Berita

Herman Felani

X-Files

Herman Felani Kesenggol Proyek Dermaga Cilegon

Dipanggil Penyidik KPK Sebagai Saksi
JUMAT, 07 SEPTEMBER 2012 | 09:13 WIB

Lagi, orang top yang dipanggil penyidik KPK sebagai saksi kasus korupsi pembangunan Dermaga Kubangsari, Cilegon, Banten mengaku sama sekali tidak terkait proyek itu.

Kemarin, giliran aktor lawas Her­man Felani yang diperiksa pe­nyidik sebagai saksi, tapi me­nga­ku tidak terkait proyek tersebut. Se­belumnya, Presiden Direktur PT Toyota Astra Motor Johnny Dar­mawan, seusai diperiksa, juga mengaku tidak tersangkut proyek yang telah membuat bekas Wali Kota Cilegon Aat Syafaat men­jadi tersangka itu.         

Sejauh ini, Komisi Pem­be­ran­ta­san Korupsi masih melacak du­gaan keterlibatan pihak lain, di luar tersangka Aat Syafaat. Untuk itu, penyidik membutuhkan ke­sak­sian Herman. Lantaran itu, Her­man yang merupakan terpi­dana kasus korupsi pengadaan iklan Biro Hukum Pemprov DKI Jakarta ini, harus kembali datang ke Gedung KPK di Jalan Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, kemarin. Tapi, kali ini dia di­pe­rik­sa sebagai saksi kasus pem­ba­ngunan Dermaga Kubangsari.    

Kepala Bagian Informasi dan Pemberitaan KPK Priharsa Nug­raha mengaku belum bisa me­mas­tikan, apakah Herman terkait kasus Dermaga Kubangsari. Di­ta­nya, apakah perusahaan Her­man, PT Bumi Vision Abadi ter­libat proyek pembangunan der­maga tersebut, lagi-lagi Priharsa tidak mau memastikan.

Dia hanya mengatakan, pe­me­rik­saan Herman sebagai saksi di­perlukan untuk mendalami kasus ini . Selain itu, untuk melengkapi berkas perkara tersangka Aat. “Saya belum bisa me­nyam­pai­kan, apa keterkaitan saksi ini da­lam kasus tersebut. Tunggu hasil pe­meriksaan,” ucap Priharsa.

Sementara itu, saat tiba di Ge­dung KPK, Herman mengaku ti­dak tahu kenapa dipanggil saksi ka­sus pembangunan Dermaga Ku­bangsari. Kemudian, seusai menja­lani pemeriksaan selama empat jam, dia mengaku tidak ter­kait per­kara korupsi pem­ba­ngu­nan Der­maga Kubangsari. Kendati begitu, Herman men­da­pat­kan 30 per­ta­nya­an dari pe­nyidik. “Pemeriksaan me­nyoal masalah identitas,” ucap aktor tahun 80-an ini.

Kepada penyidik, kata Her­man, dirinya mengaku tidak tahu sama sekali bagaimana tender proyek, pembangunan dermaga maupun tukar guling lahan antara Pemkot Cilegon dengan PT Kra­katau Steel. “Hasil pemeriksaan ini, saya tidak terkait. Kebetulan saja namanya sama, mungkin Her­man Felani yang lain,” katanya.

Sekadar mengingatkan, Pem­kot Cilegon melakukan tukar gu­ling lahan dengan PT Krakatau Steel. Hasilnya, Pemkot mem­ba­ngun Dermaga Kubangsari di la­han yang semula milik PT Kr­a­ka­tau Steel. Sedangkan Krakatau Steel membangun pabrik di lahan yang semula milik Pemkot Cilegon.

Sedangkan kuasa hukum Her­man, Alamsyah Hanafiah me­nolak memberikan rincian me­ngenai pe­meriksaan kliennya ini. Alam­syah mengaku tidak tahu, apakah Her­man memiliki infor­masi me­nge­nai kasus Kubangsari atau tidak.

Dia juga menyatakan tak bisa memberikan penilaian atas per­nyataan pihak KPK, bahwa pe­meriksaan ini untuk melengkapi berkas perkara tersangka Aat. Me­nurutnya, hal tersebut meru­pa­kan kewenangan KPK.

Apalagi, lanjut Alamsyah, po­kok perkara yang dita­nga­ni­nya hanya berkisar pada masalah du­gaan korupsi proyek iklan, bu­kan kasus pembangunan Der­ma­ga Ku­bangsari. Selain itu, kasus ko­rupsi iklan itu juga sudah res­mi diputus majelis hakim Pe­ng­a­dilan Tindak Pidana Korupsi (Ti­pikor) Jakarta.

Dalam perkara korupsi penga­da­a­n iklan itu, Herman meru­pa­kan terpidana empat tahun pen­jara. Seperti dibacakan Ketua Ma­jelis Hakim Tati Hardiati, Her­man secara sah dan meyakinkan bersalah karena secara bersama-sama melakukan tindak pidana korupsi seperti diatur dalam Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 18 huruf b Undang Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 kesatu juncto Pa­sal 65 Ayat 1 KUHP.

