Berita

Dhana Widyatmika

X-Files

12 Jaksa Dalami Peran Tersangka Baru Kasus DW

Perkara Korupsi Pajak Dan Pencucian Uang
SENIN, 08 OKTOBER 2012 | 09:00 WIB

Satu orang lagi bekas atasan Dhana Widyatmika ditetapkan penyidik Kejaksaan Agung sebagai tersangka kasus korupsi pajak.

Tersangka itu berinisial SL, bekas Kepala Kantor Pelayanan Pa­jak (KPP) Kebon Jeruk, Ja­karta Barat. Penetapan tersangka SL merupakan hasil pe­ngem­ba­ngan perkara salah satu ter­sangka kasus ini, konsultan pajak Hendro Tirtajaya (HT).

“Dari pengembangan perkara HT, penyidik mendapatkan fakta hukum yang dapat disimpulkan se­bagai alat bukti untuk me­ne­tap­kan SL sebagai tersangka,” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Adi Toega­ris­man di Jakarta.

Pihak Jaksa Agung Muda Pi­dana Khusus telah menunjuk 12 jaksa untuk menangani perkara SL. “Jampidsus menunjuk 12 jak­sa yang dikoordinatori Aditya­warman,” katanya.

Menurut Adi, SL merupakan Ketua Tim Pemeriksa Pajak PT MV, dimana Dhana Widyatmika (DW) menjadi anggotanya.

Berdasarkan penelusuran ter­hadap surat dakwaan Dhana, ter­cantum nama sejumlah petugas Ditjen Pajak yang menangani pa­jak PT Mutiara Virgo (MV). Pe­nanganan pajak itu berbau suap atau gratifikasi.

Begini ceritanya, DW didak­wa de­ngan tiga dakwaan. Dak­wa­an pert­ama menyangkut PT Mutiara Virgo milik Johnny Ba­suki pada 2003 dan 2004, yang semestinya membayar pajak le­bih dari Rp 30 miliar.

Berdasarkan kajian tersangka Herly Isdiharsono terhadap pe­ru­sa­haan itu, dibentuklah Tim Pe­meriksa Gabungan untuk me­ngu­rusi pajak itu. Tim itu terdiri dari, Supervisor Anggun Prayitno, Ke­tua Tim Sarah Lallo (SL), ang­gota tim Herly Isdiharsono dan Fa­rid Agus Mubarok. Dari sinilah diduga, tersangka SL adalah Sarah Lallo.

 Meskipun tersangka Herly, ter­sangka Johnny dan tersangka Hendro tahu kewajiban pajak PT MV seharusnya lebih besar dari Rp 30 miliar, namun mereka se­pakat untuk menguranginya. Ke­sepakatannya adalah Johnny ber­sedia membayar Rp 30 miliar yang meliputi, uang untuk mem­ba­yar kewajiban pajak yang telah di­kurangi dan fee bagi petugas atas jasa mengurangi kewajiban itu.

Hasil penghitungan pajak PT MV kemudian dituangkan ke da­lam Laporan Hasil Pemeriksaan, se­hingga Johnny membayar se­besar Rp 10.882.000.000 (se­puluh miliar delapan ratus de­lapan pu­luh dua juta rupiah). Kemudian, Johnny memberikan Rp 20.882.000.000 (dua puluh miliar delapan ratus delapan pu­luh dua juta rupiah) melalui BCA cabang Rantai Mulya Kencana, kepada Hendro.

Selanjutnya, oleh Hendro di­cairkan dan dititipkan ke re­ke­ning pegawai Puri Spa miliknya atas nama Liana Apriyani di Bank BCA Cabang Rantai Mulya Kencana. Sedangkan sisanya, Rp 9.118.000.000 (sem­bilan miliar seratus delapan belas juta rupiah) diserahkan Hendro ke­pada Herly secara tunai.

