Berita

M Yusuf

Wawancara

WAWANCARA

M Yusuf: Aliran Dana Simulator SIM Tak Pernah Diberi Ke Polri

RABU, 29 AGUSTUS 2012 | 09:16 WIB

Ketua Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) M Yusuf mengaku tidak pernah memberikan data terkait kasus Simulator SIM kepada kepolisian.

“Kami hanya memberikan data transaksi mencurigakan terkait ka­sus Simulator SIM kepada KPK,” ujar M Yusuf kepada Rak­­yat Merdeka, di Jakarta, kemarin.

Dia mengakui pada proyek ter­sebut terdapat transaksi men­cu­rigakan yang nilainya sekitar  Rp 15 miliar.

“Kami selalu membantu pe­­­ne­­gak hukum, dalam meng­ana­lisis aliran dana, khususnya ter­kait tindak pidana korupsi,” ka­tanya.

Berikut kutipan selengkapnya:

    

Kepolisian sempat bingung mengenai data yang disampai­kan PPATK, apakah itu terkait dengan aliran dana kasus Si­mu­lator SIM?

Data yang diberikan kepada ke­­polisian terkait aliran dana mencurigakan yang jumlahnya sekitar Rp 2 miliar, bukan  tran­saksi proyek Simulator SIM. Ber­­beda dengan data yang di­berikan ke KPK sekitar Rp 15 miliar itu.


Berarti tidak ada kaitannya antara data yang diberikan kepada KPK?

Ya. Itu kan dua hal yang berbe­da. Aliran dana Simulator SIM tak pernah diberikan ke Polri.


Kenapa dibikin berbeda?

Kalau data yang diberikan ke KPK kan memang berdasarkan permintaan. KPK kan meminta kami menelusuri aliran dana men­curigakan terkait proyek si­mulator SIM. Makanya  kami mem­berikannya dengan lengkap hal-hal yang terkait proyek Simulator SIM.


Apa Rp 15 miliar yang di­sam­paikan ke KPK itu sudah jelas?

Kami ini kan memberikan da­ta aliran dana yang diberikan ke KPK jumlahnya sekitar Rp 15 miliar. Permintaan itu su­dah se­rahkan ke KPK di Mei Â­Â­la­lu. Ka­lau belum jelas, itu kan tu­­gas KPK untuk mengem­bang­­­kan­nya, seh­ingga menjadi lebih jelas.


Kalau data yang diberikan ke kepolisian, itu mengenai apa?

Kalau data yang di berikan ke­polisian itu data berdasarkan ha­sil temuan PPATK 2011. Se­bab, ka­mi berkewajiban mem­berikan ha­sil temuan kami jika ada hal yang mencurigakan ter­kait ali­ran dana.


Bersifat perorangan?

Ya. Itu perorangan. Tidak ter­kait dengan Simulator SIM.

Hanya aliran dana yang men­curigakan saja.


Bersifat perorangan?

Ya. Itu perorangan. Tidak ter­kait dengan Simulator SIM.

Hanya aliran dana yang men­curigakan saja.


Atas nama siapa itu?

Tidak etis kalau dibilang siapa-siapanya.


Kalau data yang dikirimkan ke KPK, apa bisa disebutkan siapa orangnya?

Itu juga tidak etis dong. Yang jelas, kepada KPK kami se­but­kan orangnya. Kepada pu­blik,  tentu kami tidak bisa sebut­kan na­ma-nama oknumnya. Ka­mi tidak bisa beberkan karena tidak di­perbo­lehkan untuk dibeberkan.


Kalau kepolisian minta data terkait simulator SIM, apa diberikan?

Pada prinsipnya kami akan membantu siapa saja jika ada per­mintaan. Sampai saat ini belum ada permintaan dari kepolisian.

 

Kenapa tidak langsung mem­berikan data itu ketika dite­mukan hal yang men­curiga­kan?

Memang aturannya begitu. Harus ada yang minta dulu.

 

 Siapa yang duluan mene­rima data aliran dana men­cu­ri­gakan itu?

Kepolisian lebih dulu kami be­rikan data aliran dana mencu­ri­gakan itu, tapi bukan terkait Si­mulator SIM. Namun tetap saja bisa menjadi awal penyelidikan bagi mereka.

 

 Apa ada petinggi Polri me­miliki transaksi mencu­riga­kan?

Saya tidak tahu. 


Apa yang mesti dilakukan KPK saat ini?

KPK tinggal mengembangkan data yang sudah kami berikan.

Dari situ bisa ditemukan ada­nya aliran mencurigakan. Misal­nya dana yang jatuh kepada si A la­lu kepada si B dan jatuh pada pe­rusahaan X. Tentu KPK bisa kembangkan itu.

 

Apa kriteria transaksi itu men­­curigakan?

Mekanisme mencurigakan atau tidaknya sebuah aliran dana di­lihat dari besaran jumlah tran­saksi, perbandingan gaji, fre­kuen­si tran­saksi, mata uang da­lam transaksi dan sebagainya. Ka­lau itu tidak terpenuhi, ya tidak bi­sa dikatakan mencurigakan. [Harian Rakyat Merdeka]


Populer

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Terlibat TPPU, Gus Yazid Ditangkap dan Ditahan Kejati Jawa Tengah

Rabu, 24 Desember 2025 | 14:13

UPDATE

Ekonom: Pertumbuhan Ekonomi Akhir Tahun 2025 Tidak Alamiah

Jumat, 26 Desember 2025 | 22:08

Lagu Natal Abadi, Mariah Carey Pecahkan Rekor Billboard

Jumat, 26 Desember 2025 | 21:46

Wakapolri Kirim 1.500 Personel Tambahan ke Lokasi Bencana Sumatera

Jumat, 26 Desember 2025 | 21:45

BNPB: 92,5 Persen Jalan Nasional Terdampak Bencana Sumatera Sudah Diperbaiki

Jumat, 26 Desember 2025 | 21:09

Penerapan KUHP Baru Menuntut Kesiapan Aparat Penegak Hukum

Jumat, 26 Desember 2025 | 20:37

Ancol dan TMII Diserbu Ribuan Pengunjung Selama Libur Nataru

Jumat, 26 Desember 2025 | 20:26

Kebijakan WFA Sukses Dongkrak Sektor Ritel

Jumat, 26 Desember 2025 | 19:56

Dua Warga Pendatang Yahukimo Dianiaya OTK saat Natal, Satu Tewas

Jumat, 26 Desember 2025 | 19:42

21 Wilayah Bencana Sumatera Berstatus Transisi Darurat

Jumat, 26 Desember 2025 | 19:32

Jangan Sampai Aceh jadi Daerah Operasi Militer Gegara Bendera GAM

Jumat, 26 Desember 2025 | 18:59

Selengkapnya