Berita

ilustrasi

On The Spot

Sisa Banjir Lahar Jadi Mata Pencarian Warga

Berkunjung Ke Gunung Gamalama, Maluku Utara
JUMAT, 05 OKTOBER 2012 | 09:10 WIB

Rusli menyeka keringat yang terus mengucur deras di keningnya. Debu yang mengotori telapak tangannya menempel di kening. Ia tak mempedulikan keningnya yang kotor. Dia kembali menyusuri pinggiran sungai  Togorara bersama dua temannya.

Pria berperawakan kurus warga Desa Tubo, Ternate, Maluku Uta­ra ini sehari-hari mencari batu di su­ngai yang dipenuhi lava dingin bekas letusan Gunung Gamalama.

Sungai Togorara terbentuk dari aliran lava yang keluar dari kubuh Gunung Gamalama. Mei lalu, banjir lahar dingin menyebabkan 273 rumah rusak, 14 rumah hi­lang, tiga jembatan rusak dan 15 orang meninggal dunia.

Material berat seperti batu-batuan memenuhi sungai ini. Bongkahan batu-batu besari ini menjadi mata pencarian Rusli dan kawan-kawan beberapa bulan terakhir.

Menggunakan palu besar, Rusli menghancurkan batu seukuran badan manusia. Dengan sekuat tenaga, palu dihantamkan ke batu besar itu. Bergantian de­ngan seorang temannya, Rusli memecah bongkahan itu.

Setelah 15 menit, bongkahan itu pecah menjadi beberapa ba­gian. Pecahan batu-batu itu lantas dikumpulkan ke karung bekas. Sebuah mobil bak terbuka sudah menanti untuk mengangkut batu-batu itu.

“Batu-batu ini mau dijual. Ada tempat yang siap menampung dan membeli batu-batu yang kami bawa ini. Lumayan hasilnya bisa untuk biaya hidup kami sehari-hari,” kata Rusli dengan nafas tersengal-sengal.

Menurut dia, banyak orang yang kini bekerja sebagai pe­ngum­pul batu. Ada yang bekerja ber­ke­lom­pok. Ada juga yang bekerja untuk pengepul batu. Me­reka dibayar berdasarkan ba­nyaknya batu yang bisa di­kum­pulkan.

“Kalau kami bekerja secara kelompok. Kami mencari batu ti­dak ada target. Kalau kami me­rasa sudah cukup, akan langsung kami jual atau kami kumpulkan dulu di rumah,” jelasnya.

Selain mengumpulkan batu, warga juga menambang pasir yang memenuhi sungai Togorara. Pasir dari puncak Gunung Ga­malama ini ikut terbawa banjir lahar dingin.

Berapa penghasilan dari me­ngumpulkan batu-batu ini? Me­nurut Rusli, tak tahu persis berapa harga jual ke pengepul. Yang tahu temannya yang jadi sopir. “Kalau ti­dak salah, terakhir kami jual bisa satu mobil sekitar Rp 300 ri­buan,” beber bapak empat anak ini.

Pria yang rumahnya ikut han­cur saat banjir lahan dingin ini tak khawatir bencana itu kembali da­tang saat dia sedang me­ngum­pulkan batu. Alasannya, jarak antara sungai dengan jalan tak terlalu jauh.

“Bila tiba-tiba banjir lahar di­ngin datang, tidak terlalu jauh bagi kami untuk menyelamatkan diri. Kami hanya mencari yang di sekitar sini saja, bukan di sungai yang ada di puncak gunung sana,” ujarnya sambil menunjuk ke arah jalanan beraspal yang be­rada persis di pinggiran sungai.

“Sebelumnya saya pernah jadi nelayan. Sebelum bencana, saya bekerja serabutan. Kini selagi ada kesempatan kenapa tidak disia-siakan,” katanya.

Dia juga pekerjaan me­ngum­pul­kan batu ini tidak melanggar pe­raturan. Alasannya, batu-batu yang diambil adalah hasil dari peristiwa alam yang terbawa saat banjir lahar dingin. “Ini toh punya alam, siapa saja berhak me­ngam­bil­nya,” katanya dengan mantap.

Namun, Kepala Balai Air Ke­menterian Pekerjaan Umum M­a­luku Utara M Saleh Talib mem­bantah hal tersebut. Menurutnya, kegiatan yang dilakukan Rusli dan kawan-kawannya ilegal.

Pihaknya sudah berkali-kali me­larang warga untuk me­nam­bang pasir dan batu. Sosialisasi ke warga baik dengan bertemu langsung maupun dengan me­ma­sang spanduk mengenai larangan ini sudah dilakukan.

“Memang batu-batu itu ter­b­a­wa saat banjir lahar dingin terjadi. Tapi harus diingat, batu-batu yang berserakan itu memiliki manfaat sehingga tidak boleh di­ambil sembarangan,” ujarnya saat menerima kunjungan kerja Komite II Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Selasa lalu (3/10).

