Berita

PT Chevron Pasific Indonesia

X-Files

Orang BP Migas Belum Jadi Tersangka Kasus Chevron

Masih Sebatas Diperiksa Sebagai Saksi
MINGGU, 21 OKTOBER 2012 | 10:42 WIB

Kendati telah dua kali diperiksa sebagai saksi, tiga pejabat Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi belum ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi pemulihan tanah bekas lahan tambang minyak PT Chevron Pasific Indonesia.

Kepala Pusat Penerangan Hu­kum Kejaksaan Agung Adi Toegarisman menyampaikan, pe­meriksaan terhadap para pejabat BP Migas itu masih sebatas saksi.

“Mereka masih sebagai saksi untuk semua tersangka. Belum ada tersangka baru,” ujarnya.

Pada Senin lalu, Kejaksaan Agung memeriksa tiga pejabat Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) sebagai saksi kasus ko­rupsi pemulihan tanah (bio­re­mediasi) bekas lahan eksplorasi PT Chevron.

Tiga saksi yang diperiksa ada­lah Kasubdin Konsolidasi dan Mo­nitoring Ladger BP Migas Wa­sito, Kepala Divisi Peme­rik­sa­an Biaya Operasi BP Migas Budi Agustyono Sugiharto dan Ke­pala Divisi Akuntansi BP Mi­gas Nono Gunarso. “Tiga orang itu hadir me­menuhi panggilan penyidik, dan diperiksa sebagai saksi untuk seluruh tersangka,” kata Adi.

Menurut Adi, pemeriksaan ter­hadap tiga pejabat BP Migas itu untuk mempertajam pembuktian di persidangan nanti. Menurut­nya, pemeriksaan terhadap para saksi itu, belum menandakan ke­terlibatan oknum di BP Migas. “Ada beberapa hal yang mesti di­pertajam dan diperdalam. Masih belum mengarah,” ujarnya.

Dihubungi terpisah, Kepala Di­visi Humas, Sekuriti dan For­malitas BP MIGAS Hadi Pra­setyo membenarkan bahwa Ke­jak­saan Agung kembali me­me­riksa tiga pejabatnya. Kesaksian ter­sebut, sambung Hadi, ber­kai­tan dengan proyek bioremediasi PT Chevron Pasific Indonesia.

“Benar telah diperiksa sebagai saksi, tapi saya tidak paham de­tailnya. Yang saya tahu, pe­me­rik­saan itu berkaitan dengan pem­bu­kuan terkait proyek bior­e­me­diasi. BP Migas dalam hal ini tentu mendukung dan m­eng­hor­mati kebutuhan penyidik Ke­jak­saan Agung,” kata Hadi.

Menurut Kapuspenkum Kej­a­gung Adi Toegarisman, berkas para tersangka kasus ini, tidak lama lagi dilimpahkan ke penun­tutan. Tersangka yang dimaksud adalah empat diantaranya karya­wan PT Chevron, yaitu Endah Ru­bi­yanti, Widodo, Kukuh dan Bach­tiar Abdul Fatah.

Sedangkan dua tersangka lain­nya dari peru­sa­haan swasta ke­lompok ker­jasama yak­ni, Direk­tur PT Green Planet Indo­nesia Ricksy Pre­maturi dan Di­rek­tur PT Sumigita Jaya Herlan. “Ka­lau sudah tuntas, pasti dilimpahkan ke penun­tu­tan,” ujarnya.

Tapi, satu tersangka lainnya, yakni Alexiat Tirtawidjaja hingga kini belum memenuhi panggilan penyidik untuk menjalani peme­riksaan sebagai saksi maupun tersangka. Dia beralasan sedang menemani suaminya yang sakit di Amerika Serikat.

Perkara dugaan proyek fiktif pe­mulihan lingkungan ini, ber­awal dari perjanjian antara BP Mi­gas dan PT Chevron. Salah satu poin perjanjian itu, mengatur tentang biaya pemulihan ling­ku­ngan bekas lahan eskpolrasi mi­­nyak Chevron dengan cara bi­o­remediasi. Bioremediasi adalah teknik penormalan tanah setelah terkena limbah minyak.