Seluruh uang pemberian Johnny kepada para petugas pa­jak yang mengurangi kewajiban pembayaran pajak itu, lebih da­hulu dikumpulkan di rekening pe­nampungan, antara lain Rekening BCA Cabang Rantai Mulya Ken­cana atas nama Liana Apriyani Nomor Rekening 7090137764, dan rekening Bank Panin Cabang Pasar Puri Indah Jakarta Barat atas nama Veemy Solichin No­mor Rekening 1452030079.

Kemudian, atas perintah Herly, uang itu dibagikan ke beberapa rekening, antara lain ke rekening DW sebesar Rp 2.000.000.000 (dua miliar rupiah).

Nah, penyidik juga menelisik, apakah rekan-rekan DW yang masih berstatus saksi kendati na­manya telah disebut dalam dak­waan itu, juga kebagian duit suap tersebut. Yang pasti, ter­sang­ka kasus korupsi penanganan pajak ini bertambah satu, yakni SL.

Sebelumnya, Kejaksaan Agung su­­dah menetapkan enam ter­sangka kasus ini, yakni Dhana Widyatmika (Ditjen Pajak), Johnny Basuki (wajib pajak), Fir­man (Ditjen Pajak), Herly Is­di­harsono (Ditjen Pajak), Salman Maghfiron (bekas pegawai Ditjen Pajak) dan Hendro Tirtawijaya (konsultan pajak). Semua ter­sangka itu sudah ditahan. Tapi, baru DW, Firman dan Salman yang telah menjadi terdakwa di Pengadilan Tipikor Jakarta.

Reka Ulang

SL Kini Bertugas Di Tangerang Timur

Setelah Kejaksaan Agung me­netapkan SL sebagai ter­sang­ka baru kasus Dhana Widyatmika (DW), Ditjen Pajak Kementerian Keuangan mengirimkan siaran pers. Ada enam poin dalam siaran pers tersebut.

Pertama, SL saat ini bertugas di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Tangerang Timur, bukan di KPP Kebon Jeruk. Kedua, Di­rektorat Jenderal Pajak sangat menghormati proses hukum yang berlaku dan bersikap kooperatif membantu pihak penegak hukum dalam mengungkap kasus ini.

Ketiga, sesuai Peraturan P­e­me­rintah (PP) Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Ne­­geri Sipil (PNS), terhadap SL akan dilakukan pemeriksaan oleh ata­san langsung yang bersang­kutan. Apabila berdasarkan hasil pe­meriksaan tersebut, ternyata SL terbukti melanggar kode etik pegawai Ditjen Pajak, maka ke­pada yang bersangkutan akan dikenai sanksi hukuman disiplin PNS. Keempat, jenis hukuman di­siplin PNS dapat berupa hu­kuman disiplin ringan, hukuman disiplin sedang, atau hukuman disiplin berat.

Kelima, untuk menghormati pro­ses hukum yang berlaku, se­lanjutnya Ditjen Pajak akan me­mindahkan SL dari jabatan yang diembannya saat ini agar tidak menganggu kinerja KPP tem­pat­nya bertugas. Keenam, Ditjen Pa­jak tetap berkomitmen men­du­kung terwujudnya good go­ver­nance dan clean government.

Sementara itu, dalam surat dak­waan terhadap Dhana Wi­dya­t­mika (DW), nama SL telah mun­cul, kendati perannya belum be­gitu kentara. Yang lebih menonjol adalah peran tersangka Herly Is­diharsono. Soalnya, Herly di­se­but meminta fee saat mengurus pe­ngembalian kelebihan pem­ba­ya­ran pajak PT Mutiara Virgo (MV).

Permintaan fee itu di­sam­pai­kan Direktur PT Ditax Ma­na­ge­ment Resolusindo, Zemmy Tanu­mihardja, saat bersaksi untuk ter­dakwa DW di Pengadilan Tipikor Jakarta. Sekadar mengingatkan, PT MV menunjuk PT Ditax Ma­na­gement Resolusindo (DMR) untuk mengurus pajaknya.