Batu-batu besar yang ada di se­panjang Sungai Togorara ber­fung­si menahan aliran derasnya aliran air ketika banjir lahar da­tang. Keberadaan batu-batu ter­sebut, kata dia, bisa mengurangi ke­cepatan air yang datang.

“Bisa dibayangkan, bila tidak ada batu-batu penghalang se­be­rapa kencang nanti aliran lahar dingin yang datang? Makanya kami sengaja tidak member­sih­kannya, karena ada manfaatnya,” ujar Saleh.

Selain itu, pihaknya saat ini juga memanfaatkan batu-batu tersebut untuk melakukan nor­ma­lisasi sungai paska bencana. Ada beberapa program rehabilitasi yang sedang dilakukan pihaknya untuk antisipasi terjadinya ben­cana susulan.

“Kami bangun tanggul setinggi lima meter di bantaran sungai guna mencegah terjadinya tanah longsor. Bila nanti terjadi banjir lagi, tanggul yang dibangun bisa mencegah lahar yang datang untuk tidak keluar ke arah jalan dan pemukiman warga,” ujarnya.

Menurut Saleh, berdasarkan pe­nelitian Badan Vulkanologi Maluku Utara masih ada sekitar 3 juta meter kubik lahar di pun­cak Gunung Gamalama. Se­waktu-waktu, bisa meluncur ke bawah melewati sungai-sungai yang selama ini menjadi aliran lahar dingin.

“Curah hujan tinggi saja bisa men­jadi penyebab terjadinya banjir lahar, meskipun di puncak gunung sedang tidak terjadi letu­san dan gempa. Inilah yang kami khawatirkan saat ini, makanya teus mengebut pekerjaan ini,” tegasnya.

Bandara Sultan Babullah Rawan Tersapu Lahar

Saat banjir lahar dingin Mei lalu, warga Desa Tubo keh­i­la­ngan tempat tinggal karena ru­mahnya tersapu material dari puncak gunung Gamalama.

Setelah bencana, warga kem­bali membangun rumahnya di se­kitar daerah aliran sungai (DAS) Togorara. Tak sedikit yang membangun rumah di lo­kasi penampungan lahar dingin.

Pantauan Rakyat Merdeka, terlihat deretan rumah yang di­bangun persis di bantaran sungai yang selama ini menjadi tempat aliran banjir lahar. Bahkan posisi rumah warga ini nyaris tidak memiliki jarak dengan pinggiran sungai.

“Itu yang juga kami sesalkan dengan sikap warga disini. Pa­dahal itu merupakan jalur ben­cana yang sangat me­m­ba­ha­ya­kan masyarakat bila tetap tinggal di pinggiran sungai tersebut,” ujar Kepala Balai Air Ke­men­terian Pekerjaan Umum Maluku Utara M Saleh Talib.

Paska bencana pihaknya su­dah membangun tanggul sand pocket (kantong lahar) di Desa Tubo, Ternate Utara, Ma­luku Utara. Tujuannya, bila terjadi ban­jir lahar dingin dalam vo­lu­me besar, kantong ini akan men­jadi penampungan lahar.

Bila tidak dibendung, aliran lahar dingin dari puncak Gu­nung Gamalama bisa mengenai Bandara Sultan Babullah yang tidak jauh dari Sungai Togorara.

“Bila banjir lahar dengan vo­lume yang tinggi, sangat mung­kin Bandara akan menjadi kor­ban juga. Aliran air, bisa me­nu­tup Bandara yang posisinya me­mang lebih rendah,” bebernya.

Karena itulah, pihaknya ke­mu­dian membangun kantong-kantong untuk mengalihkan ali­ran lahar. “Kantong lahar ini bisa berperan untuk mengurangi vo­lume air yang mengalir se­hingga tidak melebar dan menghantam apa pun seperti yang selama ini terjadi,” jelasnya.

Kantong lahar itu sendiri be­rupa kumpulan dari batu-batu kali yang diikat dengan kawat dari besi menjadi tumpukan setinggi 5 meter. Kantong lahar itu dibentuk secara bertingkat se­perti anak tangga. Posisinya ber­batasan langsung dengan jalan raya serta pemukiman warga.

Sayangnya, setelah tanggul itu dibangun, kerusakan mulai ter­jadi. Beberapa tanggul se­ngaja di­bongkar dan mem­bentuk se­buah celah untuk lalu lalang warga.

Di kawasan tanggul yang di­jadikan kantong lahar ini masih berdiri beberapa rumah warga. Karena masih ada rumah di situ, diperlukan akses bagi warga untuk ke jalan raya.

“Ini yang kami khawatirkan. Kalau sampai tempat ini nanti menjadi kantong lahar, tentunya rumah yang ada di dalam sana akan tenggelam dan dipenuhi la­har yang ada,” tegas Soleh.