Chevron telah menunjuk dua pe­rusahaan untuk melakukan bioremediasi pada 2006 sampai 2011, yaitu PT Green Planet In­do­nesia (GPI) dan PT Sumigita Jaya (SJ). Tapi, menurut Kapus­penkum Kejagung, bioremediasi yang seharusnya dilakukan sela­ma perjanjian berlangsung, tidak dilaksanakan dua perusahaan yang ditunjuk Chevron itu.

Padahal, kata Kapuspenkum, untuk melakukan bioremediasi, anggaran sebesar 23,361 juta Do­lar Amerika Serikat telah diaju­kan ke BP Migas. Anggaran itu pun sudah dicairkan. Namun, tak ada kegiatan bioremediasi. Pro­gram bioremediasi itu diduga fik­tif, sehingga negara dirugikan se­kitar Rp 200 miliar.

Menurut Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus  Arnold Angkouw, dalam waktu dekat, berkas para tersang­ka kasus ini akan dilimpahkan ke pe­nuntutan. Namun, dia belum dapat memprediksi kapan berkas para tersangka bakal dilimpahkan ke penuntutan.

“Pembuktian sudah lengkap dan tidak lama lagi bisa ke pe­nuntutan. Sudah ram­pung semua, tapi masih ada penelitian-pene­litian agar bukti tidak terle­wat­kan. Sudah kami evaluasi, dan la­yak dibawa ke pengadilan. Di­usahakan secepatnya ke pe­nun­tutan,” kata Arnold.

Dia menambahkan, dalam pe­ngusutan kasus ini, pihaknya be­kerja ekstra hati-hati, mengi­ngat Chevron merupakan salah satu pe­rusahaan eksplorasi migas be­sar di dunia.

REKA ULANG

Enam Tersangka Sudah Ditahan

Enam tersangka kasus Chevron akhirnya ditahan Kejaksaan Agung setelah menjalani peme­riksaan selama 10 jam.

“Semua unsur terpenuhi. Pe­nyidik memiliki bukti-bukti kuat mengenai tindak pidana korupsi yang dilakukan para tersangka,” kata Direktur Penyidikan pada Jak­sa Agung Muda Pidana Khu­sus Arnold Angkouw di Gedung Bun­dar Kejaksaan Agung, seusai me­mantau para penyidik me­ngang­kut enam tersangka itu ke rumah taha­nan pada Rabu ma­lam (26/9).

Anggota kuasa hukum para ter­sangka dari pihak Chevron, Maq­dir Ismail menyayangkan pe­na­hanan tersebut. “Padahal, mereka kooperatif, sudah dicegah ke luar ne­geri dan tidak akan meng­hi­lang­kan barang bukti. Jadi, pe­na­hanan ini tidak ada urgensinya. Ka­rena itu, kami akan me­nga­ju­kan upaya penangguhan pe­na­hanan,” katanya.

Tapi, menurut Kapuspenkum Kejaksaan Agung Adi Toe­ga­ris­man, penyidik belum ada niat un­tuk mengabulkan upaya pe­nang­guhan penahanan itu. “Memang ada pengajuan penangguhan penahanan, tapi masih dipelajari penyidik dan sambil melihat perkembangan penanganan kasus ini,” ujarnya.

Enam tersangka yang ditahan itu, terdiri dari empat orang PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) dan dua orang kelompok kerja sama operasi. Yang berasal dari Chevron, yaitu Endah Rubiyanti, Widodo, Kukuh dan Bachtiar Abdul Fatah. Dua tersangka lain­nya yang ditahan adalah Direktur PT Green Planet Indonesia Ricksy Prematuri dan Direktur PT Su­migita Jaya, Herlan.

