Fahd A Rafiq
Fahd A Rafiq
Jaksa mendakwa Fahd A Rafiq terlibat aksi penyuapan pada Wa Ode Nurhayati. Dakwaan didaÂsari adanya pertemuan dengan pengusaha Andi Haris Surahman guna menyusun skenario suap.
Jaksa I Kadek Wiradana meÂnyeÂbutkan, Fahd A Rafiq alias Fahd El Fouz diduga merancang penyuapan pada anggota Badan Anggaran DPR Wa Ode NurÂhaÂyati. Penyuapan dilaksanakan seÂtelah Fahd mengetahui adanya pembahasan alokasi dana pemÂbangunan infrastruktur daerah (DPID) tahun anggaran 2011.
Ketika itu, September 2010, Fahd menemui pengusaha Haris Surahman. Pertemuan dilakukan di Kantor DPP Partai Golkar,
Jalan Anggrek Neli Murni, SliÂpi, Jakarta Barat. Seperti diÂkeÂtaÂhui, Fahd dan Haris adalah kader GolÂkar. Fahd merupakan kader Golkar dari unsur Musyawarah Kekeluargaan dan Gotong RoÂyong (MKGR).
Pada pertemuan itu, Fahd meÂnyampaikan permintaan agar koÂleganya mencarikan anggota BangÂgar DPR yang bisa meloÂlosÂkan proyek untuknya.
Haris pun sepakat. Dia lalu mengÂhubungi staf Wa Ode berÂnama Syarif Ahmad. Dalam perÂcakapan, Haris minta agar Syarif memediasi pertemuan antara Fahd dengan bosnya. Setelah mendapat kepastian, Fahd pun bergegas pergi.
Selang beberapa hari keÂmÂuÂdian, difasilitasi Syarif, Haris berÂtemu dengan Wa Ode. Kali ini perÂtemuan berlangsung di ResÂtoran Pulau Dua, Senayan. Pada perÂtemuan ini, Haris meÂnyamÂpaiÂkan keinginan Fahd agar Wa Ode mengusahakan tiga kabupaten di Aceh mendapat jatah DPID.
“Wa Ode menyanggupi dengan mengatakan agar masing-masing daerah mengajukan proposal,†ucap Kadek. Tindaklanjut atas hal tersebut direspon Haris secara makÂÂsimal. Untuk keperluan ini, Haris ditemani Fahd pun meneÂmui Wa Ode di Gedung DPR. “PerÂteÂmÂuÂan dilakukan pada OkÂtober 2010,†ujarÂnya. Kali ini, giliran Fahd yang ambil alih topik pembicaraan.
Jaksa menguraikan, saat itu, Fahd meminta agar alokasi di tiga kabupaten di Aceh, masing-maÂsing nominalnya Rp 40 miliar. Wa Ode menanggapi hal itu seÂcara positif. Menurut jaksa, Wa Ode pun menanyakan, apa koÂmitÂmen Fahd apabila alokasi angÂgaÂran tersebut disetujui.
Fahd menjanjikan, meÂnyiÂsihÂkan anggaran lima sampai enam persen untuk Wa Ode. “Terdakwa sanggup memberi lima sampai enam persen,†tambah Kadek. SeÂÂtelah ada kesepakatan, lalu Fahd mengontak koleganya, peÂngusaha di Aceh bernama Zamzami.
Dia meminta Zamzani meÂnyiapÂkan dan mengajukan proÂposal. Tidak lupa pula Fahd berÂpesan agar Zamzani menyiapkan dana Rp 7,34 miliar seperti yang diminta Wa Ode.
Kata jaksa, Fahd menjanjikan Zamzani nantinya sebagai pelakÂsana proyek tersebut. Singkatnya, imbuh Kadek, pengiriman uang pada Wa Ode pun berjalan secara bertahap. Uang dikirim melalui tranÂsfer oleh Fahd ke rekening HaÂris senilai Rp 6 miliar.
Dari total tersebut, Haris meÂngirim ke staf Wa Ode, Stefa YoÂlanda Rp 5,25 miliar dan Syarif Rp 250 juta. Angka tersebut meÂrupakan realisasi dari komitmen lima sampai enam persen yang dijanjikan Fahd dan Haris kepada Wa Ode sebesar Rp 5,5 miliar.
Ditambahkan Kadek, peÂngiÂriÂman transfer rekening kepada dua staf Wa Ode, dilakukan atas perÂminÂtaan Wa Ode. Selanjutnya, jakÂsa Rini Triningsih meÂngeÂmuÂkaÂkan, akibat tindakannya, Fahd dinilai melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a Undang Undang Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP. “Pemberian suap ditujukan untuk pengurusan anggaran DPID di tiga Kabupaten di Aceh, yakni Aceh Besar, Pidie Jaya dan Bener Meriah,†tegasnya.
