Berita

Tumpak Hatorangan Panggabean

Wawancara

WAWANCARA

Tumpak Hatorangan Panggabean: Tanya Dulu Rakyat Dong, Apa Mau KPK Diamputasi

SELASA, 02 OKTOBER 2012 | 09:05 WIB

Dukungan kepada KPK terus mengalir. Setelah Ketua MK Mahfud MD dan bekas Ketua Umum PBNU Hasyim Muzadi, kemarin sejumlah tokoh juga menyampaikan dukungannya.

Mereka adalah Rektor Uni­ver­sitas Paramadina Anies Bas­we­dan, Rektor UIN Jakarta Ko­ma­ru­din Hidayat, budayawan Taufik Ismail, dan tokoh NU Salahuddin Wahid.

Bekas Plt Ketua KPK Tumpak Hatorangan Panggabean menga­ta­kan, duku­ngan itu sangat berarti bagi KPK. Mudah-mudahan DPR bisa mem­batalkan niatnya mengurangi pe­ran lembaga anti-korupsi itu.

“Undang-Undang KPK sudah baik, tidak ada masalah, sehingga jangan dikurangi lagi perannya,” ka­ta Tumpak Hatorangan Pang­ga­bean kepada Rakyat Merdeka, di Jakarta, kemarin.

Berikut kutipan selengkapnya:


Bagaimana kalau DPR tetap ngotot melakukan revisi UU KPK?

Saya kira mereka mendengar­kan suara masyarakat yang di­sam­paikan sejumlah tokoh. Inti­nya, kewenangan KPK tetap dipertahankan.

Ini berarti semua pihak masih ber­­­pi­kir bahwa kejahatan korup­si ada­lah kejahatan luar biasa. Ma­kanya masih diperlukan KPK de­ngan kewenangan seperti selama ini.


Barangkali DPR sudah ge­rah dengan KPK, sehingga pe­ran penyadapan dan penuntu­tan perlu dihilangkan?

Kalau itu dilakukan, masyara­kat akan mempertanyakan, apa ala­san DPR merevisi Undang-Un­dang KPK. Apakah saat ini kon­disi korupsi sebagai keja­hatan luar biasa atau hanya bia­sa-biasa saja.

    

Ini berarti penyadapan dan pe­nuntutan itu masih diperlukan?

Ya dong. Kalau KPK tidak bo­leh lagi melakukan penyadapan dan penuntutan, ini berarti terjadi pelemahan.


Ada yang berpendapat penya­dapan melanggar HAM?

Dasar hukumnya kan sudah je­las. Mengenai penyadapan itu su­­dah final di MK bahwa penya­da­pan itu tidak melanggar HAM. Ke­napa mau dihilangkan lagi.


Dalam draf revisi Undang-Undang KPK, pimpinan KPK harus meminta izin tertulis dari ketua pengadilan negeri jika aka melakukan penyadapan, ko­mentar Anda?

Itu sama saja bohong. Penya­da­pan itu kan sifatnya rahasia. Ka­lau minta izin, itu nggak raha­sia lagi dong. Nggak bisa lagi KPK menangkap basah kalau tidak bias melakukan penyadapan.

Kita kembalikan saja kepada pu­tusan MK itu bahwa penya­da­pan itu tidak bertentangan dengan konstitusi. Sah-sah saja KPK itu melakukan penyadapan. Kenapa masalah ini terus dipersoalkan.


Kalau upaya menghilangkan penuntutan, itu bagaimana?

KPK itu memiliki kewenangan penuntutan, itu sudah jelas. Dasar hukum KPK itu tidak hanya Un­dang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK, tapi KPK itu dilahirkan berdasarkan pasal 43 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 yang dibuat berdasarkan TAP XI/MPR/1998.

Sejak adanya Undang-Undang tin­dak pidana yang baru, hasil da­ri reformasi itu sudah diberikan ke­wenangan untuk satu lembaga yang namanya KPK. Lembaga itu diberikan kewenangan penye­lidikan, penyidikan, penuntutan, dan penyadapan.

Dari dua Undang-Undang  ter­se­but jelas menganggap korupsi sebagai kejahatan yang luar biasa. Kalau direvisi seperti itu, KPK menjadi lemah. Sebab, tidak ada ke­wenangan untuk melakukan pe­nuntutan dan penyadapan.

   

Solusinya bagaimana?

Ya, tidak direvisi. Tapi kalau DPR tetap menghendaki seperti itu, kita serahkan saja kepada rak­yat. Sebab, rakyat yang dulu meng­hendaki adanya KPK. Un­tuk itu, DPR perlu mengetahui ter­lebih dulu, apa maunya rakyat itu.

DPR itu kan perwakilan rakyat, sehingga perlu mengetahui sua­ranya rakyat.

Apakah rakyat menghendaki kewenangan KPK itu diamputasi. Apakah memang rakyat meng­hendaki itu. Saya nggak tahu. Ta­pi yang saya tahu dari media bah­wa banyak masyarakat tidak mau kewenangan KPK itu diamputasi.

