Perempuan berjilbab itu berÂjalan terburu-buru menuju kantor milik PT Ilthabi Rekatama di KanÂtor Taman A9, Jalan Mega KuÂnÂingan, Jakarta Selatan, Rabu sore (19/9). Didampingi asisten pribadinya, dia masuk ke pintu kaca bernomor C8-C10.
Melihat kedatangan peremÂpuan ini, petugas sekuriti berÂpaÂkaian safari langsung memÂbuÂkaÂkan pintu kaca dari arah dalam. Tampaknya dia sudah mengenali orang yang datang. Sambil memÂberikan salam, petugas itu memÂpersilakan masuk.
“Ini kantor teman. Saya di sini mau ada rapat ICMI dengan peÂngurus lain. Kalau rapat ICMI, kami memang sering menggelarnya di sini,†kata MarÂwah Daud Ibrahim.
Nama Marwah lama tak terÂdengar di dunia politik. Ia sibuk sebagai Ketua Presidium Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Pusat.
Belum lama terungkap dia menÂjadi ketua umum Partai Republik. Marwah yang pernah jadi anggota DPR beberapa peÂriode itu meninggalkan Partai Golkar tepat pada peringatan HUT Kemerdekaan RI tahun lalu.
Pengunduran ini ditandai deÂngan mengembalikan kartu tanda anggota (KTA) Golkar. Ibu tiga anak itu memutuskan keluar dari partai yang telah membesarkan namanya karena hendak memÂperÂsiapkan diri mengikuti kongres Partai Republik. Salah satu agenda kongres, memilih ketua umum baru.
“Saya sudah berkali-kali ditaÂwari untuk bergabung dan meÂmimÂpin Partai Republik. AkhirÂnya saya istikharah sebelum memberikan jawaban. Dan habis itu, hati kecil saya menjawab mungÂkin ini jalan saya selanjutÂnya untuk berkarier di partai poÂlitik,†ungkap Marwah.
ÂSebelumnya, Marwah sudah enggan untuk kembali ke dunia politik. Tapi hatinya luluh karena sejumlah pengurus Partai ReÂpublik terus memintanya untuk memimpin partai ini.
“Makanya saya mundur dari Golkar, karena memang tidak boleh double partai. Dan pengunÂduÂran diri saya itu memang terÂtutup, artinya tidak dikabarkan ke publik,†jelasnya.
Apa ada kontrak politik? MeÂnurut Marwah, ada banyak konÂsep dan pemikiran yang sejak dulu ingin dia wujudkan ketika masih bergabung dengan Golkar. NaÂmun di partai itu, ruang gerakÂnya terbatas.
Tak semua ide-ideÂnya diteriÂmaÂnya. Maklum, baÂnyak kader cerdas di Golkar yang juga meÂmiÂliki pemikiran dan konÂsep unÂtuk membesarkan partai.
“Golkar itu partai demokrasi. Ketika dulu saya sering berbeda pemikiran, Akbar Tanjung yang kali itu menjabat sebagai ketua umum tidak marah. Justru dia meÂnganggap itu sebagai dinaÂmika politik,†ujarnya.
Lantas kenapa keluar? MarÂwah mengatakan sejak tidak lagi menÂcalonkan diri sebagai anggota DPR pada Pemilu 2009 lalu muÂlai muncul niat untuk meÂngunÂdurkan dari dari politik. Ia ingin lebih aktif di ICMI dan mengajar.
“Saya sudah puas menjadi angÂgota DPR, sudah puas di Golkar. Biar yang muda-muda saja yang meneruskannya. Tapi karena ada tawaran dan feeling saya mungÂkin itu jalannya akhirnya saya mau kembali ke politik dengan benÂdera yang berbeda,†ujarnya.
“Dan saya kaget, ternyata duÂkuÂngan yang datang dari penguÂrus di seluruh daerah begitu besar. Saya yang dipilih secara aklÂaÂmasi, tentu tidak bisa lagi meÂnoÂlak amanah yang diberikan pada saya,†kata Marwah.
Menurutnya, Partai Republik meÂmiliki niat yang kuat untuk mengubah imej bahwa politik itu kotor, menghalalkan segala cara, sarat money politics, saling menÂjatuhkan, dan hal buruk lainnya.
“Politik itu mulia dan dijalanÂkan dengan karakter dan inÂtegÂriÂtas. Spiritual politik, bersinergi positif dan saling percaya, saling kerjasama sebagai bentuk peÂngabdian kepada Tuhan Yang Maha Esa,†katanya.
Dengan semangat itulah partai ini mendaftarkan diri ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk jadi peserta Pemilu 2014. Pada 9 September lalu, KPU meÂnguÂmumÂkan Partai Republik sebagai satu dari 34 partai yang telah meÂmeÂnuhi persyaratan pendaftaran. Partai ini pun berhak mengikuti veÂrifikasi administatif.
“Untuk partai yang baru bangÂkit lagi, memang tidak mudah bagi kami untuk melewati taÂhaÂpan demi tahapan yang ditÂeÂtapÂkan baik di Kemenkumham dan KPU. Kami tetap optimis dan tiÂdak berhenti berusaha untuk daÂpat lolos pada tahapan-tahapan berikutnya,†ujar doktor koÂmuÂniÂkasi internasional lulusan AmeÂrican University, Washington DC, Amerika Serikat ini.
