Berita

ilustrasi/ist

On The Spot

Khawatir Digusur, Warga Siap Bertaruh Nyawa (Lagi)

Sengketa Lahan Di Meruya Selatan Mau Dieksekusi
MINGGU, 16 SEPTEMBER 2012 | 08:51 WIB

Ketenangan warga Meruya Selatan kembali terusik. Pemda DKI tak juga melakukan perlawanan atas putusan kasasi yang memenangkan PT Porta Nigra.

Putusan itu mengharuskan Pemda DKI membayar ganti rugi Rp 391 miliar kepada perusahaan yang mengklaim pemilik sah la­han 15 hektar di Meruya Selatan.

Di atas lahan itu telah berdiri se­­jumlah perumahan. Yakni pe­ru­mahan pegawai Wali Kota Ja­karta Barat, Perumahan DPR 3, Kav­ling DKI, Kavling, Green Villa dan Intercon Taman Kebon Jeruk.

Porta Nigra meminta putusan yang memenangkan gugatannya segera dieksekusi. Warga yang tinggal di perumahan itu khawatir lahan yang mereka tempati bakal jadi obyek eksekusi. Seperti yang diutarakan Eli, warga di Kavling DKI, Meruya Selatan, Kem­ba­ngan, Jakarta.

Wanita berusia 35 tahun ini me­ngungkapkan keluarganya sudah tinggal di sini sejak dekade 1970-an. “Kami memiliki serti­fikat tanah dan rumah ini secara sah dan bisa dibuktikan di pe­ngadilan,” kata Eli yang ditemui tengah menggendong bayi di te­ras rumahnya Jumat lalu mene­gas­kan, akan melakukan perla­wa­nan jika tanah dan rumahnya ter­masuk obyek yang bakal di­eksekusi. “Nyawapun siap kami pertaruhkan demi menghalangi eksekusi itu,” kata wanita yang mengenakan jilbab ini.

Ia mengingatkan Porta Nigra agar tak mengeksekusi lahan yang ditempati warga. “Kami kan sudah perjanjian dengan perusa­ha­an itu tidak melakukan ek­se­kusi lahan yang ditempati warga. Kalau tetap dilakukan, kami akan melawan,” tegasnya

Sebenarnya, Eli merasa capek sengketa lahan ini tak kunjung se­lesai. “Kami ingin Pemda DKI me­nyelesaikan sengketa ini se­cepatnya demi kebaikan semua pihaknya,” harapnya.

Pengamatan Rakyat Merdeka, di atas lahan Kavling DKI telah ber­diri puluhan rumah mewah. Ma­yoritas berlantai dua. Ada be­berapa lahan yang masih kosong di kawasan itu. Lahan itu dipe­nuhi pepohonan.

Bersebelahan dengan peru­ma­han ini terdapat Perumahan DPR 3. Di sini berdiri puluhan rumah dengan berbagai ukuran. Roin, warga di perumahan ini masih akan melihat apa langkah yang akan diambil Porta Nigra setelah tuntutan ganti rugi terhadap Pem­da DKI dikabulkan Mahkamah Agung (MA). Namun dia ber­harap lahan yang dia tempati tak ter­masuk dalam obyek yang ba­kal dieksekusi.

“Sejak tahun 2007, Porta Nigra berjanji tidak akan menggusur ru­mah yang ada di Kompleks DPR 3. Saat ini kami hanya melihat saja bagaimana kelanjutan dari jan­ji itu” kata dia.

Pria yang mengaku sudah ting­gal di perumahan ini sejak dekade 1980-an ini mengatakan Porta Nigra pernah membuat perjanjian warga dihadapan anggota DPR dan Setjen DPR bulan April tidak akan mengusik pemukiman warga.

“Kalau mereka (Porta Nigra) masih mengingkari kesepakatan tersebut, kita akan tunjukkan do­kumen perjanjian yang dulu per­nah disepakati,” kata pria ber­tubuh subur ini.

Ia mengatakan, kini rumah yang berdiri di perumahan ini ber­jumlah 50 rumah. “Awalnya ha­nya 34 rumah. Semakin kesini semakin banyak warga yang tinggal disini,” katanya.

Ketika diputuskan kalah oleh Mahkamah Agung (MA), Pemda DKI bertekad mengajukan upaya hu­kum terakhir: peninjauan kem­bali (PK). Tekad itu disampaikan Gubernur DKI Fauzi Bowo Februari lalu.

