Prof Eddy OS Hiariej
Prof Eddy OS Hiariej
Menanggapi hal itu, Guru BeÂsar Hukum Pidana Universitas Gadjah Mana (UGM) Prof Eddy OS Hiariej mengatakan, pemÂberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia termasuk istimewa. Sebab, lebih dari satu institusi berÂwenang melakukan penyidikan.
“Ada KPK, kejaksaan dan PolÂÂri berwenang melakukan peÂnyiÂdikan tindak pidana korupÂsi. Hal ini tentunya ada aspek poÂÂsitif, yakÂni ada percepatan daÂlam pemÂÂberanÂtasan tindak piÂdana koÂrupsi,’’ kata Eddy OS HiaÂriej keÂpada Rakyat MerdeÂka, keÂmarin.
Sedangkan sisi negatifnya, lanÂjutnya, diakui atau tidak, ada riÂvaÂliÂtas antar sesama institusi daÂlam rangÂka pemberantasan koÂrupsi, sehingga terkesan rebutan perkara.
“Persoalan rebutan perkara ini seÂmakin terlihat dengan tidak adaÂnya paÂÂrameter yang jelas periÂhal perÂkara korupsi mana yang boÂÂleh diÂsidik PolÂri dan mana yang boleh diÂsidik kejakÂsaan. SeÂmentara perÂkaÂra korupsi yang daÂpat disidik oleh KPK memÂpunyai batasan yang jelas sebagaiÂmana termaktub dalam Pasal 11 UnÂdang-Undang KPK,’’ paparnya.
Berikut kutipan selengkapnya:
Apa batasan itu?
Batasan tersebut meliputi tinÂdak pidana korupsi yang melibatÂkan aparat penegak hukum, peÂnyeÂlengÂgara negara dan orang lain yang ada kaitannya dengan tinÂdak pidana korupsi yang diÂlakukan oleh aparat penegak huÂkum atau penyelenggara negara. Tindak piÂdana korupsi yang meÂresahkan masyarakat, kendaÂtipun perihal ini masih menimbulkan perdebatan terkait kriteria mereÂsahÂkan maÂsyaÂrakat. Tindak pidaÂna korupsi yang menyangkut keÂrugian negara paÂling sedikit Rp 1 miliar.
Kalau begitu siapa yang pas menangani kasus Simulator SIM?
Ada yang berpendapat KPK leÂbih berwenang. ArgumentasiÂnya didasarkan pasal 50 ayat (3) UnÂÂdang-Undang KPK.
Sebaliknya, ada yang berpenÂdaÂÂpat bahwa Polri yang berweÂnang untuk menyidik kasus terseÂbut. Alasannya, ada MemoranÂdum of Understanding (MOU) atau Kesepakatan Bersama antara Kejaksaan, Polri dan KPK. BerÂdaÂsarkan pasal 8 ayat (1) MOU terÂÂsebut bahwa dalam hal para pihak melakukan penyelidikan pada sasaran yang sama, untuk menghindari duplikasi penyeÂliÂdiÂkan maka penentuan instansi yang mempunyai kewajiban unÂtuk menindak lanjuti penyelidiÂkan adalah instansi yang lebih daÂhuÂlu mengeluarkan surat perintah penyelidikan atau atas kesepaÂkatan bersama.
Apa yang Anda tangkap dari kesepakatan itu?
Sekilas jika dicermati, tiÂdak ada permasalahan yuridis deÂngan MOU yang ditandatangani oleh para pihak. Tapi, jika diteÂlaÂah seÂcara seksama disadari atau tiÂdak MOU tersebut menggraÂdaÂsikan keduÂdukan KPK sebagai lemÂbaga super body dalam peÂnanganan perkara tindak pidana korupsi.
Kenapa Anda bilang begitu?
Kewenangan supervisi yang ada pada KPK berdasarkan pasal 6 huruf b Undang-Undang KPK adaÂlah supervisi institusional. SeÂdangkan menurut pasal 9 ayat (1) MOU, supervisi tersebut hanyalah sebatas perkara tindak pidana koÂrupsi yang meresahkan masyaÂraÂkat atau yang menjadi atensi para pihak. Artinya, keweÂnangan suÂpervisi KPK terhadap institusi diÂgraÂdasikan menjadi kewenaÂngan supervisi terhadap perkara atau kasus per kasus.
Bukankah bila KPK sudah meÂnangani suatu perkara, otoÂmatis yang lain mengalah?
Berdasarkan MOU terseÂbut, kewenangan Polri dan kejakÂsaÂan tidak hilang secara serta merta meski KPK telah melakuÂkan peÂnyidikan atas suatu tindak pidana korupsi.
