Berita

Siti Hartati Murdaya

X-Files

Hartati Murdaya Menangis, Bawahannya Pasang Badan

Sidang Perkara Suap Bupati Buol Amran Batalipu
JUMAT, 05 OKTOBER 2012 | 09:44 WIB

Pengusaha Siti Hartati Murdaya menjadi saksi bagi anak buahnya, General Manager Supporting PT Hartati Inti Plantations (HIP) Yani Ansori yang menjadi terdakwa perkara suap Bupati Buol Amran Batalipu di Pengadilan Tipikor, Jakarta, kemarin.

Dalam sidang ini, Hartati tidak menyangkal percakapannya de­ngan Arim, staf financial con­troller PT HIP yang disadap tim KPK pada Juni 2012. Hartati me­ngakui, rekaman percakapan via telepon yang diputar jaksa penun­tut umum (JPU) itu, adalah sua­ra­nya dan suara Arim.

Saat hakim memintanya men­ja­barkan kronologi pemberian uang, Hartati mengaku tak kuasa menolak permintaan Arim. Na­mun, dia menampik bahwa pem­berian uang itu dikaitkan dengan urusan Pilkada. Penolakan di­da­sari permintaan yang terlampau be­sar serta kondisi pe­ru­sa­haan­nya yang terpuruk. “Saya sudah pern­ah menolak permintaan me­nyumbang untuk pilkada,” ujarnya.

Hartati menuturkan, untuk membangun perusahaan, dia ter­paksa banyak mengalah.  “Saya mengalah. Apa permintaan Arim, saya kasih,” katanya.

Pernyataan Hartati itu untuk menanggapi rekaman berisi pe­r­nyataan Arim mengenai kendala penerbitan surat izin penggunaan lahan. Soalnya, merujuk aturan yang ada, lahan seluas 4500 hek­tar memerlukan tanda tangan dari sedikitnya 10 anggota tim lahan kabupaten.

“Terus gimana. Itu kan satu-satu perlu dikasih. Kamu kasih berapa,” ujar suara Hartati dalam re­kaman itu. Arim menjawab, “Iya seperti itu, Bu. Per orang 10 juta.” Kemudian Hartati berkata, “Po­koknya cepat saja. Kamu kasih dululah. Tapi, kamu jangan pulang sebelum suratnya selesai.”

Selesai urusan dengan tim la­han kabupaten, pemutaran re­ka­man hasil sadapan KPK berlanjut pada upaya memenuhi per­min­taan Amran Batalipu.

“Kasih aja. Kita kan baru kasih satu kilo. Masih ada tiga kilo lagi. Nanti dia masih akan kejar kita,” kata Hartati kepada Arim dalam rekaman itu. Mendengar rekaman tersebut, hakim Anwar bertanya kepada Hartati mengenai istilah satu kilo itu. Hartati yang ber­sta­tus ter­sangka kasus ini men­je­laskan, satu kilo yang dia mak­sud adalah Rp 1 miliar.

Tapi, Hartati menyatakan, dia ti­dak tahu bahwa uang itu disetor lang­­sung Arim kepada Amran. Pa­dahal, lanjutnya, uang terse­but un­tuk kepentingan ma­sya­ra­kat sekitar perkebunan PT HIP. “Itu dana sosial untuk kepen­ti­ngan pem­ba­ngunan jalan dan masjid,” akunya.

Lebih jauh, saat diminta men­jelaskan peran Direktur PT HIP Totok Listiyo dalam kasus ini, Hartati menangis. Dia me­nga­ta­kan, bekas anak buahnya itu per­nah dia pecat dari perusahaan dan dilaporkan ke polisi.

“Dengan berat hati, RUPS perusahaan  memberhentikan Pak Totok. Kami pun melaporkan dia ke polisi,” ujarnya terbata-bata.

Melihat Hartati menangis, ma­jelis hakim menghentikan sidang sejenak. Majelis memberikan kesempatan kepada Hartati untuk membasuh air matanya dan mi­num. Begitu Hartati tenang, s­i­dang dilanjutkan untuk men­de­ngarkan kesaksian Totok Listiyo.

Dalam kesaksiannya, Totok pa­sang badan. Dia mengaku dapat me­nerima pemecatan karena per­nah memberi perintah memb­er­i­kan uang kepada Amran tanpa sepengetahuan Hartati.  “Per­soa­lan pemberian uang itu, tanpa se­pengetahuan Ibu. Saya yang me­ngatur semua,” katanya.

Menurut Totok, pemberian dana Rp 3 miliar itu dicairkan melalui beberapa lembar cek. Proses pencairan dilakukan Arim. Penyaluran uang yang menurut Hartati tak sesuai tujuan semula itu, membuatnya geram. Hartati mengaku, selain memecat dan me­laporkan Totok ke polisi, dia juga memarahi Arim.  

“Bela­ka­ngan saya tahu,  uang diserahkan Arim langsung ke Amran. Itu bikin saya marah. Saya bilang ke Arim, otak kamu secangkir,”tegasnya.”