Menanggapi dakwaan tersebut, Fahd yang mengenakan seragam tahanan KPK tidak berkelit. Dia mengaku, menyuap Wa Ode NurÂhayati Rp 5,5 M. Menanggapi perÂtanyaan hakim Suhartoyo, Fahd menyatakan, 90 persen isi dakÂwaÂan benar adanya. “Pada prinsipnya saya memahami, dan 90 persen dakwaan itu benar,†ucapnya.
Bahkan, seusai sidang perdana kemarin, Fahd menambahkan, total uang yang dikeluarkannya buÂkan Rp 5,5 miliar. Melainkan Rp 6 miliar. Menurut dia, sisa uang yang dikirim ke Wa Ode diberikan pada Haris senilai Rp 500 juta.
Menanggapi dakwaan jaksa, kuasa hukum Fahd, R Alfonso meÂminta hakim dan jaksa berÂtinÂdak proÂporsional. Pihaknya meÂminta agar Andi Haris Surahman juga dijadikan tersangka. “SamÂpai seÂkarang Haris tidak mengaku meÂnerima uang dari Fahd,†ucapnya. Hal itu dinilai janggal kareÂna Haris puÂnya peran sebagai penghubung antara Fahd dengan Wa Ode.
Reka Ulang
Wa Ode Dituntut 14 Tahun Penjara
Dalam kasus suap pembahasan dana pembangunan infrastruktur daeÂrah (DPID), jaksa menuntut terdakwa Wa Ode Nurhayati huÂkuÂman 14 tahun penjara. TuntuÂtan berat itu, diajukan jaksa deÂngan pertimbangan adanya akuÂmulasi tuntutan perkara korupsi dan tindak pidana pencucian uang.
Untuk kasus korupsi, jaksa meÂnuntut Wa Ode dipenjara empat tahun. Sedangkan untuk kasus penÂcucian uang, jaksa menuntut terdakwa 10 tahun penjara. DaÂlam dakwaan pertama, Wa Ode dianggap melanggar Pasal 12 huruf a UU Nomor 31/1999 sebaÂgaimana diubah dengan UU NoÂmor 20/2001 tentang PembÂeÂraÂnÂtaÂsan Tindak Pidana Korupsi.
Dalam perkara tersebut, meÂnurut jaksa, Wa Ode menerima hadiah berupa uang Rp 6,25 miÂliar dari tiga pengusaha. Uang suap itu diduga terkait peÂnguruÂsan alokasi DPID di tiga kaÂbuÂpaten di NAD dan Kabupaten Minahasa. Dari total uang itu, Fahd tercatat memÂberikan uang Rp 5,5 miliar.
Pada dakwaan kedua, Wa Ode dinilai terbukti melanggar Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tenÂtang Pencegahan dan PemÂbeÂranÂtasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Pada perkara ini, menurut jaksa, Wa Ode secara sengaja meÂngalihkan uang dalam bentuk deÂposito berjangka, membayar fasiÂlitas bunga utang, termasuk memÂbayar angsuran rumah untuk meÂnyamarkan asal usul uang yang merupakan hasil tindak pidana.
Menanggapi tuntutan hukuman penjara 14 tahun itu, kuasa huÂkum Wa Ode Nurhayati, yakni Wa Ode Nur Zainab meradang. SeÂusai siÂdang, Zainab menyaÂtaÂkan, klienÂnya tidak melakukan korupsi terÂkait pembahasan aloÂkasi DPID.
Menurut Zainab, jaksa tidak bisa membuktikan uang yang diÂsimpan di rekening kliennya terÂkait penÂcucian uang hasil korupsi. Soalnya, jaksa sama sekali tidak pernah memeriksa asal usul harta kliennya.
Semestinya, lanjut dia, jaksa meÂnguraikan bukti yang bisa diÂjadikan dasar untuk menerapkan keterkaitan pasal pidana korupsi itu dengan pasal pencucian uang. “Hakim belum pernah memeÂrinÂtahÂkan terdakwa membuktikan asal-usul harta. Bagaimana mungÂkin logika penuntut umum mengkualifikasi tindak pidana pencucian uang? Karena pentingÂnya tindak pidana asal, maka haÂrus dibuktikan lebih dulu oleh jaksa,†belanya.
Zainab pun menyayangkan siÂkap jaksa yang membacakan dua tuntutan sekaligus. “Tidak perÂnah ada hukum acara begitu, kaÂlau mau bikin, 14 tahun akuÂmuÂlasi,†tegasnya.
Tinggal Ungkap Siapa Lagi Yang Terlibat
Iwan Gunawan, Sekjen PMHI
Sekjen Perhimpunan MaÂgisÂter Hukum Indonesia (PMHI) Iwan Gunawan menyatakan, Fahd A Rafiq sulit lolos dari perÂkara ini. Makanya, Fahd pasÂrah saja membenarkan dakwaan jaksa.