   

Kalau begitu DPR tidak me­wa­kili rakyat dong bila ngotot melakukan revisi?

Makanya ada yang memperta­nyakan, sekarang ini DPR me­wa­kili siapa. Rakyat juga tidak mau kewenangan KPK itu diam­putasi. Ini disuarakan tokoh-to­koh ma­syarakat.


Kalau upaya menghilangkan penuntutan, itu bagaimana?

KPK itu memiliki kewenangan penuntutan, itu sudah jelas. Dasar hukum KPK itu tidak hanya Un­dang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK, tapi KPK itu dilahirkan berdasarkan pasal 43 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 yang dibuat berdasarkan TAP XI/MPR/1998.

Sejak adanya Undang-Undang tin­dak pidana yang baru, hasil da­ri reformasi itu sudah diberikan ke­wenangan untuk satu lembaga yang namanya KPK. Lembaga itu diberikan kewenangan penye­lidikan, penyidikan, penuntutan, dan penyadapan.

Dari dua Undang-Undang  ter­se­but jelas menganggap korupsi sebagai kejahatan yang luar biasa. Kalau direvisi seperti itu, KPK menjadi lemah. Sebab, tidak ada ke­wenangan untuk melakukan pe­nuntutan dan penyadapan.

   

Solusinya bagaimana?

Ya, tidak direvisi. Tapi kalau DPR tetap menghendaki seperti itu, kita serahkan saja kepada rak­yat. Sebab, rakyat yang dulu meng­hendaki adanya KPK. Un­tuk itu, DPR perlu mengetahui ter­lebih dulu, apa maunya rakyat itu.

DPR itu kan perwakilan rakyat, sehingga perlu mengetahui sua­ranya rakyat.

Apakah rakyat menghendaki kewenangan KPK itu diamputasi. Apakah memang rakyat meng­hendaki itu. Saya nggak tahu. Ta­pi yang saya tahu dari media bah­wa banyak masyarakat tidak mau kewenangan KPK itu diamputasi.

   

Kalau begitu DPR tidak me­wa­kili rakyat dong bila ngotot melakukan revisi?

Makanya ada yang memperta­nyakan, sekarang ini DPR me­wa­kili siapa. Rakyat juga tidak mau kewenangan KPK itu diam­putasi. Ini disuarakan tokoh-to­koh ma­syarakat.


Bagaimana kinerja KPK?

Sudah baik. Semuanya nggak ada masalah. Malaysia saja men­contoh KPK. Di Malaysia itu ada Badan Pencegah Rahasia Ma­­laysia yang saat itu tidak di­beri­kan kewenangan melakukan pe­nuntutan.

Saat mereka datang ke sini, ke­mu­dian meniru kewenangan yang ada di KPK. Sekarang, Ba­dan Pencegah Rahasia Malaysia itu diberikan kewenangan penun­tutan. Masa kita mundur lagi.

Saya pikir, biarkan saja Un­dang-Undang KPK yang ada se­karang ini berjalan seperti biasa. Sebab, korupsi ini masih kita pandang sebagai kejahatan yang luar biasa, persoalannya hanya di situ.

   

Bagaimana jika korupsi ti­dak lagi sebagai kejahatan yang luar biasa?

Korupsi tidak mungkin habis ber­­sih di negeri ini. Makanya ke­we­­nangan KPK perlu diperta­han­kan. Tapi Seandainya korupsi su­dah dipandang bukan kejahatan luar biasa lagi, boleh-boleh saja Un­dang-Undang KPK direvisi. [Harian Rakyat Merdeka]


Populer

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Terlibat TPPU, Gus Yazid Ditangkap dan Ditahan Kejati Jawa Tengah

Rabu, 24 Desember 2025 | 14:13

UPDATE

Bank Mandiri Berikan Relaksasi Kredit Nasabah Terdampak Bencana Sumatera

Jumat, 26 Desember 2025 | 12:12

UMP Jakarta 2026 Naik Jadi Rp5,72 Juta, Begini Respon Pengusaha

Jumat, 26 Desember 2025 | 12:05

Pemerintah Imbau Warga Pantau Peringatan BMKG Selama Nataru

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:56

PMI Jaksel Salurkan Bantuan untuk Korban Bencana di Sumatera

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:54

Trump Selipkan Sindiran untuk Oposisi dalam Pesan Natal

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:48

Pemerintah Kejar Pembangunan Huntara dan Huntap bagi Korban Bencana di Aceh

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:15

Akhir Pelarian Tigran Denre, Suami Selebgram Donna Fabiola yang Terjerat Kasus Narkoba

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:00

Puan Serukan Natal dan Tahun Baru Penuh Empati bagi Korban Bencana

Jumat, 26 Desember 2025 | 10:49

Emas Antam Naik, Buyback Nyaris Tembus Rp2,5 Juta per Gram

Jumat, 26 Desember 2025 | 10:35

Sekolah di Sumut dan Sumbar Pulih 90 Persen, Aceh Menyusul

Jumat, 26 Desember 2025 | 10:30

Selengkapnya