Sebenarnya, ketika terpilih jadi ketua umum, Marwah sempat pesimistis partainya mendaftar jadi peserta Pemilu 2014. PaÂsalÂnya syarat jadi peserta pemilu sangat berat.
“Bayangkan, kami baru dekÂlarasi Partai Republik berdiri kemÂbali bulan April kemarin. Paska deklarasi hingga 7 SepÂtemÂber lalu ternyata sudah terbentuk kepengurusan di 33 propinsi dan di 350 kabupaten/kota se-InÂdoÂnesia. Artinya, belum genap satu semester, hampir di seluruh InÂdoÂnesia telah terbentuk keÂpeÂnguÂrusan sampai ke tingkat kaÂbuÂpaÂten,†ungkapnya.
Melihat antusiasme para kader, Marwah yakin Partai Republik bisa lolos jadi peserta pemilu. Ia pun sesumbar partainya bisa lolos parliamentary threshold 3 persen dan bisa menempatkan kader-kaÂdernya di DPR. “Ini jalan Tuhan, saya yakin kerja keras kami akan berhasil baik,†tegasnya.
Partai Republik berdiri sejak 1998. Penggagasnya, Hamdan HaÂrahap, Lukman Syamra dan AhÂmad Yani Wahid. Pada 1999, parÂtai ini masih bayi ini ikut pemilu. Tapi tak lolos electoral threshold.
Salah satu penggagas Partai Republik, Ahmad Yani Wahid beÂlaÂkangan turut mendirikan Partai Demokrat. Pada Kongres II tahun 2003, Partai Republik memuÂtusÂkan tidak ikut pemilu dan vakum. Ahmad Yani Cs lalu menÂdekÂlarasikan Relawan SBY meÂnÂjeÂlang Pilpres 2004.
Pada 2008, Partai Republik kembali mendaftarkan diri ke KeÂmenterian Hukum dan HAM. KeÂpemimpinannya sudah berÂganti. Ahmad Yani Wahid yang wafat digantikan Hamdan HaraÂhap. Lagi-lagi, partai ini meÂmuÂtuskan tak ikut pemilu. Alasannya persiapan mengikuti Pemilu 2009 sangat pendek.
Pada 21 Agustus 2011, partai ini menggelar kongres yang ketiga di Hotel Kaisar, Kalibata, Jakarta Selatan. Peserta kongres secara aklamasi menunjuk MarÂwah sebagai ketua umum baru.
Partai Republik bermarkas di Jalan Tiu Nomor 81 Kampung KraÂÂmat, Kelurahan Setu, CipaÂyung, Jakarta Timur. Menempati ruÂmÂah salah satu pengurusnya.
“Saya Bukan Kutu Loncatâ€
Fenomena politisi kutu lonÂcat bukan barang baru di negeri ini. Pindah dari satu partai ke partai lain karena mengejar kÂeÂkuasaan maupun posisi sebagai anggota legislatif.
Marwah Daud Ibrahim membantah dirinya pindah dari Partai Golkar ke Partai RepubÂlik karena mengejar kekuasaan. “Saya pindah dengan memÂbaÂwa visi dan gagasan, bukan seÂkadar pindah karena kekuasaan. Jadi ada nilai kepindahan saya ini. Bukan pragmatisme semata. Jadi salah kalau dibilang ini kutu loncat,†ujarnya.
Marwah pun membantah diriÂnya keluar karena konflik yang terjadi di Golkar. Di era keÂpemimpinan Akbar TandÂjung, Marwah sempat menÂduÂduÂki posisi sebagai salah satu keÂtua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Golkar.
Karier politiknya di partai beÂriÂngin meredup seiring lengÂserÂnya Akbar dan digantikan JuÂsuf Kalla. Pergantian kepÂeÂmimpinan ini diikuti dengan “penggusuran†orang-orang Akbar.
“Saya tetap ditawarkan untuk duduk di posisi ini itu atau meÂngisi jabatan ini itu (di Golkar). Tapi bagi saya sudah cukuplah di Golkar. Makanya saya meÂnolaknya, karena memang ada keinginan untuk mundur. MeÂmang sudah ingin pensiun dari politik,†kata Marwah.
Namun ada tawaran dari ParÂtai Republik untuk memimpin partai ini. “Ada ruang untuk meÂnyampaikan kembali gagÂaÂsan dan pemikiran saya, kenapa juga saya tidak menerimanya,†ujarnya beralasan. [Harian Rakyat Merdeka]
Populer
Selasa, 08 Oktober 2024 | 10:03
Senin, 07 Oktober 2024 | 04:21
Senin, 30 September 2024 | 05:26
Sabtu, 05 Oktober 2024 | 03:45
Rabu, 09 Oktober 2024 | 06:46
Senin, 07 Oktober 2024 | 14:01
Rabu, 09 Oktober 2024 | 01:53
UPDATE
Kamis, 10 Oktober 2024 | 07:48
Kamis, 10 Oktober 2024 | 07:38
Kamis, 10 Oktober 2024 | 07:31
Kamis, 10 Oktober 2024 | 07:17
Kamis, 10 Oktober 2024 | 06:50
Kamis, 10 Oktober 2024 | 06:20
Kamis, 10 Oktober 2024 | 05:50
Kamis, 10 Oktober 2024 | 05:25
Kamis, 10 Oktober 2024 | 04:58
Kamis, 10 Oktober 2024 | 04:30