Sri Edi Swasono
Sri Edi Swasono
“Dalam iklan edisi 9 Agustus 2012 itu, pendapat Bung Hatta diÂplintir. Ini sebenarnya tindak piÂdana. Bisa diadukan ke pengaÂdilan,’’ kata menantu Bung Hatta, Sri Edi Swasono, kepada Rakyat Merdeka, di Jakarta, kemarin.
Seperti diketahui, Selasa (11/9) laÂlu, lima tokoh nasional yakni beÂkas Menteri Perekonomian Kwik KiÂan Gie dan Rizal Ramli, GuÂru BeÂsar Fakultas Ekonomi UI Sri Edi Swasono, pengamat perÂminyakan Kurtubi, serta Marwan Batubara meÂlaporkan ke Dewan Pers mengeÂnai iklan kaleng yang diÂmuat di Harian Kompas.
Di harian Kompas edisi 9 AgusÂtus 2012 ada iklan anonim yang membela liberalisme yang mengungkapkan bahwa Bung Hatta anti kapitalis tapi tidak anÂti kapital. Bung Hatta tidak anÂti inÂvesÂtasi asing.
Sri Edi Swasono kecewa karena Iklan tersebut tidak menyebutkan siapa yang mengirim. Parahnya lagi, iklannya itu telah memlintir pendapat Bung Hatta.
Sri Edi Swasono mengatakan, seharusnya iklan seperti itu tidak dimuat. Itu sama saja iklan kaleng atau disebut iklan anonim.
“Iklan itu iklan jahat sekali. Sebab, plintir pendapat orang dan pendapat orang itu disalahartikan dengan sengaja. Berarti, seÂsungÂguhÂnya pidana,†ujar suami Meutia Hatta itu.
Berikut kutipan selengkapnya:
Apa tuntutan Anda?
Saat kami ke Dewan Pers, Selasa (11/9), kami belum pada tingÂkat menuntut siapapun. TetaÂpi sesunguhnya kalau iklan itu ada namanya, kami bisa menunÂtut langsung. Sebab, sudah memÂbohongi publik. Harus ditekanÂkan bahwa Bung Hatta itu tidak sebodoh seperti dimuat iklan itu. Iklan ini sudah membohongi puÂblik, maka bisa delik pidana.
Misalnya, kalau ada iklan maÂkanan yang menyebut halal, tapi ternyata haram, itu kan bisa gaÂwat. Kalau iklan itu bohong, kan bisa merugikan orang banyak. Bisa dituntut ke pengadilan.
Kenapa tidak menempuh upaya itu?
Kami belum bicara soal itu. Bisa saja nanti arahnya ke sana. Tapi lihat situasi saja, apa tangÂgapan pimpinan koran itu ke Dewan Pers.
Apa Anda tidak berusaha membalas iklan itu?
Bagaimana kita bisa memÂbalas. Sebab kalau kami memÂbaÂlas lewat Koran sebesar itu, ongÂkosnya bisa Rp 100 juta-an. SeÂmentara kami nggak punya duit. Saya, Pak Kwik, Pak Rizal RamÂli, Pak Kurtubi, dan Pak Marwan BaÂtubara nggak bisa bayar iklan sebesar itu. Selain itu, belum tentu koranÂnya juga mau memuatnya karena iklan anonim itu di koran terÂsebut.
Kenapa melaporkannya ke Dewan Pers?
Dengan alasan-alasan itulah, kami bertanya ke Dewan Pers, karena iklannya anonim. Kami tidak bisa membantah iklan itu karena tidak punya uang, sehingÂga kami tanya ke ketua Dewan Pers, Pak Bagir Manan.
Apa yang ditanyakan ke Dewan pers?
Saya tanya, kalau ada kasus seperti ini bagaimana. Berarti, orang yang punya uang ini bisa mempengaruhi pendapat masyaÂraÂkat, menipu masyarakat, dan membentuk opini keliru.
Iklan ini sepeti surat tanpa pengirim, namanya surat kaleng kan. Kalau iklan kaleng, berarti lempar batu sembunyi tangan.