Selain dijatuhi hukuman ba­dan, Herman juga dijatuhi hu­ku­man membayar denda Rp 200 juta, subsider empat bulan kuru­ngan. Hukuman ini lebih ringan dari tuntutan jaksa KPK agar Her­man dihukum enam tahun penjara dan denda Rp 200 juta.

Reka Ulang

Bos Toyota Astra Motor Duluan Diperiksa

Gara-gara kasus korupsi pem­bangunan Dermaga Kubang­sari, Cilegon, Banten, Presiden Direktur PT Toyota Astra Motor Jhonny Dharmawan juga dipe­riksa penyidik KPK sebagai saksi pada Kamis, 26 Juli lalu.

Jhonny juga menyatakan, pe­me­riksaannya itu sama sekali ti­dak menyangkut proyek pem­ba­ngunan pelabuhan. Katanya, pe­nyidik hanya meminta dia men­jawab tiga pertanyaan. Itu pun termasuk per­tanyaan mengenai identitasnya.

Apakah tersangka kasus ini, bekas Walikota Cilegon Aat Sya­faat pernah membeli mobil Lexus melalui Toyota Astra Motor? “Saya sebagai saksi hanya di­minta klarifikasi, kebetulan ada pem­belian mobil secara tidak langsung melalui kami. Mobilnya hanya satu unit,” kata Johnny.

Kendati begitu, dia menolak membeberkan mekanisme pem­ba­yaran mobil tersebut. Dia me­minta, hal itu ditanyakan kepada pihak KPK saja. “Anda sudah tahulah untuk siapa,” elaknya.

Kuasa hukum Aat, Maqdir Is­mail menyatakan keheranannya, kenapa pembelian mobil Lexus itu dikait-kaitkan dengan kasus korupsi yang melilit kliennya. Soal­nya, menurut dia, sebelum jadi walikota, Aat dan keluarga­nya sudah masuk kategori pe­ngu­sa­ha sukses. Jadi, menurutnya, janggal jika pembelian mobil Lexus itu dipersoalkan KPK. “Bu­kti-buktinya belum ada kalau mobil yang dipersoalkan itu di­beli dari hasil korupsi,” ujarnya.

Saat dikonfirmasi, Kepala Biro Humas KPK Johan Budi Sapto Pra­bowo tidak mau membe­ber­kan substansi pemeriksaan Jhon­ny. Dia mengatakan, yang pasti, pemeriksaan Jhonny sebagai saksi dibutuhkan untuk meleng­kapi berkas perkara tersangka Aat.

Pada April lalu, KPK mene­tap­kan bekas Walikota Cilegon Aat Syafaat sebagai tersangka kasus tu­kar guling lahan milik Peme­rin­tah Kota Cilegon dengan lahan milik PT Krakatau Steel (KS) un­tuk pembangunan Pelabuhan Ku­bangsari, Cilegon, Banten. Aat di­sangka menyalahgunakan we­wenangnya sebagai Walikota da­lam tukar guling lahan itu, se­hingga menimbulkan kerugian ne­gara sekitar Rp 11 miliar. Dia ke­mudian ditahan di Rumah Ta­hanan Cipinang, Jakarta Timur.

Selain menetapkan Aat sebagai tersangka, KPK antara lain telah memeriksa Direktur Utama PT Krakatau Steel Fazwar Bujang, Wakil Walikota Cilegon Edi Ha­riadi, Direktur Pelindo II Richard Joost Lino, Sekretaris Daerah Ci­legon Abdul Hakim Lubis se­ba­gai saksi kasus ini. KPK juga telah memeriksa enam anggota DPRD, yaitu Arief Rivai Ma­da­wi, Nana Sumarna, Achmad Hu­jaeni, Hayati Nufu, Amal Ir­fa­nu­din dan M Tanyar sebagai saksi.

Aat yang menjabat Walikota Ci­legon periode 2005-2010 itu, me­nandatangani nota kese­pa­ha­man dengan PT KS dalam hal tukar gu­ling lahan untuk pem­ba­ngunan pab­rik Krakatau Posco dan Pela­buhan Kubangsari, Kota Cilegon.

 Dalam tukar guling itu, Pem­kot Cilegon menyerahkan lahan seluas 65 hektar di Kelurahan Kubangsari kepada PT KS untuk membangun pabrik Krakatau Posco. Sedangkan PT KS menye­rahkan tanah seluas 45 hektar ke­pada Pemkot Cilegon untuk pem­bangunan dermaga pelabuhan. Di balik tukar guling itu, Aat diduga menyalahgunakan wewenangnya sebagai Wali Kota Cilegon.

Alasan Pemeriksaan Perlu Disampaikan Kepada Masyarakat

Nudirman Munir, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR Nudirman Munir mengapresiasi langkah KPK mengusut kasus du­gaan korupsi proyek Der­ma­ga Kubangsari, Cilegon, Banten.