REKA ULANG

Yani Didakwa Sebagai Pengantar Uang

Indikasi keterlibatan sejumlah nama dalam kasus suap Bupati Buol Amran Batalipu, antara lain terlihat dalam surat dakwaan General Manager Supporting PT Hartati Inti Plantations (HIP) Yani Ansori.

Dalam dakwaan itu, pada 15 Juni 2012, staf financial con­trol­ler PT HIP Arim diperintahkan Direktur Utama PT HIP Siti Har­tati Murdaya dan Direktur PT HIP Totok Listiyo berangkat ke Buol untuk mengambil uang Rp 1 miliar dari Seri Shiritorn, Ge­neral Manager Finance PT HIP.

Uang itu dibungkus dalam tas ransel. Tas itu juga berisi surat yang diminta Hartati dan tinggal ditandatangani Amran. Surat diserahkan kepada Amir Togila, Asisten 1 Pemkab Buol/Ketua Tim Panitia Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum, Per­­tanian, Perkebunan, Per­tam­­ba­­ngan dan Kehutanan Ka­bupaten Buol.

Surat itu adalah, surat reko­men­dasi tim lahan Kabupaten Buol atas permohonan izin lokasi PT Sebuku Inti Plantations (anak perusahaan milik Hartati) seluas 4.500 hektar. Lalu draf surat Bu­pati Buol kepada Gubernur Sul­teng perihal izin usaha per­ke­bu­nan atas nama PT CCM seluas 4.500 hektar. Surat Bupati Buol kepada Menteri Agraria/Kepala BPN perihal permohonan k­e­bijakan HGU kebun sawit seluas 4.500 hektar atas nama CCM/HIP. Serta surat Bupati Buol kepada Direktur Sebuku Inti Plantations.

Lalu, pada 18 Juni 2012, Arim dan Yani Ansori menyerahkan Rp 1 miliar kepada Amran di rumah Amran, Jalan Mawar Nomor 1, Kelurahan Leok I, Buol. Esok­nya, surat yang tinggal diteken Amran itu diserahkan kepada Arim dan Yani melalui Amir Rihan Togila.

Pada 20 Juni 2012, berdasar­kan dakwaan ini, Hartati dan Totok memerintahkan Arim kem­bali menyiapkan dana Rp 2 miliar untuk diserahkan kepada Amran. Uang itu diberikan guna men­dapatkan surat Bupati Buol untuk Menteri Agraria/Kepala BPN. Tujuannya, agar BPN tidak me­nerbitkan sertifikat HGU bagi PT Sonokeling Buana yang la­hannya bersinggungan dengan lahan PT HIP.

Uang itu diserahkan melalui transfer Rp 500 juta ke rekening Direktur Operasional PT HIP Gondo Sudjono Notohadi Susilo di Bank Mandiri. Lalu, transfer Rp 500 juta lagi di Bank Mandiri atas nama Dede Kurniawan, Manager Keuangan PT HIP. Rp 250 juta ke rekening Seri Shiri­torn di BNI, Rp 250 juta ke re­ke­ning Benharh Rudolf Galenta, kepala bagian finance dan payroll PT HIP di BNI, lalu diserahkan kepada Yani Ansori. Sisanya, Rp 500 juta dibawa tunai Gondo sebesar Rp 250 juta dan Dede Kurniawan Rp 250 juta.

Pengiriman melalui transfer Rp 1 miliar, dicairkan Gondo, Dede Kurniawan dan Sukirno. Uang itu digabungkan dan dimasukkan ke dalam dua tas ransel. Ketiganya,  bersama Yani Anshori mem­be­ri­kan uang itu kepada Amran di guest house perkebunan PT HIP.

Selanjutnya, pada 26 Juni 2012, Yani, Sukirno dan Dede me­nuju Villa Amran di Kelurahan Leok dengan dua mobil dan mem­bawa dua kardus berisi Rp 2 miliar. Tiba di villa, mereka me­nyerahkan uang kepada Amran. Tapi ketika pulang, mereka ditangkap petugas KPK.

Kemarin, saat diminta hakim untuk memeriksa bukti-bukti yang meliputi surat pengajuan penggunaan lahan, persetujuan tim pengelola lahan kabupaten serta Bupati Buol atas peng­gunaan lahan sawit di Buol, be­ri­kut bukti transaksi, saksi me­nyatakan tidak tahu perihal do­kumen-dokumen tersebut.

Saksi, Tersangka Dan Terdakwa Punya Porsi

Didi Irawadi, Anggota Komisi III DPR

Politisi Partai Demokrat Didi Irawadi berharap, kasus du­gaan suap yang melilit pe­ngusaha Siti Hartati Murdaya cepat tuntas. Dengan begitu, ke­pastian hukum dan penegakan hukum kasus ini menjadi jelas atau pasti.