Di hadapan majelis hakim, Zeemy mengaku ikut mengurus penyelesaian restitusi pajak PT Mutiara Virgo pada tahun 2005. Sebelum mengurus restitusi pajak itu, Zeemy disuruh bosnya, yakni Direktur Utama PT Ditax Hendro Tirtajaya untuk mempelajari do­kumen PT Mutiara Virgo.

“Saya dikasih satu bundel do­kumen oleh Pak Hendro untuk ban­tu penyelesaian restitusi pa­jak. Saya bantu administrasi do­kumen. Saya ambil dokumen dari PT Mutiara Virgo, dan diberikan ke pemeriksa pajak,” cerita Zemmy.

Nah, Zemmy mengaku me­ngetahui permintaan uang oleh Herly itu, berdasarkan cerita Hen­dro. “Saya dengar dari Pak Hen­dro,” ujarnya.

Menurut Zemmy, Hendro men­jelaskan bahwa Herly, anggota pemeriksa pajak meminta fee di­berikan secara langsung setelah ke­lebihan pembayaran pajak di­kembalikan ke PT MV. Per­min­ta­an fee ini, lanjutnya, disam­pai­kan Herly dalam pertemuan de­ngan Hendro di sebuah kafe di Jakarta Barat.

“Pak Hendro bicara, pemeriksa minta all in dengan pembayaran pajak. Awalnya Pak Herly minta 50:50 dari yang keluar. Setelah dipotong (pajak), keluar (res­titusi) Rp 11 miliar. Herly dapat Rp 4 miliar, bagian dari 11 mi­liar,” urai Zemmy.

Zemmy mengaku, pemberian fee itu tidak melibatkan dirinya. Kata dia, Hendro sendiri yang da­tang menemui Herly di sebuah kafe di Jakarta Barat untuk me­nye­rahkan uang fee itu. Tapi, Zem­my menyatakan tidak me­nge­tahui, kepada siapa saja uang itu didistribusikan Herly.

Sepantasnya Pengusaha Disangka Terlibat Kasus Dhana

Boyamin Saiman, Koordinator LSM MAKI

Koordinator LSM Ma­sya­rakat Anti Korupsi Indo­ne­sia (MAKI) Boyamin Saiman menduga, masih banyak yang ter­libat dalam kasus ini, tapi be­lum ditetapkan sebagai ter­sang­ka. Selain itu, dia meminta se­mua yang terlibat kasus korupsi dan pencucian uang ini diseret ke Pengadilan Tipikor, bukan ha­nya ditetapkan sebagai tersangka.

“Semestinya tidak hanya satu orang yang ditetapkan lagi se­bagai tersangka, karena masih banyak yang patut diduga ter­libat. Patut ditelisik, apakah dua tingkat di atas DW juga terlibat kasus ini. Jika alat buktinya cu­kup, segera tetapkan sebagai ter­sangka,” ujar Boyamin.

Dia menegaskan, dalam ka­sus ini, memang sepantasnya pe­ngusaha juga disangka ter­li­bat. Sebab, pengusaha dalam ka­sus ini diduga secara sengaja dan sadar ingin mengelabui ne­ga­ra dengan cara menurunkan ke­wajiban pajaknya.

“Terhadap pengusaha, se­ha­rusnya juga dikenakan pasal pe­nyuapan, bukan dianggap se­ba­gai korban pemerasan karena prinsipnya para pengusaha juga ingin pajak yang dibayarkan menjadi ringan,” ujar Boyamin.

Proses penyidikan yang ter­kesan dicicil dan lama pun, lan­jut Boyamin, harus segera di­perbaiki Kejaksaan Agung agar setiap perkara yang ditangani benar-benar adil dan mampu men­jerat para pelaku sebe­nar­nya.

