebut. “Padahal, mereka kooperatif, sudah dicegah ke luar neÂgeri dan tidak akan mengÂhiÂlangÂkan barang bukti. Jadi, peÂnaÂhanan ini tidak ada urgensinya. KaÂrena itu, kami akan meÂngaÂjuÂkan upaya penangguhan peÂnaÂhanan,†katanya.
Tapi, menurut Kapuspenkum Kejaksaan Agung Adi ToeÂgaÂrisÂman, penyidik belum ada niat unÂtuk mengabulkan upaya peÂnangÂguhan penahanan itu. “Memang ada pengajuan penangguhan penahanan, tapi masih dipelajari penyidik dan sambil melihat perkembangan penanganan kasus ini,†ujarnya.
Enam tersangka yang ditahan itu, terdiri dari empat orang PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) dan dua orang kelompok kerja sama operasi. Yang berasal dari Chevron, yaitu Endah Rubiyanti, Widodo, Kukuh dan Bachtiar Abdul Fatah. Dua tersangka lainÂnya yang ditahan adalah Direktur PT Green Planet Indonesia Ricksy Prematuri dan Direktur PT SuÂmigita Jaya, Herlan.
Para tersangka itu ditahan di Rumah Tahanan Salemba Cabang Kejaksaan Agung, Jakarta SelaÂtan dan Rutan Pondok Bambu, Jakarta Timur.
“Lima tersangka yang laki-laki, semua ditahan di RuÂtan SaÂlemba Cabang KejaÂgung. SeÂdangkan yang peremÂpuan, diÂtahan di Rutan Pondok Bambu,†kata Adi.
Dia menjelaskan, tersangka HerÂlan ditahan dengan Surat PeÂrintah Penahanan No Print-29/F.2/Fd.1/09/2012, Bahtiar Abdul FaÂtah dengan Surat Perintah PeÂnahanan No Print-30/F.2/Fd.1/09/2012, Widodo dengan Surat Perintah Penahanan No Print-31/F.2/Fd.1/09/2012, Endah RuÂbianÂti dengan Surat Perintah PenaÂhaÂnan No Print-32/F.2/Fd.1/09/2012, Kukuh Kerta Safari dengan Surat Perintah Penahanan No Print-33/F.2/Fd.1/09/2012, Riksy Prematuri dengan Surat Perintah Penahanan No Print-34/F.2/Fd.1/09/2012.
Sedangkan satu tersangka lainÂnya yang berasal dari pihak ChevÂron, yakni Alexiat TirtaÂwiÂjaya belum diperiksa dan belum diÂtahan karena masih berada di Amerika Serikat, dengan dalih menjaga suaminya yang sakit di neÂgeri Paman Sam itu.
Direktur Penyidikan pada JakÂsa Agung Muda Pidana Khusus Arnold Angkouw meyakini, AleÂxiat akan memenuhi panggilan unÂtuk diperiksa sebagai saksi mauÂpun tersangka. “Alexiat rugi kalau tidak datang, karena tidak bisa membela diri. Kalau tidak datang, dia kan dikejar-kejar persoalan ini,†katanya.
Sebaiknya KPK Lakukan Supervisi
Desmon J Mahesa, Anggota Komisi III DPR
Anggota Komisi III DPR DesÂmon J Mahesa menyamÂpaiÂkan, penanganan perkara koÂrupÂsi di kejaksaan perlu suÂpervisi KÂomisi Pemberantasan Korupsi.
Sebab, bukan hanya kasus Chevron yang tampak lelet meÂnyeret para pelaku dari unsur peÂmerintah, sejumlah kasus koÂrupsi lainnya di kejaksaan juga tidak memberikan kepuasan kepada publik.
“Sudah berkali-kali publik berÂteriak atas kinerja yang tak cuÂkup baik di kejakÂsaan. NyaÂtaÂnya, tetap saja publik meÂngeÂluhÂkan mereka. Tampaknya, peÂnÂanganan perkara di situ meÂmang kerap tak memuaskan,†nilainya.
Politisi Partai Gerindra ini meÂnyarankan, sesuai Undang UnÂdang KPK perlu melakukan fungsi supervisi terhadap peÂnaÂnganan perkara ini di Kejaksaan Agung. “Sebab, bila tidak beÂgiÂtu, tetap saja tak akan ada keÂmajuan berarti dalam pemÂbeÂrantasan korupsi,†katanya.