Dia menjabarkan dua hal krusial yang perlu dicermati da­lam pengusutan kasus ini. Hal pertama, proses hukum ideal­nya dilakukan secara pr­o­por­sional. “Proses kasus hukum ini secara proporsional dan pro­fe­sio­nal,” katanya.

Didi juga berharap, siapa pun yang diduga bersalah dapat ditindak sesuai aturan dan ketentuan yang berlaku.

Hal kedua, bagi Didi, adalah mendoakan agar Siti yang merupakan kader Demokrat itu mampu menghadapi persoalan hukum ini dengan baik. Dalam kaitan ini, dia mengharapkan, tuduhan-tuduhan yang diala­matkan kepada Hartati sebagai tersangka kasus ini dibuktikan secara konkret. Bukan tudu­han semata.

Dia mengingatkan, dalam persidangan, semua tuduhan ha­rus diuji. Hal ini penting agar ter­dakwa nantinya mendapat vo­nis yang sesuai dengan per­buatannya. “Untuk itu, saya men­doakan agar Ibu Hartati bisa melewati semua proses hu­kum dengan baik,” tuturnya.

Tim advokasi Partai Demok­rat ini, pada prinsipnya sangat mengapresiasi langkah hukum yang ada. Pada bagian lain, dia juga meminta semua pihak menghormati upaya hukum yang dilakukan terdakwa mau­pun tersangka dalam kasus ini.

“Semua pihak, baik lembaga penegak hukum dan jajarannya maupun pihak saksi, tersangka dan terdakwa punya porsi masing-masing. Ini harus diberi ruang dan tempat yang sesuai,” katanya.

Tergantung Kejelian Jaksa Dan Hakim

Marwan Batubara, Koordinator LSM KPKN

Koordinator LSM Ko­mite Penyelamat Kekayaan Ne­gara (KPKN) Marwan Batubara berpendapat, apapun dalil para pihak yang diduga bermasalah dengan hukum, umumnya ber­tujuan meloloskan diri dari jerat hukum.

Menurutnya, kesaksian yang disampaikan pengusaha Siti Hartati Murdaya hen­dak­nya di­cermati secara ekstra. Bukan ti­dak mungkin, kesak­siannya me­miliki tujuan agar luput dari an­caman hukum yang membelitnya.

Penilaian itu disampaikan dari adanya ketidaksinkronan keterangan Hartati. “Ada ke­saksian yang tidak konsisten. Ini harus dicermati,” katanya.

Marwan menilai, kecen­de­rungan saksi mengubah kete­ra­ngan dilatari motivasi tertentu. “Kadang saksi melakukan hal seperti itu agar lolos dari semua tuduhan,” kata bekas anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) ini.

Tapi, lanjut Marwan, sepan­jang jaksa penuntut umum dan majelis hakim cermat, hal se­perti itu pasti terbongkar de­ngan mudah. “Sebaiknya siapa pun bersikap jujur. Karena ke­jujuran ini akan meringankan hukuman,” tuturnya.

Dia mengemukakan, kasus du­gaan suap seperti ini masih banyak terjadi di berbagai wila­yah. Dia berandai-andai, jika kasus ini ditangani penegak hu­kum lain, mungkin ceritanya juga bisa berbeda.

Beragam kasus lahan per­ke­bunan sawit, tambang dan se­je­nisnya kerap terjadi. Tapi efek­nya, lanjut Marwan, tidak se­dahsyat ketika ditangani Ko­misi Pemberantasan Korupsi. Lantaran itu, dia berharap KPK lebih eksis dalam menindak ka­sus-kasus serupa. [Harian Rakyat Merdeka]


Populer

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Terlibat TPPU, Gus Yazid Ditangkap dan Ditahan Kejati Jawa Tengah

Rabu, 24 Desember 2025 | 14:13

UPDATE

Bank Mandiri Berikan Relaksasi Kredit Nasabah Terdampak Bencana Sumatera

Jumat, 26 Desember 2025 | 12:12

UMP Jakarta 2026 Naik Jadi Rp5,72 Juta, Begini Respon Pengusaha

Jumat, 26 Desember 2025 | 12:05

Pemerintah Imbau Warga Pantau Peringatan BMKG Selama Nataru

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:56

PMI Jaksel Salurkan Bantuan untuk Korban Bencana di Sumatera

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:54

Trump Selipkan Sindiran untuk Oposisi dalam Pesan Natal

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:48

Pemerintah Kejar Pembangunan Huntara dan Huntap bagi Korban Bencana di Aceh

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:15

Akhir Pelarian Tigran Denre, Suami Selebgram Donna Fabiola yang Terjerat Kasus Narkoba

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:00

Puan Serukan Natal dan Tahun Baru Penuh Empati bagi Korban Bencana

Jumat, 26 Desember 2025 | 10:49

Emas Antam Naik, Buyback Nyaris Tembus Rp2,5 Juta per Gram

Jumat, 26 Desember 2025 | 10:35

Sekolah di Sumut dan Sumbar Pulih 90 Persen, Aceh Menyusul

Jumat, 26 Desember 2025 | 10:30

Selengkapnya