Berita

PT Askrindo

X-Files

Kerugian Keuangan Negara Kasus Askrindo 442 Miliar

Ditegaskan Saksi Ahli Dari BPKP
SELASA, 16 OKTOBER 2012 | 09:02 WIB

Apa kabar kasus pembobolan dana perusahaan asuransi milik BUMN, PT Asuransi Kredit Indonesia?  

Sidang kasus pembobolan da­na PT Askrindo di Pengadilan Ti­pi­kor Jakarta semakin panas. Saksi ahli dari Badan Penga­was­an Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Harapan Tampubolon me­nyatakan, dana Rp 35 miliar dari terdakwa Umar Zein tidak bisa dianggap uang peng­ganti kerugian negara.

Pemeriksaan Harapan kemarin berlangsung alot. Pasalnya, ha­kim maupun terdakwa seringkali mencecar Harapan dengan perta­nyaan menohok. Saksi yang me­ngenakan kemeja putih ini pun menjawab tidak kalah sengit.  

Harapan dihadirkan jaksa un­tuk memberi kesaksian bagi ter­dak­wa Direktur Utama PT Tran­ka Kabel, Umar Zein. Dalam ke­saksiannya di hadapan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Harapan membeberkan, dugaan pencucian uang oleh Umar sangat kental.

Dia menyebutkan, pada pe­me­rik­saan berkas dokumen, terlihat bagaimana skema pencucian uang berjalan. Dia menyatakan, sum­ber dana dari PT Askrindo awalnya  menggelontor ke per­usa­haan manajer investasi, PT Ja­karta Investmen (JI). Dari per­usa­haan tersebut, dana dialihkan ke PT Aloko. Dari Aloko, dana didis­tribusikan lagi ke PT Tranka Kabel.

Dari Tranka, dana lalu ditrans­fer ke rekening Umar. Tak ber­henti sampai di situ, Umar kem­bali mengalirkan dana balik ke PT Tranka miliknya. Lalu, oleh PT Tranka, dana kembali dima­suk­kan ke rekening Umar, dan oleh Umar dana dimasukkan ke Askrindo.

Mendengar anggota majelis hakim Pangeran Napitupulu berta­nya, apabila ada pemba­yaran bunga dari manajer inves­tasi ke Askrindo, apakah hal itu bisa dianggap mengurangi keru­gian negara, Harapan menjawab tegas, “Tidak. Jadi, tidak ada return. Bagi kami itu hanya pe­nyelamatan saja.”

Lalu, Pangeran bertanya lagi, “Apakah itu mengurangi ke­ru­gian yang Rp 442 miliar.” Pa­nge­ran menjawab, “Tidak. Tetap Rp 442 miliar yang menjadi ke­ru­gian. Karena basicallynya su­dah menyimpang. Ada total loss.”

Pangeran kembali bertanya, “Berarti pengembalian bunga itu tidak mengurangi kerugian ne­gara? Kenapa?” Sejenak Harapan terdiam. Situasi sidang sempat hening. Tak lama kemudian, saksi menyatakan, “Karena bunga adalah hasil investasi, itu tidak bisa diperhitungkan sebagai pengembalian kerugian negara Yang Mulia.”

Harapan memaparkan, uang Rp 35 miliar itu adalah hasil in­vestasi. Bunga yang diperoleh dari perusahaan manajer investasi JI ini, tidak bisa dikategorikan sebagai pengembalian kerugian ne­gara. Soalnya, kerugian yang diderita Askrindo Rp 442 miliar sudah terjadi.

Harapan mengemukakan, ke­simpulan tersebut menjadi bagian pertanggungjawaban auditor BPKP kepada penyidik ke­po­li­sian. Lebih jauh, hakim me­na­nyakan, bagaimana alur atau mekanisme permintaan kesaksian Harapan dari penyidik kepolisian.

Harapan membeberkan, perta­ma kali, penyidik Polda Metro Jaya mengajukan permintaan peng­hitungan kerugian negara. Untuk menjawab permintaan itu, saksi membuat laporan. Setelah itu, saksi pun dipanggil untuk mem­beri keterangan seputar pene­lusuran dan kesimpulan seputar aliran dana Askrindo.

Namun, ketika hakim mena­nya­kan, apakah saat itu saksi me­nge­tahui total uang di rekening ter­dakwa, Harapan menyatakan, tidak tahu. Dalam pemeriksaan, katanya, saksi ahli mengecek kopi rekening koran milik Umar Zein. “Berapa banyak saldonya. Saya tidak tahu berapa kira-kira. Saya tidak melihat saldo akhir.” Dia bersikukuh, bagi saksi ahli, data kopian itu sudah cukup un­tuk menyimpulkan adanya du­gaan kerugian negara.

Kemudian terdakwa menyoal, apakah waktu saksi diperiksa, ada data yang diserahkan penyidik ten­tang berapa dana yang dibe­ri­kan Tranka kepada perusahaan ma­najer investasi, dan pihak lain­nya? Saksi menjawab, ada Rp 10 miliar berupa  pengembalian dan Rp 25 miliar kepada manajer investasi.