Setelah tersiar kabar bahwa Porta Nigra mengajukan per­mo­honan eksekusi (aanmaning), Fauzi Bowo kembali me­nyam­paikan tekad sama. Pihaknya Pihaknya bersikukuh tidak akan membayar ganti rugi kepada Porta Nigra.

 Menurut dia, ada dua perkara yang bergulir ke pengadilan ter­kait sengketa lahan di Meruya Se­latan ini. Kasasi perkara me­ngenai perbuatan melawan hu­kum yang dimenangkan Porta Nigra. Di perkara lainnya Pemda DKI pemenangnya.

 â€œJadi, kasasi yang membuat kita kalah ini, akan kami ajukan PK kepada MA dengan meng­gu­nak­an novum kasasi MA yang me­menangkan Pemprov DKI. Da­lam waktu dekat sedang dira­pat­kan dengan Biro Hukum,” katanya

Namun hingga Porta Nigra me­ngajukan permohonan eksekusi, Pemda DKI tak juga mema­suk­kan memori PK. Kenapa?  

Manihar Situmorang, kuasa hu­kum Pemda DKI, mengaku pihaknya belum bisa mengajukan memori PK karena belum me­ne­rima salinan putusan MA yang me­menangkan Pemda DKI.  

“Sa­linan putusan MA yang me­menangkan kami pada tahun 2010 belum kami diterima,” dalihnya. Walaupun salinan pu­tusan belum diterima, pihaknya sudah memutuskan tidak akan melakukan pembayaran apa pun kepada Porta Nigra. Sebab bila itu dilakukan bisa terkena delik korupsi.

 Manihor mengatakan pi­hak­nya juga akan meminta salinan putu­san perkara dengan terdakwa H Juhri, mandor yang diduga telah men­jual lahan milik Porta Nigra. Na­mun memori PK yang akan di­susun, pihaknya akan me­ngu­rai­kan upaya akal-akalan Porta Nigra yang mengklaim se­bagai pemilik lahan di Meruya Selatan.

Juga mengajukan argumentasi bahwa hakim telah melakukan kekeliruan dalam memutus per­kara. Yang terpenting, pihaknya akan mengajukan bukti (novum) baru atas perkara ini.

Berdamai Dengan Warga, Dengan Pemda DKI? No!

Kasus sengketa lahan ini ber­mula ketika pada 1972-1973, Por­ta Nigra melakukan pem­be­ba­san tanah di Kelurahan Meruya Udik, Kecamatan Kebon Jeruk, Jakarta Barat, yang sekarang di kenal se­bagai Kelurahan Meruya Selatan.

Setahun kemudian pada 1974 sampai 1977, tanah itu dijual kem­bali oleh Juhri yang mengaku sebagai mandor dan koordinator warga dengan bekerja sama de­ngan Lurah Meruya Udik, Asmat bin Siming.

Tanah dijual dengan meng­gu­nakan surat-surat palsu kepada Pemda DKI seluas 15 hektar de­ngan alasan untuk proyek lintas Tomang. Lalu kepada PT Lab­rata se­luas 4 hektar, PT Intercon se­luas 2 hektar, PT Copylas se­luas 2,5 hektar, Junus Djafar se­luas 2,2 hektar dan Koperasi BRI 3,5 hektar.

Tahun 1985, Juhri cs dipi­da­na­kan di Pengadilan Negeri Jakarta Barat. Ia dijatuhi hukuman 1 ta­hun dengan masa percobaan 2 ta­hun. Juhri berjanji akan me­ngem­balikan lahan PT Porta Nigra yang telah dijualnya.

Hingga 1996 janji itu tak di­pe­nuhi. Lahan seluas 44 ha di Me­ruya Selatan telah tumbuh men­jadi pemukiman, sekolah, pus­kes­mas dan gedung pemerin­ta­han. Porta Nigra pun mengajukan gugatan perdata ke PN Jakbar.

Tahun 1997, PN Jakbar menge­luar­kan berita sita jaminan de­ngan perintah untuk mengo­song­kan tanah-tanah sengketa dan menyerahkannya kembali kepada Porta Nigra dalam keadaan kosong. Permohonan ini hingga proses kasasi.