“Kebiasaan Kejaksaan Agung yang lelet belum di­per­bai­ki se­cara sungguh-sungguh. Ini ha­rus jadi perhatian Jaksa Agung Basrief Arief untuk men­­cegah penggorengan per­kara,” ucapnya.

Penanganan Kasus Jangan Dicicil-cicil

Taslim Chaniago, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR Taslim Chaniago meminta Ke­jaksaan Agung segera me­nun­taskan penanganan kasus ko­rupsi pajak dan tindak pidana pencucian (TPPU) dengan ter­sangka pegawai Ditjen Pajak Kementerian Keuangan Dhana Widyatmika (DW) dan rekan-rekannya.

Pengusutan kasus ini, ingat anggota DPR dari Fraksi PAN ini, jangan dicicil-cicil. “Kita minta Kejaksaan Agung lebih cepat dalam menuntaskan kasus korupsi DW Cs, karena banyak ka­sus lain yang menunggu un­tuk diusut,” ujar Taslim.

Taslim menyayangkan bila ada upaya yang kurang serius untuk menjerat para pelaku per­kara korupsi ini, sehingga me­nyicil pengusutannya.

“Semesti jangan ada penyi­ci­lan kasus di Kejaksaan Agung,” kata bekas anggota Badan Ang­garan DPR ini.

Dia mengingatkan, proses penyidikan mestinya maksimal, agar perkara ini bisa dibongkar semua sampai tuntas. “Kalau su­dah terungkap dalam pe­nyi­dikan, maka harus dijadikan ter­sangka. Kenapa harus bertahap segala,” tandasnya.

Taslim menambahkan, apa­kah Kejaksaan Agung serius me­ngusut kasus ini akan terlihat dari dakwaan, tuntutan dan putusan di persidangan. Soal­nya, putusan hakim antara lain bergantung pada proses pem­buktian yang dilakukan jaksa penuntut umum dalam per­si­da­ngan. “Saya kira komitmen dan sistem internal Kejaksaan Agung bisa mempercepat pr­o­ses itu,” ucapnya.

Ia juga mengingatkan, per­soa­lan hukum yang melilit pe­gawai pajak hendaknya bisa dihentikan. Pegawai pajak yang nota bene memiliki penghasilan besar, idealnya telah mendapat beragam pelajaran dari kasus-ka­sus mafia pajak. “Kasus-ka­sus yang ada hendaknya jadi efek jera,” tandasnya. [Harian Rakyat Merdeka]


Populer

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Terlibat TPPU, Gus Yazid Ditangkap dan Ditahan Kejati Jawa Tengah

Rabu, 24 Desember 2025 | 14:13

UPDATE

Bank Mandiri Berikan Relaksasi Kredit Nasabah Terdampak Bencana Sumatera

Jumat, 26 Desember 2025 | 12:12

UMP Jakarta 2026 Naik Jadi Rp5,72 Juta, Begini Respon Pengusaha

Jumat, 26 Desember 2025 | 12:05

Pemerintah Imbau Warga Pantau Peringatan BMKG Selama Nataru

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:56

PMI Jaksel Salurkan Bantuan untuk Korban Bencana di Sumatera

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:54

Trump Selipkan Sindiran untuk Oposisi dalam Pesan Natal

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:48

Pemerintah Kejar Pembangunan Huntara dan Huntap bagi Korban Bencana di Aceh

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:15

Akhir Pelarian Tigran Denre, Suami Selebgram Donna Fabiola yang Terjerat Kasus Narkoba

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:00

Puan Serukan Natal dan Tahun Baru Penuh Empati bagi Korban Bencana

Jumat, 26 Desember 2025 | 10:49

Emas Antam Naik, Buyback Nyaris Tembus Rp2,5 Juta per Gram

Jumat, 26 Desember 2025 | 10:35

Sekolah di Sumut dan Sumbar Pulih 90 Persen, Aceh Menyusul

Jumat, 26 Desember 2025 | 10:30

Selengkapnya