Calon Wakil Gubernur DKI, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), dianggap berniat memecah belah umat karena tercatat seringkali membuat pernyataan yang terkesan menuding kubu Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli memainkan isu SARA.
Wakil Sekjen DPP PKS, Mahfudz Sidiq mempertanyakan pernyataan sejumlah pihak termasuk Calon Wakil Gubernur, Ahok, dan beberapa LSM yang menuding bahwa semua pihak yang menyampaikan firman Allah, yang diyakini umat Islam dalam konteks memilih pemimpin yang mukmin, sebagai tindakan SARA dan hilang akal sehat.
"Itu merupakan sebuah pernyataan yang dapat merusak kerukunan umat beragama yang sudah terjalin sangat baik saat ini di Indonesia," kata Mahfudz kepada wartawan, Rabu (5/9) .
Dia menilai tuduhan itu sangat menyakitkan umat Islam. Dalam hal ini, Islam memang mengajarkan umatnya untuk memilih pemimpin dengan kriteria seorang mukmin dan bukan sekedar Islam.
"Tuduhan itu tentunya merupakan pelecehan dan penghinaan terhadap umat Islam pada khususnya dan umat beragama pada umumnya. Ini juga berpotensi memecah kerukunan umat yang saat ini sudah terjalin baik," terang Mahfudz.
Dirinya meminta kepada siapapun yang menganggap penyampaian firman Tuhan sebagai satu hal yang salah, untuk meminta maaf kepada seluruh rakyat Indonesia yang cinta damai. Dia pun membuat pengandaian. Apakah jika warga Sulawesi Utara atau masyarakat Papua yang mayoritas penduduknya Nasrani memilih gubernur yang juga umat Nasrani, bisa disebut tindakan yang salah dan bernuansa SARA? Begitupula masyarakat Bali yang memilih pemimpin Hindu, dan orang Aceh yang gubernurnya Islam.
"Kenapa kalau untuk Sulut, Papua, Aceh dan Bali itu bukan SARA, tapi untuk Jakarta itu dibilang SARA?Apakah masyarakat Sulut, Papua, Aceh dan Bali yang mayoritas penduduknya memilih pemimpin yang seiman mereka rasis? Ini yang saya maksudkan pernyataannya itu bisa memecah belah kerukunan,†tegasnya.
Dirinya pun menyampaikan bahwa ada baiknya pemimpin berasal dari kalangan mayoritas. Jika seseorang menjadi pemimpin, tentu dia harus bisa memahami rakyatnya dan pemimpin yang lebih bisa memahami rakyatnya itu sebaiknya berasal dari kelompok mayoritas.
"Makanya tidak salah orang Bali memilih gubernur beragama Hindu dan begitu juga daerah-daerah lainnya. Dia tentunya akan lebih bisa mengayomi masyarakatnya yang mayoritas dan tetap bisa melindungi masyarakatnya yang minoritas. Disinilah indahnya demokrasi," tegasnya.
Lagipula, menurut Mahfudz, pandangan politik tiap orang adalah hak yang dijamin dalam negara demokrasi. Termasuk pandangan yang mengacu kepada nilai-nilai agama. Karena itu menurutnya, jika ada yang melarang atau menyudutkan pandangan politik berdasarkan agama maka hal itu merupakan sikap anti-demokrasi.
"Kita harus waspada pada upaya-upaya menggiring opini bahwa politik tidak boleh membawa-bawa pandangan agama, nantinya kita jadi negara sekuler. Ini berbahaya karena konstitusi kita menegaskan nilai-nilai ke-Tuhan-an adalah nilai dasar bangsa Indonesia," tandasnya.
[ald]