Berita

ilustrasi, Operasi Yustisi

On The Spot

Pendatang Baru Urus Izin Tinggal Sementara

Ogah Terjaring Operasi Yustisi
RABU, 29 AGUSTUS 2012 | 09:41 WIB

Jarum jam menunjukkan pukul 14.40 saat kereta Sawunggalih melaju pelan memasuki Stasiun Pasar Senen, Jakarta Pusat. Tuas rem ditarik, kereta yang berangkat dari Kutoarjo, Jawa Tengah ini pun berhenti di lajur empat.

Ratusan penumpang berham­buran keluar dari gerbong kelas eksekutif dan bisnis. Rata-rata me­reka membawa tas besar sam­bil menjinjing kardus.  Umumnya penumpang tak ingin berlama-lama di stasiun setelah turun dari kereta. Mereka langsung menuju pintu keluar yang terletak di sisi timur stasiun.

Di tengah keramaian ratusan pe­numpang yang berebutan ke­luar terlihat sesosok pria muda yang nampak kebingungan. So­rotnya matanya tampak kosong. Jalannya gontai sambil meng­gen­dong tas di punggungnya.

Pria berkulit gelap yang me­ngenakan kemeja merah ini ber­ja­lan lambat menuju pintu ke­luar. Sesampai di pelataran sta­siun, ia menyandarkan tubuhnya di tiang untuk melepas lelah se­te­lah seha­rian di atas kereta. “Nung­gu sau­dara yang akan jemput,” kata Junaidi.

Pria berumur 22 tahun ini me­ngaku datang ke Jakarta karena diajak sepupunya untuk mencari kerja “Katanya kerja di sini gajinya besar.”

Karena tergiur iming-iming gaji besar itulah pria asal Pur­wo­kerto, Jawa Tengah ini mem­be­ranikan diri merantau ke ibu kota dengan modal seadanya.

“Se­men­tara ini saya akan me­nginap di rumah saudara di Pon­dok Labu, (Jakarta Selatan). Soalnya uang hanya cukup untuk makan dan minum selama be­berapa hari,” aku Junaidi.

Sebelum berangkat ke Jakarta, sehari-hari ia bekerja sebagai bu­ruh tani menggarap sawah te­tangga. Upahnya berkisar Rp 20-30 ribu per hari.

Dengan jenjang pendidikan hanya sampai SMA, Junaidi tak ingin muluk-muluk mencari pekerjaan di kantoran. “Kerja apa saja boleh, yang penting halal. Jadi kuli-kuli bangunan pun tak apa,” katanya.

Ia tidak punya target tinggi. Yang penting upah yang dite­ri­manya lebih besar ketimbang yang diterimanya di kampung. “Kalau ada yang gaji Rp 50 ribu sehari, saya juga mau,” katanya.

Nyali Junaidi langsung ciut ketika disinggung soal operasi yustisi yang kerap digelar Pe­me­rintah DKI Jakarta kepada pen­datang baru pasca Lebaran.

“Ka­lau ada operasi saya pasrah saja. Bila dipulangkan ya dite­rima,” katanya. Namun ia ber­harap tak terjaring operasi itu. “Moga-moga nggak kena razia,” katanya.

Sama seperti Junaidi, Zuliana, warga Semarang Jawa Tengah ini juga mencoba mengadu nasib di Jakarta setelah Lebaran.

Ia merasa penghasilannya se­ba­gai penjahit baju di kampung ha­lamannya tak mencukupi. “Dalam sehari paling dapet Rp 20 ribu. Uang itu habis untuk makan dan minum. Tidak ada sepe­ser­pun untuk ditabung,” katanya.

Setibanya di Jakarta ia akan tinggal sementara di rumah salah satu temannya di Kramat, Jakarta Pusat. Rencananya di ibu kota dia hendak membuka usaha penj­a­hitan. “Tempatnya sih sudah ada, tinggal diisi peralatannya. Mu­dah-mudahan dalam waktu dekat sudah bisa membelinya,” katanya.

Wanita yang mengenakan baju warna coklat ini berharap usaha penjahitannya bakal ramai se­hing­ga dia bisa memiliki peng­hasilan “Sebagian penghasilan buat ditabung,” kata wanita la­jang berusia 30 tahun ini.

Zuliana tak khawatir bakal terjaring operasi yustisi. Begitu mendapat tempat tinggal, ia akan mengurus izin tinggal sementara ke kelurahan. Dengan berbekal surat keterangan izin tinggal se­mentara ini, dia yakin tak terkena operasi yustisi.

Ia belum berpikir untuk tinggal tetap karena masih akan mencoba peruntungannya di Jakarta. “Bila dalam waktu setahun usahanya tetap sepi. Saya terpaksa kembali ke kampung lagi agar tidak terlalu banyak pengeluaran,” katanya.

Senin siang, suasana di Stasiun Pasar Senen sangat ramai. Se­jum­lah kereta dari Jawa Timur dan Jawa Tengah menawarkan me­nu­run­kan penumpang di sini. Pen­datang baru bercampur dengan pe­mudik yang baru balik kam­pung halaman setelah merayakan Lebaran.