Kemudian tahun 2001, Mah­ka­mah Agung (MA) mengeluarkan putusan Nomor 2863 K/Pdt/1999 tertanggal 26 Juni 2001 yang me­menangkan Porta Nigra. Se­men­tara kawasan di Meruya Selatan makin ramai berdiri pemukiman.

Pada 9 April 2007, Porta Nigra me­ngirimkan permohonan ek­se­kusi ke PN Jakbar dan di­ka­bul­kan. Kemudian pada 26 April 2007, dua belas instansi di Jakarta Barat melakukan pertemuan dengan Porta Nigra dan di­se­pa­kati untuk melakukan eksekusi 10 RW di Meruya Selatan pada 21 Mei 2007.

Bulan Mei sampai November 2007, terjadi perlawanan dari war­ga. Gubernur DKI saat itu, Suti­yo­so dan DPRD Jakarta turun ta­ngan. Kasus ini juga dibawa ke DPR.

Tahun 8 November 2007, PN Jakbar memutuskan sengketa Porta Nigra versus warga Meruya Selatan berakhir damai. Warga te­tap berhak menetap di tempat ting­galnya selama ini.

Porta Nigra menerima, tetapi tidak ada kata damai untuk lahan yang dikuasai Pemda DKI. Porta Nigra pun menggugat Pemda DKI Jakarta. Majelis hakim agung yang diketuai M Taufik, Abdul Gani dan Abdul Manan menga­bul­kan gugatan ini. Pemda DKI di­haruskan membayar ganti Rp 391 miliar kepada Porta Nigra.

Kuasa Hukum Telat Datang, Sidang Ditunda

Zerry Safrizal, kuasa hukum Porta Nigra, meragukan langkah Pemda DKI Jakarta mengajukan Peninjauan Kembali (PK) ter­hadap putusan kasasi MA yang mengharuskannya membayar ganti rugi Rp 391 miliar.

Menurut dia, sesuai Surat Eda­­­ran MA, pengajuan PK ti­dak boleh melewati masa 180 hari, jika pemohon PK mem­punyai bukti baru (novum). “Apa Pem­prov DKI Jakarta ma­sih punya bukti baru? Saya tidak yakin,” katanya.

Dalam peraturan MA juga disebutkan jika permohonan eksekusi diajukan sebelum pe­ngajuan PK, pengadilan harus mendahulukan pelaksanaan eksekusi.

Sesuai runtutan fakta hukum itu, Zerry mengklaim pihaknya le­bih dulu mengajukan permo­ho­nan eksekusi dibanding per­mo­honan PK Pemda DKI. “De­ngan fakta di atas, sebetulnya su­dah tertutup Pemprop DKI Ja­karta mengajukan PK,” jelasnya.

Porta Nigra telah mengajukan permohonan eksekusi ke Pe­ngadilan Negeri Jakarta Barat (PN Jakbar) sejak awal Juli 2012. “Kami telah mengajukan anmaning (permohonan pe­lak­sanaan eksekusi) pertama se­be­lum bulan puasa,” katanya.

Sidang anmaning dihadiri kuasa hukum Pemda DKI dan turut tergugat yaitu para ahli wa­ris pemilik tanah di Meruya Se­latan. Karena kuasa hukum Pem­da DKI datang terlambat, sidang akhirnya ditunda.

“Kuasa hukum Pemprop DKI datang jam 3 sore, jadi dianggap sudah bukan jam kantor. Ak­hirnya sidang gagal,” katanya.

Karena sidang permohonan ek­sekusi pertama gagal, PN Jak­bar akan mengundang Pemda DKI Jakarta untuk mengikuti si­dang kedua. “Kami belum men­dapat kabar terbaru soal itu. Mu­dah-mudahan minggu ini ter­laksana aanmaning kedua,” harap Zerry.

Bila sudah ada PN Jakarta Ba­rat sudah membuat keputu­san, maka eksekusi harus dilakukan paling lambat sejak putusan itu.

Zerry mengklaim, tanah milik Portanigra di Meruya Selatan seluas 29 hektare. Di lahan itu kini berdiri beberapa per­u­ma­han. Yakni perumahan Unilever, perumahan karyawan wali kota Jakarta Barat, perumahan DPR 3, perumahan Mawar, Kavling BRI, Kavling DKI, perumahan Green Villa, dan Intercon Taman Kebon Jeruk.