Apa tanggapan Dewan Pers?
Tentunya Dewan Pers akan meÂnanyakan ke asosiasi koran dan menyangka langsung ke reÂdaksi koran tersebut, dan lainnya.
Kenapa Anda menilai iklan itu plintir pendapat Bung Hatta?
Apa heÂbatnya kutiÂpan Bung Hatta yang diÂplintir ini unÂtuk membela priÂvatisasi. Kaum neoÂÂÂliberalis dan pemÂbela-pemÂbeÂlaÂnya semakin teÂrang-teraÂngan mengabaikan PanÂcasila dan UUD 1945, khususnya pasal 33. Bukan main bahwa dokÂtrin demokrasi ekonomi yang diÂkandung dalam pasal 33 UUD 1945 direduksi dan diplintir haÂbis-habisan dari konteks deÂmoÂkrasi ekonomi.
Bung Hatta mengartikan deÂmoÂkrasi ekonomi itu tidak untuk seorang atau satu golongan kecil yang menguasai penghidupan orang banyak, melainkan keperÂluan dan kemauan orang banyak harus menjadi pedoman.
Iklan itu telah memlintir penÂdapat Bung Hatta. Jangan menÂtang-menÂtang punya duit seÂenaknya bisa bohong kepada maÂsyarakat. SeÂharusnya nggak bisa seenakÂnya begitu dong.
Bung Hatta memang bukan seÂorang yang anti asing, tidak pula anti modal asing. Tapi itu bukan beÂrarti pandangan Bung Hatta terÂlepas dari cita-cita nasional, yaitu investasi asing maupun pinÂjaÂman luar negeri harus mampu meÂningÂkatkan kemandirian nasional.
Bagaimana pandangan Bung Hatta terkait pasal 33 UUD 1945 itu?
Pandangan Bung Hatta mengeÂnai pasal 33 UUD 1945 lebih speÂsiÂfik. Dalam pidatonya di HIPKI SuÂmatera Barat, 18 April 1979 Bung Hatta menegaskan, kepuÂtusan-keputusan ekonomi untuk rakyat banyak sesuai cita-cita UUD 1945, tidak berdasarÂkan meÂÂkanisme pasar seperti paÂda ekoÂnomi liberal.
Pandangannya itu terÂdoÂkuÂmenÂtasi. Artinya Bung Hatta tiÂdak seperti yang diomongkan paÂÂÂda iklan itu. Iklan itu bohong dan plintir pendapat Bung Hatta unÂtuk kepentingan mereka. MaÂsa iklan bohong, palsu didiamÂkan saja.
Kenapa Anda tidak menghuÂbungi koran yang memuat iklan itu?
Saya belum menghubungi koran itu. Tetapi Pak Kwik Kian Gie suÂdah menghubunginya. Pak Kwik yang kirim surat ke Kompas.
Apa yang Anda inginkan?
Kami nggak tahu siapa pengirimnya dan membingungÂkan. Semoga Kompas tidak memuat iklan gelap seperti itu laÂgi. Itu harapan saya. Cukup iklan itu saja.
Selanjutnya apa yang Anda lakukan?
Saat ini kami menunggu diÂpanggil Pak Bagir Manan karena beliau yang menghubungi pihak-piÂhak terkait. [Harian Rakyat Merdeka]
Populer
Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16
Senin, 22 Desember 2025 | 17:57
Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33
Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07
Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10
Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37
Rabu, 24 Desember 2025 | 14:13
UPDATE
Jumat, 26 Desember 2025 | 22:08
Jumat, 26 Desember 2025 | 21:46
Jumat, 26 Desember 2025 | 21:45
Jumat, 26 Desember 2025 | 21:09
Jumat, 26 Desember 2025 | 20:37
Jumat, 26 Desember 2025 | 20:26
Jumat, 26 Desember 2025 | 19:56
Jumat, 26 Desember 2025 | 19:42
Jumat, 26 Desember 2025 | 19:32
Jumat, 26 Desember 2025 | 18:59