Lalu Umar mengajukan perta­nyaan, “Apa ada perbedaan sis­tem akutansi pemerintahan de­ngan akuntansi perusahaan?” Saksi menyatakan, tentu ada per­bedaan.  Saksi pun menjabarkan perbedaan mekanisme sistem aku­tan­si tersebut. “Apa rele­van­sinya dengan kasus ini,” sergah­nya.

Umar juga menyoal tentang data fotokopi yang diaudit saksi ahli. “Berdasar surat apa, peng­hitungan kerugian negara hanya berdasarkan fotokopi dokumen?” Saksi pun menjawab, data foto­ko­pian itu sudah bisa dianggap cukup memenuhi syarat audit.

Terdakwa pun menghadirkan saksi ahli me­ringankan, yakni  ahli bidang pasar modal, Haiman Adler Manurung. Namun, Ketua Majelis Hakim keburu mengetuk palu, tanda sidang ini ditutup. Sidang dilanjutkan pekan depan.

Reka Ulang

Tak Mampu Bayar Ke Bank Mandiri

Dua petinggi PT Askrindo, Zulfan Lubis dan Rene Setiawan terbukti melakukan tindak pidana korupsi pengelolaan dana in­ves­tasi perusahaan asuransi pelat merah itu.

“Menyatakan terdakwa ter­buk­ti secara sah dan menyakinkan me­lakukan tindak pidana korupsi se­cara bersama-sama,” ujar Ke­tua Majelis Hakim Pangeran Na­pitupulu saat menjatuhkan vonis hukuman pada Zulfan Lubis di Pengadilan Tipikor Jakarta.

Kasus ini bermula ketika PT As­krindo menjadi penjamin letter of credit (L/C) yang diterbitkan PT Bank Mandiri.

L/C dicairkan ke empat peru­sa­haan, yaitu PT Tranka Kabel, PT Vitron, PT Indowan, dan PT Mul­timegah.

Ketika memasuki jatuh tempo, empat nasabah itu tak mampu mem­bayar L/C kepada Bank Man­­diri. Sehingga, Askrindo harus membayar jaminan L/C pada Bank Mandiri. PT Askrindo ke­mudian menerbitkan pro­mis­sory notes (PN) dan medium term notes (MTN) atas empat nasabah itu.

Tujuannya, agar jaminan yang dibayarkan Askrindo pada Bank Mandiri, kembali ke kas Askrin­do. PT Askrindo kemudian me­nya­lurkan dana melalui jasa per­usahaan manajer investasi (MI) untuk disalurkan ke empat nasabah.

“Terdakwa menem­pat­kan investasi melalui manajer in­vestasi, dengan total dana yang diin­vestasikan Rp 442 miliar. Tu­juannya, memberi dana talangan untuk nasabah PT Askrindo yang belum bisa membayar,” kata hakim anggota Alexander.

Namun, manajer investasi dari empat perusahaan, yakni PT Ja­karta Asset Management (JAM), PT Jakarta Investment (JI),  PT Reliance Asset Management (RAM) dan PT Harvestindo Asset Management (HAM) tidak dapat mengembalikan dana ke PT Askrindo. “Penempatan investasi tidak dilakukan dengan prinsip kehatihatian dan tidak meng­hitung resiko kerugian. Terbukti terdakwa melakukan perbuatan melawan hukum,” sebut hakim Alexander.

Hakim Ketua menyebut, pe­nem­patan dana Askrindo dalam bentuk repurchase agreement (Repo), kontrak pengelolaan da­na (KPD), obligasi, dan rek­sadana telah memperkaya pihak manajer investasi.

Dari dana investasi Rp 442 miliar, manajer investasi baru me­ngembalikan Rp 35 miliar. Ter­sisa Rp 406,9 miliar yang be­lum kembali ke kas PT Askrindo. “Dana yang belum kembali adalah kerugian PT Askrindo. Ka­rena sahamnya milik pe­me­rintah, maka keuangan PT As­krindo adalah keuangan negara,” tegas Pangeran.

Terdakwa, kata Pangeran, me­nyetujui penempatan investasi Rp 442 miliar. Dari situ para manajer investasi memperoleh manajer fee. “Terdakwa menandatangani pe­nempatan investasi atas per­setujuan Direktur Keuangan As­krindo, Rene Setiawan,” im­buh­nya.

Kasus Askrindo Diduga Penuh Unsur Rekayasa

Boyamin Saiman, Koordinator LSM MAKI

Koordinator LSM Ma­sya­rakat Anti Korupsi Indo­nesia (MAKI) Boyamin Saiman meminta majelis hakim Pe­nga­dilan Tipikor cermat menilai semua fakta yang terungkap dalam persidangan.

Hal itu ditujukan agar aktor besar di balik aksi pembobolan dana PT Asuransi Kredit Indo­nesia (Askrindo) divonis berat. “Kasus Askrindo ini penuh un­su­r rekayasa,” ujarnya, kemarin.

