Berita

rmol

Harus Diselesaikan, Akar Masalahnya Jakarta

JUMAT, 14 SEPTEMBER 2012 | 21:31 WIB | LAPORAN: ADE MULYANA

Pendekatan keamanan tidak akan mampu menyelesaikan sejumlah persoalan atau konflik yang tengah melanda Papua. Sebab permasalahan yang ada di provinsi paling timur Indonesia itu adalah ketidakadilan dan kegagalan dalam mewujudkan kesejahteraan bagi masyarakat di sana.

"Akar segala permasalahan yang ada di tanah Papua adalah Jakarta. Pemerintah pusat gagal menciptakan kesejahteraan bagi masyarakat Papua," ujar tokoh perubahan DR. Rizal Ramli dalam diskusi dan bedah buku berjudul "Memecah Kebisuan Sejarah Kekerasan di Papua Barat" karya Pdt. Socratez Sofyan Yoman di Univeritas Kristen Indonesia, Jakarta (Jumat, 14/9).

Kekerasan oleh aparat terjadi di Papua. Kekerasan dijadikan alat oleh penguasa untuk menakut-nakuti. Rakyat menjadi korban di tengah perjuangan mereka menuntut keadilan.


Tapi perlu diingat, kekerasan tidak hanya terjadi di Papua. Kekerasan aparat juga terjadi di daerah lainnya seperti Mesuji, Ogan Ilir, Lampung, dan daerah lainnya. Aparat menembaki warga dengan peluru tajam tanpa terlebih dahulu memberikan tembakan peringatan sebagaimana diatur dalam standar operasi prosedur (SOP). Sejarah bangsa yang penuh kekerasan sangatlah panjang. Sementara rangkaian kekerasan terus saja ditutup-tutupi.

"Inilah kenapa masalahnya ada di Jakarta. Maka, untuk membenahi Papua harus membenahi Indonesia dulu. Masalah di daerah akan selesai kalau masalah di Jakarta juga selesai," imbuh mantan Menko Perekonomian itu.

Menurutnya, selama ketidakadilan terus terjadi maka selama itu pula kedamaian sulit tercipta. Oleh karenanya, persoalan utama yang perlu dibereskan terkait upaya mengatasi permasalahan di tanah Papua adalah menyelesaikan masalah ketidakadilan.

"Ulama, pendeta, dan kita semua harus berani menyampaikan kebenaran. Kita harus rapikan ketidakadilan yang ada, baru bisa lahir kedamaian," tuturnya.

Ia menambahkan, masyarakat Papua selama ini mengalami berbagai perlakuan tidak adil. Dalam bidang politik, orang-orang Papua dibungkam. Siapa yang kritis, banyak bicara dan menyatakan pendapat dicurigai sebagai OPM dan separatis.  Di bidang ekonomi, kekayaan alam Papua yang melimpah tidak sepenuhnya dinikmati masyarakat Papua. Tambang Freeport bernilai ratusan juta dolar AS dikeruk oleh asing dan dibawa ke luar negeri.

Dalam kesempatan ini, mantan Menteri Keuangan itu juga menyampaikan keluhannya atas ketidakberesan pejabat, baik di level pusat maupun lokal Papua dalam menjalankan pembangunan di tanah Papua. Anggaran yang dialokasikan dalam APBN untuk Papua sangatlah besar, berlipat-lipat dibanding untuk daerah lainnya. Tapi, hampir tidak ada hasil dari penggunaan anggaran tersebut. Masyarakat Papua masih saja kesulitan untuk mendapatkan pendidikan, dan bahkan saking buruknya pelayanan kesehatan sampai-sampai di Puskesmas-puskesmas di sana tidak ada obat. Para kepala daerah di Papua mestinya tidak hanya sibuk dengan urusan politik; bagaimana menang Pilkada dan pelesiran ke Jakarta.

"Anggaran untuk Papua Rp 36 triliun. Jika dibagikan kepada penduduk Papua yang 2,8 juta jiwa maka tiap-tiap penduduk mendapat Rp 13 miliar. Pertanyaannya, dikemanakan dana itu? Bisa-bisanya tidak sampai ke masyarakat," imbuh dia.

"Jangan seperti Timor Timur dulu, anggarannya tiga kali lebih besar dibanding daerah lain tapi rakyatnya tetap miskin. Yang kaya hanya para pejabatnya saja," imbuh dia lagi.

Solusinya, kata Rizal yang beberapa waktu lalu didaulat menjadi Capres alternatif 2014, perlunya menegakkan pemerintahan yang menghargai kedaulatan rakyat. Masyarakat Papua dan masyarakat di daerah-daerah lainnya mesti menegakkan kepemimpinan nasional yang menghargai HAM. Bukan pemimpin yang bermuka dua; mengandalkan citra dan kesantunan di satu sisi, sementara di sisi lain, 100 persen tidak berbuat apa-apa. Setiap kali Papua bergolak dikatakan akan diselesaikan dengan hati dan merangkul Papua dengan kedamaian, tapi faktanya tidak berbuat apa-apa. Untuk itulah, ajak dia, perlu bagi rakyat dengan cara bersama-sama untuk tidak terjebak dengan pemimpin seperti itu.

"Kita perlu pemimpin pencerdasan seperti Bung Karno. Dia berbicara apa adanya kepada rakyat, bukan banyak 'kembang-kembang' sehingga rakyat tidak paham. Dia juga tegas dalam tindakan," ungkapnya.

"Tidak bisa bangsa yang besar dipimpin oleh orang yang hanya mengandalkan citra," tandasnya.[dem]

Populer

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

Terlibat TPPU, Gus Yazid Ditangkap dan Ditahan Kejati Jawa Tengah

Rabu, 24 Desember 2025 | 14:13

UPDATE

Kepala Daerah Dipilih DPRD Bikin Lemah Legitimasi Kepemimpinan

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:59

Jalan Terjal Distribusi BBM

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:39

Usulan Tanam Sawit Skala Besar di Papua Abaikan Hak Masyarakat Adat

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:16

Peraih Adhyaksa Award 2025 Didapuk jadi Kajari Tanah Datar

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:55

Pengesahan RUU Pengelolaan Perubahan Iklim Sangat Mendesak

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:36

Konser Jazz Natal Dibatalkan Gegara Pemasangan Nama Trump

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:16

ALFI Sulselbar Protes Penerbitan KBLI 2025 yang Sulitkan Pengusaha JPT

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:58

Pengendali Pertahanan Laut di Tarakan Kini Diemban Peraih Adhi Makayasa

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:32

Teknologi Arsinum BRIN Bantu Kebutuhan Air Bersih Korban Bencana

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:15

35 Kajari Dimutasi, 17 Kajari hanya Pindah Wilayah

Kamis, 25 Desember 2025 | 22:52

Selengkapnya