Para pendatang baru ini mudah dikenali karena biasanya mereka bingung begitu menginjakkan kaki di ibu kota. Mereka pun ke­rap bertanya kepada petugas ke­ama­nan mengenai arah tujuan.

Setiap tahun ibukota diramai­kan penduduk baru pasca mudik Lebaran. Persoalan muncul ke­tika mereka tak memiliki k­e­ah­lian memadai untuk mengadu na­sib di ibu kota.

Dinas Kependudukan dan Ca­tatan Sipil DKI Jakarta mem­pre­diksi jumlah pendatang baru yang mengadu nasib di ibukota tahun ini menurun.

Tahun 2011, jumlah pendatang baru di Jakarta mencapai 51.875 orang. Tahun ini diperkirakan ha­nya 36.847 orang. Turun 22.368 orang atau 37,77 dari tahun se­belumnya.


Tak Punya Keahlian, Bakal Jadi Pengangguran

Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskan­dar me­nga­takan, sebagaian besar pendatang baru di kota-kota besar tidak di­bekali keterampilan dan ke­ahlian yang cukup untuk men­cari pe­ker­jaan yang layak.

Akibatnya, urbanisasi dapat menimbulkan gejolak sosial dan ancaman pengangguran yang tinggi di perkotaan termasuk Ja­karta, Bandung, Surabaya, Me­dan, dan kota-kota besar lainnya di Indonesia.

Ia menjelaskan, problem rutin paska mudik adalah me­ning­kat­nya jumlah arus balik sekaligus pengikut baru dalam arti urba­ni­sasi. Pendatang baru tanpa ke­te­rampilan nekat berangkat ke kota-kota besar di tanah air.

“Alhamdulillah dari tahun ke tahun sebetulnya menurun tapi kita khawatir kalau terus menerus terjadi. Urbanisasi akan me­ni­m­bul­kan gejolak sosial dan an­caman pengangguran yang tinggi di perkotaan,” katanya.

Untuk mengantisipas hal ter­sebut, lanjut Muhaimin, pe­me­rintah telah menyiapkan tiga langkah untuk mengatasi masalah yang timbul akibat urbanisasi pascamudik lebaran.

Langkah pertama, pemerintah daerah dengan otonomi daerah harus meningkatkan perencanaan ketenagakerjaan.

Perencanaan tersebut bisa be­ru­pa investasi penciptaan lapa­ngan alternatif pekerjaan se­men­tara maupun pekerjaan tetap, pem­bangunan infrastruktur me­lalui padat karya, dan pem­ba­ngu­nan alternatif tingkat kemandirian.

Kementerian akan membantu pe­merintah daerah untuk mem­buat perencanaan ke­te­na­ga­ker­jaan yang baik, terutama di dae­rah-daerah yang menjadi kantong tenaga kerja musiman di kota besar.

Langkah selanjutnya, pem­be­rian program alternatif. Program itu seperti kewirausahaan, pe­la­tihan teknologi serbaguna, produktivitas padat karya, serta ke­giatan-kegiatan penciptaan dan pembangunan ekonomi kawasan.

Langkah lainnya, kota-kota be­s­ar harus mulai memperketat diri untuk tidak memudahkan orang pengangguran menumpuk di kota-kota besar. Menurutnya, kini sudah saatnya pemerintah mem­perketat operasi yustisi dan me­lakukan dorongan transmigrasi ke kota-kota besar lainnya.


Bawa Surat Pindah, Lapor Ke Ketua RT

Berbeda dengan tahun se­belumnya, sikap Pemerintah DKI Jakarta mengenai pe­n­da­tang baru “melunak” tahun ini. Mereka diterima menetap di ibu kota tapi dengan syarat.

Gubernur Jakarta Fauzi Bowo mempersilakan para pen­datang dari daerah untuk ke Ja­karta. Namun mereka harus me­menuhi persyaratan kepen­du­du­kan dan pencatatan sipil.

“Jakarta ini bukan kota ter­tu­tup dan tidak mungkin dija­di­kan kota tertutup karena Jakarta ada­lah ibu kota negara,” katanya.

Pria yang ingin menjadi gu­bernur Jakarta untuk periode kedua ini mengatakan, setiap daerah mempunyai ketentuan yang harus dihormati. K­e­ten­tuan itu terus mereka sosi­a­li­sa­si­kan ke semua pemudik dan juga mereka yang bermaksud untuk bermigrasi ke Jakarta. “Bagi mereka yang memenuhi persyaratan tersebut kita welcome,” katanya.

Selain memenuhi persyaratan yang diatur Dinas Ke­pen­du­du­kan dan Catatan Sipil itu, lan­jutnya, ada peraturan daerah yang mengharuskan seseorang yang datang ke Jakarta melapor ke ketua RT dalam waktu satu kali 24 jam.