Tapi, dia menekankan, alasan KPK memeriksa Herman Fe­lani sebagai saksi kasus  Der­maga Kubangsari, hendaknya disampaikan kepada ma­sya­ra­kat untuk mencegah terjadinya pencemaran nama baik. “Agar ti­dak terjadi multi penafsiran yang merugikan saksi,” katanya.

Apabila ada dugaan keter­kaitan Herman dalam kasus itu, dia pun menganjurkan KPK agar menyampaikan garis be­sarnya saja kepada masyarakat. Jadi, bukan detail peme­rik­sa­ann­ya yang diuraikan kepada masyarakat. “Pada prinsipnya, seorang terpidana bisa saja di­duga terkait dengan tindak pi­dana lainnya, atau mengetahui terjadinya tindak pidana. Itu perlu pembuktian,” ujarnya.

Dia pun sepakat jika kesak­sian Herman dalam kasus Der­maga Kubangsari ditujukan un­tuk mendalami keterlibatan pi­hak lain. Atau, untuk meleng­kapi materi berkas perkara ter­sangka. Jika alasan KPK seperti itu, menurutnya, bisa diduga bah­wa Herman sedikit banyak mengetahui kasus Kubangsari.

Kendati begitu, Nudirman tidak menyalahkan sikap Ko­misi Pemberantasan Korupsi yang masih merahasiakan da­sar pemeriksaan Herman se­bagai saksi. Soalnya, kesaksian se­orang saksi juga patut di­lin­du­ngi. Terlebih, jika ketera­ngan itu dianggap me­m­ba­ha­ya­kan saksi.

Nudirman juga berharap agar masing-masing pihak mampu mengambil langkah sesuai ke­tentuan yang berlaku. Apalagi, ketentuan tersebut untuk men­ciptakan ketertiban hukum di Tanah Air.

Minta KPK Jelaskan Herman Felani Yang Mana

Fadli Nasution, Koordinator PMHI

Koordinator Perhim­pu­nan Magister Hukum Indonesia (PMHI) Fadli Nasution berha­rap, beragam cara yang di­la­ku­kan KPK dalam mengusut per­ka­ra, tidak menyalahi ketentuan.

Selama masih sejalan dengan prinsip pemberantasan korupsi, dia pun meminta semua kala­ngan mendukung Komisi Pem­berantasan Korupsi. “KPK pu­nya hak untuk melakukan pe­me­riksaan,” ucapnya.

Fadli pun yakin, KPK punya da­sar kuat untuk memanggil dan memeriksa aktor tahun 80-an tersebut. Tidak mungkin, me­nurutnya, KPK melakukan pemeriksaan saksi tanpa ada dasar atau landasan yang kokoh.

Kendati saksi menyebut ada ke­samaan nama saja, menurut Fadli, hal tersebut hendaknya ti­dak dijadikan persoalan bagi pe­nyidik untuk melaksanakan rangkaian pemeriksaan. “Patut di­pertanyakan, apakah penga­ku­an saksi hanya alibi,” katanya.

Lantaran itu, dia berharap agar Komisi Pemberantasan Ko­rupsi mau memberikan pen­jelasan kepada masyarakat me­ngenai hal tersebut, kendati ti­dak secara detail.  

Selain itu, Fadli juga me­min­ta KPK lebih intensif menggali kebenaran pengakuan saksi Her­man Felani. Jika pengakuan itu benar, tentu pekerjaan rumah penyidik KPK masih banyak. “Siapa Herman Felani yang ter­k­­ait kasus Kubangsari? Itu perlu disampaikan segera kepada ma­syarakat,” tuturnya.

Sebab bila tidak, penjelasan sak­si Herman Felani akan men­jadi sia-sia. Nama yang ber­sang­kutan, bisa tercemar akibat polah orang yang kebetulan me­miliki kesamaan nama de­ngannya. [Harian Rakyat Merdeka]


Populer

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

Terlibat TPPU, Gus Yazid Ditangkap dan Ditahan Kejati Jawa Tengah

Rabu, 24 Desember 2025 | 14:13

UPDATE

Kepala Daerah Dipilih DPRD Bikin Lemah Legitimasi Kepemimpinan

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:59

Jalan Terjal Distribusi BBM

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:39

Usulan Tanam Sawit Skala Besar di Papua Abaikan Hak Masyarakat Adat

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:16

Peraih Adhyaksa Award 2025 Didapuk jadi Kajari Tanah Datar

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:55

Pengesahan RUU Pengelolaan Perubahan Iklim Sangat Mendesak

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:36

Konser Jazz Natal Dibatalkan Gegara Pemasangan Nama Trump

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:16

ALFI Sulselbar Protes Penerbitan KBLI 2025 yang Sulitkan Pengusaha JPT

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:58

Pengendali Pertahanan Laut di Tarakan Kini Diemban Peraih Adhi Makayasa

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:32

Teknologi Arsinum BRIN Bantu Kebutuhan Air Bersih Korban Bencana

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:15

35 Kajari Dimutasi, 17 Kajari hanya Pindah Wilayah

Kamis, 25 Desember 2025 | 22:52

Selengkapnya