Bekas aktivis mahasiswa 1998 ini mengingatkan KPK agar tidak tebang pilih. “Itu tuÂgas mereka. Bila hanya kasus terÂtentu yang disupervisi, sama saja mereka tidak beres. Kita tahu, sudah terlalu sering publik tiÂdak puas pada tindakan keÂjakÂsaan, mengapa KPK malah tidak mensupervisi pengusutan kasus-kasus di kejaksaan,†ujarnya.
Desmon berpendapat, saat ini, andalan dalam penegakan hukum ada di pundak KPK. ReÂgulasi yang dimiliki KPK pun mewajibkan hal itu. “Jangankan kasus dugaan bioremediasi fikÂfif ini, kasus lainnya juga KPK harus turun tangan melakukan fungsi supervisi dan koordinasi. Itu yang paling perlu saat ini mereka lakukan,†ucapnya.
Desmon menduga, masih tiÂdak adanya pihak BP Migas dan Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) yang berÂtangÂgung jawab dalam kasus ini, menunjukkan ketidakseriusan dalam pengusutan perkara.
Sebab, menurutnya, tidak loÂgis jika kasus korupsi seperti ini tersangkanya hanya dari pihak swasta. “Itu sungguh meÂnÂcurÂiÂgaÂkan. Kita sudah tidak cukup haÂnya berteriak-teriak, mesti ada tindakan nyata mengusut di keÂjaÂksaan, karena itu KPK harus tuÂrun tangan,†tandasnya.
Tekad Mesti Kuat Dan Tidak Boleh Dipengaruhi
Frans Hendra Winarta, Pengajar Hukum Pidana
Pengajar Hukum Pidana UniÂversitas Pelita Harapan (UPH) Frans Hendra Winarta menilai, perkara korupsi yang diduga melibatkan koorporasi dan pejabat negara memang rumit. Alasannya, sejumlah aliÂran uang yang ada dalam kasus seperti ini harus benar-benar dapat dibuktikan.
“Korupsi atau tindak pidana korporasi pasti rumit karena diÂlakukan secara canggih, seperti perkara pencucian uang,†ujar Ketua Umum Persatuan AdÂvoÂkat Indonesia (PERADIN) ini.
Frans menambahkan, proses pengusutan kasus seperti ini lamban bisa karena kemamÂpuan jaksa yang tidak memadai daÂlam mengumpulkan bukti-bukÂti. Bisa juga memang karena kuÂrang bukti. “Kalau jalannya peÂngusutan tersendat-sendat, keÂmungkinan kurang bukti. Selain itu, tekad penyidik harus kuat dan tidak boleh dipengaruhi,†katanya.
Persoalan internal penyidik di kejaksaan, lanjut Frans, adaÂlah persoalan tersendiri yang pada akhirnya mempengaruhi kinerja dan tata cara pengusutan kasus korupsi yang ditaÂngaÂniÂnya. “Sebaiknya tanya KeÂjakÂsaan Agung apa masalahnya, keÂnapa kasus ini belum bisa sampai ke proses penuntutan,†ujar Frans.
Dia pun meminta, agar KeÂjakÂsaan Agung menyelidiki apaÂkah ada permainan dalam penanganan kasus ini. Sebab, modus seperti itu bisa saja terÂjadi, yang pada akhirnya memÂbuat penanganan perkara menÂjadi mandul. “Itu ada keÂmungÂkinan, tetapi harus dibuktikan,†ucapnya. [Harian Rakyat Merdeka]
Populer
Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16
Senin, 22 Desember 2025 | 17:57
Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33
Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07
Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10
Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37
Rabu, 24 Desember 2025 | 14:13
UPDATE
Jumat, 26 Desember 2025 | 12:12
Jumat, 26 Desember 2025 | 12:05
Jumat, 26 Desember 2025 | 11:56
Jumat, 26 Desember 2025 | 11:54
Jumat, 26 Desember 2025 | 11:48
Jumat, 26 Desember 2025 | 11:15
Jumat, 26 Desember 2025 | 11:00
Jumat, 26 Desember 2025 | 10:49
Jumat, 26 Desember 2025 | 10:35
Jumat, 26 Desember 2025 | 10:30