Hal tersebut terlihat dari mun­culnya sederet perusahaan manajer investasi. Dengan kata lain, ada semacam broker atau pia­lang yang secara sengaja be­kerja sama memanfaatkan dana Askrindo.

Dia pun menduga, perusaha­an yang dijadikan penjaminan itu juga akal-akalan. Atas du­gaan tersebut, dia meng­ingat­kan hakim betul-betul mampu menganalisa persoalan secara jernih. Dari situ diharapkan, mo­tivasi dan modus para pe­laku membobol dana milik ne­gara lewat Askrindo ter­ung­kap secara gamblang.

Boyamin pun berharap, se­mua aktor di balik kasus ini bisa diadili sesuai ketentuan hukum yang ada. Ia me­nambahkan, ke­saksian saksi ahli menjadi faktor penting dalam persi­dangan kasus ini.

Ia juga berharap, kepolisian, kejaksaan dan penegak hukum lainnya optimal dalam me­nin­dak­lanjuti perkara tersebut. “Apa­lagi dalam kasus ini masih ada berkas tersangka yang be­lum masuk pengadilan,” ujarnya.

Menurutnya, masih ada pihak lain yang diduga kuat terkait kasus tersebut. Sehingga, harus dikejar dan diungkap secara proporsional.

Lantaran itu, dia berharap, hakim benar-benar fokus me­ngarahkan perkara ke pihak-pihak yang diduga terli­bat da­lam kasus ini. “Jika ada petinggi Askrindo lain dan pihak pe­ngawas modal yang terlibat, hen­daknya segera diproses juga­,” tandasnya.

Berharap Hakim Berani Timbulkan Efek Jera

M Taslim Chaniago, Anggota Komisi III DPR

Politisi PAN M Taslim Cha­nia­go menyata­kan, kasus ko­rup­si dana PT Asuransi Kredit In­donesia (Askrindo) me­li­batkan kelompok intelektual. Dia menduga, para pelaku da­lam kasus ini adalah kelompok penjahat ekonomi yang biasa melakukan tindak kejahatan per­bankan.

Dia berharap, optimalisasi pengusutan kasus ini mampu me­­nyingkap keterlibatan semua pelaku. “Dari yang kecil-kecil sam­­pai pelaku kakap,” katanya.

Taslim pun meminta, efek men­­cuatnya kasus Askrindo ini men­jadi pemicu untuk me­ning­katkan pengawasan terhadap perusahaan manajer investasi. Hal itu penting, mengingat ka­sus seperti ini sangat berkaitan de­ngan perekonomian. Dia ber­harap, melalui  pengawasan yang ketat, stabilitas ekonomi bisa terjaga. â€Iklim investasi bisa terganggu akibat perilaku menyimpang seperti itu,” tan­dasnya.

Dia menggarisbawahi, jika sanksi terhadap para pelaku ka­sus ini jelas dan tegas, ma­ka kemungkinan munculnya per­­kara serupa menjadi lebih ke­cil. Makanya, kata Taslim, hu­kuman atau vonis berat ter­hadap para pelaku kejahatan sektor ini perlu diambil. Hal tersebut sangat penting untuk menciptakan efek jera.

Dengan ancaman hukuman mak­simal dan denda yang besar, maka orang akan berpikir berulangkali ketika hendak me­lakukan kejahatan seperti ini. “Tentunya diperlukan sikap tegas dari penegak hukum, serta ke­mauan keras dan niat baik ins­pektorat atau pihak penga­was jasa keuangan yang secara ber­kesinambungan  menge­va­luasi penyimpangan.” [Harian Rakyat Merdeka]


Populer

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Terlibat TPPU, Gus Yazid Ditangkap dan Ditahan Kejati Jawa Tengah

Rabu, 24 Desember 2025 | 14:13

UPDATE

Bank Mandiri Berikan Relaksasi Kredit Nasabah Terdampak Bencana Sumatera

Jumat, 26 Desember 2025 | 12:12

UMP Jakarta 2026 Naik Jadi Rp5,72 Juta, Begini Respon Pengusaha

Jumat, 26 Desember 2025 | 12:05

Pemerintah Imbau Warga Pantau Peringatan BMKG Selama Nataru

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:56

PMI Jaksel Salurkan Bantuan untuk Korban Bencana di Sumatera

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:54

Trump Selipkan Sindiran untuk Oposisi dalam Pesan Natal

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:48

Pemerintah Kejar Pembangunan Huntara dan Huntap bagi Korban Bencana di Aceh

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:15

Akhir Pelarian Tigran Denre, Suami Selebgram Donna Fabiola yang Terjerat Kasus Narkoba

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:00

Puan Serukan Natal dan Tahun Baru Penuh Empati bagi Korban Bencana

Jumat, 26 Desember 2025 | 10:49

Emas Antam Naik, Buyback Nyaris Tembus Rp2,5 Juta per Gram

Jumat, 26 Desember 2025 | 10:35

Sekolah di Sumut dan Sumbar Pulih 90 Persen, Aceh Menyusul

Jumat, 26 Desember 2025 | 10:30

Selengkapnya