Matheus Stefi Pasimenjeku, anggota DPD asal Maluku Utara berjanji akan secepatnya ber­koor­dinasi dengan pemerintah daerah untuk mencari solusi masalah ini.

Bangun Tanggul, Butuh Rp 200 M

Kementerian Pekerjaan Umum Maluku Utara mem­bu­tuhkan dana Rp 200 miliar untuk melaksanakan program anti­si­pasi bencana banjir lahar dingin. Anggaran untuk itu sudah diajukan ke pusat.

Untuk apa saja? Kepala Balai Air Kementerian Pekerjaan Umum Maluku Utara M Saleh Talib mengatakan, ada beberapa rencana pembangunan fisik yang sifatnya mendesak dilaksanakan.

“Kami akan membangun pe­ngendali aliran lahar berupa check dam/sabo dam dan ground sill di daerah aliran sungai,” jelasnya.

“Ada juga pembuatan alur sungai, pembuatan tangul pe­ngarah, perkuatan tebing sungai, pembuatan jalan inspeksi serta perkuatan tanggul sand pocket (kantong lahar),” tambahnya.

Menurut Saleh, semua pem­ba­ngunan itu sudah sesuai de­ngan kebutuhan pasca letusan Gunung Gamalama dan banjir lahar dingin. Apalagi, sampai saat ini, bencana masih me­ngan­cam kawasan ini.

Menyikapi usulan tersebut, Anggota DPD asal Papua Ellion Numberi menilai tidak salah pihak PU mengusulkan proyek yang cukup besar di Maluku Utara. Apalagi bila tujuan untuk antisipasi bencana.

“Tapi, kita perlu melakukan ka­jian dulu, apakah anggaran yang diusulkan sudah sesuai dengan proyek yang ada. Siapa tahu masih bisa diminimalisir dan juga dicari solusi yang lain,” ujarnya.

Hal senada disampaikan Ang­gota DPD asal Sulawesi Tengah, Malonda. Menurutnya, ancaman bencana ini tidak bisa dianggap remeh. Apalagi bencana yang ter­jadi sebelumnya cukup me­nimbulkan kerugian, baik ma­te­rial serta korban jiwa.

“Tentunya keselamatan warga harus menjadi prioritas utama, baik saat terjadi gempat atau pun antisipasi. Kami berharap, se­mua pihak bisa melihat masalah ini secara bijak dan pro­por­sio­nal,” ujarnya. [Harian Rakyat Merdeka]


Populer

Aduan Kebohongan sebagai Gugatan Perdata

Selasa, 08 Oktober 2024 | 10:03

Pernah Bertugas di KPK, Kapolres Boyolali Jebolan Akpol 2003

Senin, 07 Oktober 2024 | 04:21

Warganet Beberkan Kejanggalan Kampus Raffi Ahmad Peroleh Gelar Doktor Kehormatan

Senin, 30 September 2024 | 05:26

Laksdya Irvansyah Dianggap Gagal Bangun Jati Diri Coast Guard

Sabtu, 05 Oktober 2024 | 03:45

Bakamla Jangan Lagi Gunakan Identitas Coast Guard

Rabu, 09 Oktober 2024 | 06:46

Selebgram Korban Penganiayaan Ketum Parpol Ternyata Mantan Kekasih Atta Halilintar

Senin, 07 Oktober 2024 | 14:01

PDIP Bisa Dapat 3 Menteri tapi Terhalang Chemistry Gibran

Rabu, 09 Oktober 2024 | 01:53

UPDATE

TB Hasanuddin Kritik Raffi Ahmad Pakai Seragam TNI: Ada Aturannya!

Kamis, 10 Oktober 2024 | 07:48

Prabowo Harus Buktikan Betul-betul Bentuk Zaken Kabinet

Kamis, 10 Oktober 2024 | 07:38

Ketum Garuda Diduga Aniaya Wanita Pernah Gagal Nyaleg Lewat Gerindra

Kamis, 10 Oktober 2024 | 07:31

Hujan Ringan Diperkirakan Basahi Jakarta

Kamis, 10 Oktober 2024 | 07:17

Bambang Haryo Tinjau Pembangunan Terminal Internasional Bimoku

Kamis, 10 Oktober 2024 | 06:50

Bahlil Diminta Serius Menata Ulang Aturan Pemanfaatan EBT

Kamis, 10 Oktober 2024 | 06:20

Dukung Program Makanan Bergizi, KKP Gerilya Protein Ikan

Kamis, 10 Oktober 2024 | 05:50

Danjen Kopassus Pimpin Sertijab Sejumlah Posisi Strategis

Kamis, 10 Oktober 2024 | 05:25

Indonesia Ajak Negara Asia Pasifik Mitigasi Perubahan Iklim

Kamis, 10 Oktober 2024 | 04:58

Mbak Ita Optimis Gelaran Sembiz Mampu Gaet Banyak Investor

Kamis, 10 Oktober 2024 | 04:30

Selengkapnya