Para tersangka itu ditahan di Rumah Tahanan Salemba Cabang Kejaksaan Agung, Jakarta Sela­tan dan Rutan Pondok Bambu, Jakarta Timur.

“Lima tersangka yang laki-laki, semua ditahan di Ru­tan Sa­lemba Cabang Keja­gung. Se­dangkan yang perem­puan, di­tahan di Rutan Pondok Bambu,” kata Adi.

Dia menjelaskan, tersangka Her­lan ditahan dengan Surat Pe­rintah Penahanan No Print-29/F.2/Fd.1/09/2012, Bahtiar Abdul Fa­tah dengan Surat Perintah Pe­nahanan No Print-30/F.2/Fd.1/09/2012, Widodo dengan Surat Perintah Penahanan No Print-31/F.2/Fd.1/09/2012, Endah Ru­bian­ti dengan Surat Perintah Pena­ha­nan No Print-32/F.2/Fd.1/09/2012, Kukuh Kerta Safari dengan Surat Perintah Penahanan No Print-33/F.2/Fd.1/09/2012, Riksy Prematuri dengan Surat Perintah Penahanan No Print-34/F.2/Fd.1/09/2012.

Sedangkan satu tersangka lain­nya yang berasal dari pihak Chev­ron, yakni Alexiat Tirta­wi­jaya belum diperiksa dan belum di­tahan karena masih berada di Amerika Serikat, dengan dalih menjaga suaminya yang sakit di ne­geri Paman Sam itu.

Direktur Penyidikan pada Jak­sa Agung Muda Pidana Khusus Arnold Angkouw meyakini, Ale­xiat akan memenuhi panggilan un­tuk diperiksa sebagai saksi mau­pun tersangka. “Alexiat rugi kalau tidak datang, karena tidak bisa membela diri. Kalau tidak datang, dia kan dikejar-kejar persoalan ini,” katanya.

Sebaiknya KPK Lakukan Supervisi

Desmon J Mahesa, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR Des­mon J Mahesa menyam­pai­kan, penanganan perkara ko­rup­si di kejaksaan perlu su­pervisi K­omisi Pemberantasan Korupsi.

Sebab, bukan hanya kasus Chevron yang tampak lelet me­nyeret para pelaku dari unsur pe­merintah, sejumlah kasus ko­rupsi lainnya di kejaksaan juga tidak memberikan kepuasan kepada publik.

“Sudah berkali-kali publik ber­teriak atas kinerja yang tak cu­kup baik di kejak­saan. Nya­ta­nya, tetap saja publik me­nge­luh­kan mereka. Tampaknya, pe­n­anganan perkara di situ me­mang kerap tak memuaskan,” nilainya.

Politisi Partai Gerindra ini me­nyarankan, sesuai Undang Un­dang KPK perlu melakukan fungsi supervisi terhadap pe­na­nganan perkara ini di Kejaksaan Agung. “Sebab, bila tidak be­gi­tu, tetap saja tak akan ada ke­majuan berarti dalam pem­be­rantasan korupsi,” katanya.

Bekas aktivis mahasiswa 1998 ini mengingatkan KPK agar tidak tebang pilih.  “Itu tu­gas mereka. Bila hanya kasus ter­tentu yang disupervisi, sama saja mereka tidak beres. Kita tahu, sudah terlalu sering publik ti­dak puas pada tindakan ke­jak­saan, mengapa KPK malah tidak mensupervisi pengusutan kasus-kasus di kejaksaan,” ujarnya.

Desmon berpendapat, saat ini, andalan dalam penegakan hukum ada di pundak KPK. Re­gulasi yang dimiliki KPK pun mewajibkan hal itu. “Jangankan kasus dugaan bioremediasi fik­fif ini, kasus lainnya juga KPK harus turun tangan melakukan fungsi supervisi dan koordinasi. Itu yang paling perlu saat ini mereka lakukan,” ucapnya.

Desmon menduga, masih ti­dak adanya pihak BP Migas dan Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) yang ber­tang­gung jawab dalam kasus ini, menunjukkan ketidakseriusan dalam pengusutan perkara.