Ketentuan pasal 8 ayat (1) MOU memberi peluang suatu insÂÂÂÂtansi untuk melakukan peÂnyiÂdikan tindak pidana korupsi atas dasar institusi mana yang leÂÂbih duÂlu melakukan penyeÂliÂdiÂÂkan atas kaÂsus tersebut atau atas keÂsepaÂkatan bersama.
TerÂlebih, keÂtenÂtuan pasal 8 ayat (4) MOU memÂbuka peÂluang mengÂalihkan penyiÂdikan dari satu insÂtitusi keÂpada insÂtiÂtuÂsi lain deÂngan terleÂbih dahuÂlu diÂlakukan gelar perÂkaÂra yang dihaÂdiri oleh para pihak.
Tanggapan Anda mengenai itu?
Klausula kebatalan MOU seÂbaÂgaimana tertuang dalam Pasal 29 MOU bersifat ambigu. Di satu siÂsi, ada klausula yang menyataÂkan bahwa jika terdapat ketenÂtuan dalam MOU yang dilarang oleh peraturan perundang-unÂdangan maka ketentuan tersebut tidak berlaku.
Tapi anak kalimat dalam pasal teÂrÂsebut menyatakan bahwa keÂbaÂtalan tersebut tidak membatalÂkan ketentuan-ketentuan lainnya dalam MOU. Padahal, bila dicerÂmati lebih lanjut, antara pasal yang satu dengan pasal yang lain saÂling berkaitan erat.
Terlebih MOU tersebut dibuat dengan mengÂÂingat KUHAP, UnÂdang-UnÂdang tentang PenyeÂlengÂÂÂgara NeÂgara yang Bersih dan BeÂbas dari Korupsi, Kolusi dan NeÂpoÂtisme, Undang-UnÂdang PemÂberantasan Tindak PiÂdana KorupÂsi, Undang-Undang tentang KeÂpolisian, UnÂdang-UnÂdang KPK dan Undang-Undang Kejaksaan.
Bukankah Undang-undang lebih tinggi dari kesepakatan?
Dalam konteks teori, suatu MOU didasarkan pada asas pacta sunt servanda yang berarti setiap keÂÂsepakatan yang dibuat mengÂikat para pihak ibarat undang-unÂdang. Namun di sisi lain keseÂpaÂkaÂtan tersebut harus didasarkan paÂda kecakapan para pihak, objek tertentu dan kausa yang halal.
Apa Kesimpulannya?
Polri pun punya kewenangan menyidik kasus Simulator SIM. Hal ini didasarkan atas pelakÂsaÂnaan MOU dengan itikat baik dari para piÂhak. Artinya, ada genÂtleÂman agreeÂment di antara para piÂhak saat menandatangani MOU terÂsebut tentunya untuk dilaksaÂnaÂkan. KonÂsekuensi lebih lanjut, adaÂÂnya MOU tersebut secara moÂral tidak dapat dikesampingkan begitu saja.
Kewenangan Polri untuk melaÂkukan penyidikan kasus Proyek Pengadaan Simulator adalah berÂdasarkan pasal 8 ayat (1) MOU kaÂrena Polri yang lebih duÂlu meÂlaÂkukan penyelidikan kasus terÂseÂbut. Kalaupun penyidikan atas kaÂsus tersebut akan dilimÂpahÂkan keÂpada instansi lain, haÂruslah berÂdaÂsarkan kesepakatan. Artinya, daÂlam penyidikan kasus koÂrupsi proÂyek pengadaan simuÂlator SIM, penyidikan terhadap IrÂjen Pol DjoÂko Susilo ditangani KPK. SeÂdaÂngÂkan penyidikan terhaÂdap terÂsangka lainnya terkait kasus terÂsebut dilakukan Polri. [Harian Rakyat Merdeka]
Populer
Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16
Senin, 22 Desember 2025 | 17:57
Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33
Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07
Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10
Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37
Rabu, 24 Desember 2025 | 14:13
UPDATE
Jumat, 26 Desember 2025 | 12:12
Jumat, 26 Desember 2025 | 12:05
Jumat, 26 Desember 2025 | 11:56
Jumat, 26 Desember 2025 | 11:54
Jumat, 26 Desember 2025 | 11:48
Jumat, 26 Desember 2025 | 11:15
Jumat, 26 Desember 2025 | 11:00
Jumat, 26 Desember 2025 | 10:49
Jumat, 26 Desember 2025 | 10:35
Jumat, 26 Desember 2025 | 10:30