“Jika ada pihak yang meneÂrima suap, maka ada pihak yang menjadi penyuapnya. Hal terÂsebut mutlak diperlukan dalam pengusutan kasus suap seperti ini,†katanya, kemarin.
Tinggal kelanjutannya, samÂbung dia, bagaimana penyidik maupun penuntut dalam kasus ini mengungkap siapa pihak lain yang terkait. Oleh kareÂnaÂnya, tidak salah apabila peÂnyiÂdik KPK masih mendalami perÂkara ini.
“Pemanggilan dan peÂmeÂrikÂsaan saksi-saksi henÂdakÂnya diÂinÂtensifkan. Apalagi, pada perÂkara ini, terdakwa Wa Ode NurÂhaÂyati maupun Fahd pernah meÂnyebut sejumlah nama,†ingatnya.
Dia menggarisbawahi, nama-nama yang disampaikan kedua terdakwa juga bukan nama semÂbarangan. Oleh karenanya, dia sepakat bila klarifikasi oleh peÂnyidik KPK dilakukan seÂcara komÂprehensif. Sebab bisa jadi, duga dia, dalam kasus ini meÂmang benar ada keterlibatan piÂhak lain di luar Wa Ode dan Fahd.
Klarifikasi yang proporsional dan mendalam tersebut, lanjut Iwan, nantinya bisa dijadikan modal untuk menepis tuduhan bahwa pengungkapan kasus ini tidak profesional. “Selama ini kan masih ada anggapan bahwa terdakwa diÂkorbankan dalam perkara ini,†tandasnya.
Profesionalisme dalam meÂnguÂsut kasus ini, imbuhnya, juga akan memberi gambaran bahÂwa KPK punya komitmen memberantas korupsi tanpa panÂdang bulu. “Jadi, tindakan huÂkum itu berlaku sama bagi siapa pun. Tidak ada yang diÂbeda-bedakan.â€
Jangan Merasa Paling Benar Sendirian Saja
Ruhut Sitompul, Anggota Komisi III DPR
Politisi Partai Demokrat Ruhut Sitompul mengingatkan semua pihak berhati-hati dalam menentukan langkah hukum. Dia meyakini, koleganya di DPR selama ini optimal dalam mendukung langkah penegakan hukum ke arah yang lebih baik.
Menurut dia, pada prinsipnya semua warga negara harus tunÂduk dan patuh kepada hukum. Jadi, tidak ada alasan bagi tiap warga negara untuk tidak taat azas hukum. “Semua tindakan, ada konsekuensi hukumnya,†kata dia.
Dengan asumsi itu, dia meÂminta semua kalangan meÂnyaÂdari hal tersebut. Soalnya, deÂngan kesadaran hukum itu, maka efek kepatuhan hukum akan muncul. Dinamika seperti ini, biasanya tumbuh seiring dan sejalan.
Kemungkinan munculnya kontroversi seputar sikap KPK dan para elit yang diduga terkait masalah hukum, hendaknya seÂgera dihentikan. Jangan ada lagi, sikap arogan masing-maÂsing pihak. “Apalagi merasa diÂriÂnya paling benar sendiri,†tegasnya.
Lebih jauh, dia mengÂhaÂrapÂkan koordinasi antar instansi mauÂpun individu, sangat diperÂluÂkan dalam menciptakan peÂneÂgakan hukum. Dalam konteks ini, dia menyatakan, setiap piÂhak meÂmiÂliki fungsi, tugas dan tangÂgungÂjawab sendiri-sendiri. SinÂkroÂniÂsasi maupun sinergi peranan tersebut sangat penting saat ini.
Efektifitas menyangkut hal terÂsebut, lanjut dia, diharapkan akan mampu meminimalisir konflik terkait penindakan huÂkum. “Jadi semua pihak bisa meÂngambil jalan terbaik dalam meÂnyikapi setiap persoalan hukum yang ada,†imbuhnya. [Harian Rakyat Merdeka]
Populer
Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16
Senin, 22 Desember 2025 | 17:57
Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33
Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07
Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10
Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37
Rabu, 24 Desember 2025 | 14:13
UPDATE
Jumat, 26 Desember 2025 | 12:12
Jumat, 26 Desember 2025 | 12:05
Jumat, 26 Desember 2025 | 11:56
Jumat, 26 Desember 2025 | 11:54
Jumat, 26 Desember 2025 | 11:48
Jumat, 26 Desember 2025 | 11:15
Jumat, 26 Desember 2025 | 11:00
Jumat, 26 Desember 2025 | 10:49
Jumat, 26 Desember 2025 | 10:35
Jumat, 26 Desember 2025 | 10:30