Fauzi berharap para pen­da­tang mengurus persyaratan ad­mi­nistrasi dan memiliki keah­lian ketika menginjakkan kaki di ibu kota. “Pendatang baru yang ingin mengadu nasib tanpa memiliki keahlian tentu bisa menjadi beban baru bagi Ja­karta,” katanya.

Ia juga berpesan supaya para pendatang mempelajari dan me­matuhi peraturan kepen­du­du­kan dan pencatatan sipil di Ja­karta. Pendatang baru yang me­menuhi persyaratan tidak akan mendapat halangan untuk da­tang ke Jakarta. Sebaliknya, apa­bila tidak memenuhi per­sya­ratan tersebut akan dikenai sanksi kependudukan.

“Kami akan menggelar ope­rasi yustisi kependudukan. Pen­datang yang tidak me­me­nuhi syarat administrasi akan dipu­langkan ke kampung halaman mereka,” katanya.

Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil DKI Purba Hutapea mengatakan Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2007 menyebutkan setiap pendatang yang telah tinggal di suatu wi­layah harus melapor ke aparat setempat dalam waktu 24 jam. “Nanti kami akan meminta ke­pada para ketua RT untuk men­data warga pendatang,” ujarnya.

Ia menambahkan, bila ada pendatang yang ingin menetap sementara di Jakarta, bisa mem­buat surat keterangan tinggal sementara.

Surat tersebut berlakunya selama setahun dan dapat dibuat di seluruh kelurahan di Jakarta, dengan melengkapi dokumen pendukung di antaranya surat pindah, jaminan tempat tinggal dan kerja.

Sedangkan bagi pendatang yang ingin tinggal tetap, di anta­ranya harus memiliki surat pin­dah dari asal daerah, akta ke­la­hiran, dan catatan kepolisian. “Pendatang juga harus sudah pu­nya tempat tinggal dan pe­ker­jaan,” katanya.

Selain itu, untuk antisipasi serbuan pendatang yang datang ke Jakarta, pihaknya akan me­ne­rapkan Perda Nomor 4 tahun 2004, tentang Pendaftaran Pen­duduk dan Catatan Sipil.

“War­ga yang terjaring dan tidak memiliki identitas di Ja­karta,dan akan diancam sanksi berupa hukuman kurungan maksimal 3 bulan atau denda maksimal Rp 5 juta,”terangnya.

Pihaknya berharap para ha­kim nantinya dapat memberikan hukuman yang maksimal, baik untuk hukuman denda maupun hukuman kurungan kepada para pendatang tanpa izin, agar me­nimbulkan efek jera bagi para pendatang yang tidak memiliki identitas. [Harian Rakyat Merdeka]


Populer

Aduan Kebohongan sebagai Gugatan Perdata

Selasa, 08 Oktober 2024 | 10:03

Pernah Bertugas di KPK, Kapolres Boyolali Jebolan Akpol 2003

Senin, 07 Oktober 2024 | 04:21

Warganet Beberkan Kejanggalan Kampus Raffi Ahmad Peroleh Gelar Doktor Kehormatan

Senin, 30 September 2024 | 05:26

Laksdya Irvansyah Dianggap Gagal Bangun Jati Diri Coast Guard

Sabtu, 05 Oktober 2024 | 03:45

Bakamla Jangan Lagi Gunakan Identitas Coast Guard

Rabu, 09 Oktober 2024 | 06:46

Selebgram Korban Penganiayaan Ketum Parpol Ternyata Mantan Kekasih Atta Halilintar

Senin, 07 Oktober 2024 | 14:01

PDIP Bisa Dapat 3 Menteri tapi Terhalang Chemistry Gibran

Rabu, 09 Oktober 2024 | 01:53

UPDATE

TB Hasanuddin Kritik Raffi Ahmad Pakai Seragam TNI: Ada Aturannya!

Kamis, 10 Oktober 2024 | 07:48

Prabowo Harus Buktikan Betul-betul Bentuk Zaken Kabinet

Kamis, 10 Oktober 2024 | 07:38

Ketum Garuda Diduga Aniaya Wanita Pernah Gagal Nyaleg Lewat Gerindra

Kamis, 10 Oktober 2024 | 07:31

Hujan Ringan Diperkirakan Basahi Jakarta

Kamis, 10 Oktober 2024 | 07:17

Bambang Haryo Tinjau Pembangunan Terminal Internasional Bimoku

Kamis, 10 Oktober 2024 | 06:50

Bahlil Diminta Serius Menata Ulang Aturan Pemanfaatan EBT

Kamis, 10 Oktober 2024 | 06:20

Dukung Program Makanan Bergizi, KKP Gerilya Protein Ikan

Kamis, 10 Oktober 2024 | 05:50

Danjen Kopassus Pimpin Sertijab Sejumlah Posisi Strategis

Kamis, 10 Oktober 2024 | 05:25

Indonesia Ajak Negara Asia Pasifik Mitigasi Perubahan Iklim

Kamis, 10 Oktober 2024 | 04:58

Mbak Ita Optimis Gelaran Sembiz Mampu Gaet Banyak Investor

Kamis, 10 Oktober 2024 | 04:30

Selengkapnya