Adhyaksa Dault
Adhyaksa Dault
“Saya pernah jadi menteri saja sudah Alhamdulillah. Saya ini anak orang kecil yang lahir dari kota kecil. Makanya selalu berÂsyukur bisa seperti sekarang. Ini semua berkat Allah SWT dan doa dari kedua orang tua saya,†kata Adhyaksa Dault kepada Rakyat Merdeka, di Jakarta, kemarin.
Seperti diketahui, dalam pelunÂcuran buku terbarunya yang berÂjuÂdul ‘Menghadang Negara GaÂgal: Sebuah Ijtihad Politik’, WaÂkil Ketua DPR Pramono Anung menilai Adhyaksa Dault pantas jadi presiden.
Adhyaksa Dault selanjutnya mengatakan, sejak dulu tiÂdak pernah mempunyai ambisi jadi seorang pemimpin maupun menginginkan jabatan. Namun, ketika sudah menjadi peÂmimpin harus benar-benar menjaga amanat.
“Saya selalu menjaga amanat alÂmarhum abah dan mamah saya. Biar pun saya nggak mempunyai pangÂkat atau jabatan, yang penÂting bagi saya adalah memÂpunyai seorang ibu yang sangat menyayangi saya,†paparnya.
Berikut kutipan selengkapnya:
Masa sih Anda tidak mengÂinginÂkan jabatan?
Demi Allah, saya tidak pernah berambisi menjadi sesuatu di negeri ini. Saya tegaskan lagi, saÂya sama sekali tidak pernah berÂambisi soal jabatan dan pangÂkat. Pastinya, seorang pemimpin itu harus menjalankan amanat dan tidak boleh melanggar.
Pada 2002, mamah saya memÂberi hadiah ulang tahun hanya sebuah dasi. Saat itu beliau biÂlang, saya harus memakai dasi terÂÂsebut ketika dilantik menjadi menteri.
Dua tahun setelah itu, saya diÂlanÂtik jadi menteri. Artinya, maÂmah saya tahu kalau saya bakal jadi menteri. Ketika saya jadi menÂÂteri, Alhamdulillah, saya tiÂdak makan uang haram sepeser pun, dan saya terhindar dari berÂbagai fitnah.
Bagaimana menurut Anda pemimpin saat ini?
Sebagai generasi muda, saya gelisah menyaksikan perkemÂbaÂngan demi perkembangan terbaru yang mencederai cita-cita berÂbangsa dan bernegara kita.
Apa benar 2014, Indonesia mengalami krisis kepeÂmimÂpinan?
Tentunya itu tergantung dari paÂra elite politisi kita. Kalau meÂreÂka mau berpikir secara jernih, ada sikap negarawan, maka neÂgaÂra ini semakin baik.
Apa 2014, ada calon pemimÂpin seperti itu?
Bangsa ini harus dipimpin oleh orang-orang yang memÂpuÂnyai hikmah. Tidak akan meÂlanggar atuÂran. Hikmah itu daÂtangnya dari Tuhan, kalau suÂdah menÂdaÂpatkan hikmah maka dia bijakÂsana dan menciptakan keaÂdilan baÂgi seluruh rakyat IndoÂnesia.
Kenapa Anda menulis buku berjudul Mencegah Negara Gagal: Sebuah Ijtihad Politik?
Ada yang bependapat bahwa bangsa Indonesia menuju negara gaÂÂgal. Saya nggak mau negara ini menjadi negara gagal. MelaÂlui buÂÂku yang saya tulis ini, saya ingin memberikan sinyal kepada para tokoh pemimpin bangsa ini, baik di DPR, MPR, maupun peÂmerintah agar tidak melupakan rumah besar bangsa ini, yaitu NKRI.
Pada akhir Juni lalu, sebuah lemÂbaga riset yaitu Fund for Peace yang berpusat di WaÂshingÂton DC, Amerika Serikat mengeÂluarkan Indeks Negara Gagal. Indonesia menempati peringkat ke 63 dari 178 negara di seluruh dunia dan masuk dalam negara bahaya.
Ketika saya membuat buku itu tiÂdak mau sembarangan karena harus bermanfaat untuk publik, sehingga harus ilmiah.
Apa solusi yang Anda taÂwarkan?
Salah satu solusinya, kembali ke Pancasila seperti yang dicipÂtakan Bapak pendiri bangsa. BangÂsa ini sudah kehilangan penÂjiwaan Pancasila, terutama sila keempat.
Belum ada kesungguhan dari pemimpin nasional untuk memÂbeÂnahi kepentingan publik.
Kebijakan yang dirintis peÂmimpin-pemimpin sebelumnya, banyak diubah ketika berganti pemimpin. Reformasi pun suÂdah kehilangan arah dan libeÂralisasi.
Apakah pesan daÂlam buku itu bisa terÂsampaikan?
Saya hanya ingin menyadarkan para peÂmimÂpin bangsa ini agar tiÂdak terkotak-kotak dalam sebuah kamar. Keluar dari kamar itu, ada ruang tamu, ruang dapur, dan lainnya. Ada rumah besar yang namanya NKRI.
Alhamdulillah, saat launching buku terÂseÂbut, banyak tokoh naÂsioÂnal seperti Pak Surya Paloh, Try SutrisÂno, Pramono Anung, Hatta Rajasa, beberapa menteri lainnya yang hadir.
Mereka saat ini adalah tokoh-tokoh nasional yang memiliki komitmen memÂbawa keÂmajuan bangsa, meskiÂpun diÂpisahkan oleh partai dan bendera yang berbeda.
Bukankah politisi sering bersaing secara tidak sehat?
Para politisi itu harus menÂconÂtoh artis. Meski berbeda-beda parÂtainya, mereka tetap berÂsatu. MiÂsalnya, ada Eko Patrio di PAN, ada Tantowi Yahya di GolÂkar, ada Rieke Dyah Pitaloka di PDIP, dan banyak artis di Partai DeÂmoÂkrat. Tapi ketika mereka bertemu, mereka bisa bersatu. [Harian Rakyat Merdeka]
Populer
Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16
Senin, 22 Desember 2025 | 17:57
Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33
Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07
Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10
Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37
Rabu, 24 Desember 2025 | 14:13
UPDATE
Jumat, 26 Desember 2025 | 12:12
Jumat, 26 Desember 2025 | 12:05
Jumat, 26 Desember 2025 | 11:56
Jumat, 26 Desember 2025 | 11:54
Jumat, 26 Desember 2025 | 11:48
Jumat, 26 Desember 2025 | 11:15
Jumat, 26 Desember 2025 | 11:00
Jumat, 26 Desember 2025 | 10:49
Jumat, 26 Desember 2025 | 10:35
Jumat, 26 Desember 2025 | 10:30