Sebab, menurutnya, tidak lo­gis jika kasus korupsi seperti ini tersangkanya hanya dari pihak swasta. “Itu sungguh me­n­cur­i­ga­kan. Kita sudah tidak cukup ha­nya berteriak-teriak, mesti ada tindakan nyata mengusut di ke­ja­ksaan, karena itu KPK harus tu­run tangan,” tandasnya.

Tekad Mesti Kuat Dan Tidak Boleh Dipengaruhi

Frans Hendra Winarta, Pengajar Hukum Pidana

Pengajar Hukum Pidana Uni­versitas Pelita Harapan (UPH) Frans Hendra Winarta menilai, perkara korupsi yang diduga melibatkan koorporasi dan pejabat negara memang rumit. Alasannya, sejumlah ali­ran uang yang ada dalam kasus seperti ini harus benar-benar dapat dibuktikan.

“Korupsi atau tindak pidana korporasi pasti rumit karena di­lakukan secara canggih, seperti perkara pencucian uang,” ujar Ketua Umum Persatuan Ad­vo­kat Indonesia (PERADIN) ini.

Frans menambahkan, proses pengusutan kasus seperti ini lamban bisa karena kemam­puan jaksa yang tidak memadai da­lam mengumpulkan bukti-buk­ti. Bisa juga memang karena ku­rang bukti. “Kalau jalannya pe­ngusutan tersendat-sendat, ke­mungkinan kurang bukti. Selain itu, tekad penyidik harus kuat dan tidak boleh dipengaruhi,” katanya.

Persoalan internal penyidik di kejaksaan, lanjut Frans, ada­lah persoalan tersendiri yang pada akhirnya mempengaruhi kinerja dan tata cara pengusutan kasus korupsi yang dita­nga­ni­nya. “Sebaiknya tanya Ke­jak­saan Agung apa masalahnya, ke­napa kasus ini belum bisa sampai ke proses penuntutan,” ujar Frans.

Dia pun meminta, agar Ke­jak­saan Agung menyelidiki apa­kah ada permainan dalam penanganan kasus ini. Sebab, modus seperti itu bisa saja ter­jadi, yang pada akhirnya mem­buat penanganan perkara men­jadi mandul. “Itu ada ke­mung­kinan, tetapi harus dibuktikan,” ucapnya.  [Harian Rakyat Merdeka]


Populer

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Terlibat TPPU, Gus Yazid Ditangkap dan Ditahan Kejati Jawa Tengah

Rabu, 24 Desember 2025 | 14:13

UPDATE

Bank Mandiri Berikan Relaksasi Kredit Nasabah Terdampak Bencana Sumatera

Jumat, 26 Desember 2025 | 12:12

UMP Jakarta 2026 Naik Jadi Rp5,72 Juta, Begini Respon Pengusaha

Jumat, 26 Desember 2025 | 12:05

Pemerintah Imbau Warga Pantau Peringatan BMKG Selama Nataru

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:56

PMI Jaksel Salurkan Bantuan untuk Korban Bencana di Sumatera

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:54

Trump Selipkan Sindiran untuk Oposisi dalam Pesan Natal

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:48

Pemerintah Kejar Pembangunan Huntara dan Huntap bagi Korban Bencana di Aceh

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:15

Akhir Pelarian Tigran Denre, Suami Selebgram Donna Fabiola yang Terjerat Kasus Narkoba

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:00

Puan Serukan Natal dan Tahun Baru Penuh Empati bagi Korban Bencana

Jumat, 26 Desember 2025 | 10:49

Emas Antam Naik, Buyback Nyaris Tembus Rp2,5 Juta per Gram

Jumat, 26 Desember 2025 | 10:35

Sekolah di Sumut dan Sumbar Pulih 90 Persen, Aceh Menyusul

Jumat, 26 Desember 2025 | 10:30

Selengkapnya