“Yang kami sengketakan de­ngan Pemprop DKI adalah pe­ru­mahan yang berada di Kavling DKI. Sedangkan perumahan lainnya kami selesaikan melalui cara tersendiri,” katanya.

Mengenai lahan yang kini berdiri perumahan komersial, Por­ta Nigra akan menye­le­sai­kan­nya dengan pihak pengem­bangnya. “Jadi warga tidak perlu khawatir juga,” kata Zerry.

Ia menjelaskan, seluruh ser­ti­fikat tanah yang dimiliki warga di lahan yang disengketakan seperti di Kavling DKI Jakarta di Meruya Selatan asal-usulnya tidak jelas. “Sedangkan kami pu­nya asal-usul tanah tersebut dan dibisa dibuktikan dengan sertifikat tanah yang kami pu­nya,” jelasnya.

Namun lagi-lagi, Zerry me­min­ta warga tidak perlu khawa­tir. Pihaknya Portanigra tidak akan melakukan eksekusi tanah warga. Pihaknya hanya akan mengeksekusi uang yang harus dibayarkan Pemda DKI sebesar Rp 391 miliar.

“Kalau dengan warga kami su­dah beres bahwa tanah mereka ti­dak akan dieksekusi. Butir per­janjian ini sudah disepakati di depan anggota DPR,” katanya.

Zerry berharap, Pemda DKI pa­tuh terhadap putusan MA de­ngan segera membayarkan uang ganti rugi. Bila mereka masih ngotot dan tidak mau bayar, Por­tanigra akan terus mem­per­juang­kan hak tersebut.

“Bahkan bila diperlukan kami akan mengadu ke dewan HAM international. Biar selu­ruh dunia tahu bahwa mereka (Pemda DKI) tidak taat hu­kum,” ancam­nya. [Harian Rakyat Merdeka]


Populer

Aduan Kebohongan sebagai Gugatan Perdata

Selasa, 08 Oktober 2024 | 10:03

Pernah Bertugas di KPK, Kapolres Boyolali Jebolan Akpol 2003

Senin, 07 Oktober 2024 | 04:21

Warganet Beberkan Kejanggalan Kampus Raffi Ahmad Peroleh Gelar Doktor Kehormatan

Senin, 30 September 2024 | 05:26

Laksdya Irvansyah Dianggap Gagal Bangun Jati Diri Coast Guard

Sabtu, 05 Oktober 2024 | 03:45

Bakamla Jangan Lagi Gunakan Identitas Coast Guard

Rabu, 09 Oktober 2024 | 06:46

Selebgram Korban Penganiayaan Ketum Parpol Ternyata Mantan Kekasih Atta Halilintar

Senin, 07 Oktober 2024 | 14:01

PDIP Bisa Dapat 3 Menteri tapi Terhalang Chemistry Gibran

Rabu, 09 Oktober 2024 | 01:53

UPDATE

TB Hasanuddin Kritik Raffi Ahmad Pakai Seragam TNI: Ada Aturannya!

Kamis, 10 Oktober 2024 | 07:48

Prabowo Harus Buktikan Betul-betul Bentuk Zaken Kabinet

Kamis, 10 Oktober 2024 | 07:38

Ketum Garuda Diduga Aniaya Wanita Pernah Gagal Nyaleg Lewat Gerindra

Kamis, 10 Oktober 2024 | 07:31

Hujan Ringan Diperkirakan Basahi Jakarta

Kamis, 10 Oktober 2024 | 07:17

Bambang Haryo Tinjau Pembangunan Terminal Internasional Bimoku

Kamis, 10 Oktober 2024 | 06:50

Bahlil Diminta Serius Menata Ulang Aturan Pemanfaatan EBT

Kamis, 10 Oktober 2024 | 06:20

Dukung Program Makanan Bergizi, KKP Gerilya Protein Ikan

Kamis, 10 Oktober 2024 | 05:50

Danjen Kopassus Pimpin Sertijab Sejumlah Posisi Strategis

Kamis, 10 Oktober 2024 | 05:25

Indonesia Ajak Negara Asia Pasifik Mitigasi Perubahan Iklim

Kamis, 10 Oktober 2024 | 04:58

Mbak Ita Optimis Gelaran Sembiz Mampu Gaet Banyak Investor

Kamis, 10 Oktober 2024 | 04:30

Selengkapnya