ilustrasi, kerusuhan massal terkait SARA
ilustrasi, kerusuhan massal terkait SARA
Kasus terbaru terjadi di SamÂpang, Madura, Minggu (26/8). AkiÂbat penyerangan dan benÂtrokan warga Syiah dengan SunÂni menyebabkan satu orang meÂninggal dunia, dua orang kritis, dan empat luka ringan.
Bulan lalu juga terjadi aksi peÂnyerangan terhadap kampung AhÂmadiyah di Kampung CiamÂpea Udik, Cisalada, Bogor. AkiÂbatÂnya, lima rumah rusak dan satu rumah terbakar. Selain itu, dua orang mengalami luka bacok.
Kejadian kasus SARA seperti ini terus terulang. Sepertinya beÂlum ada strategi jitu untuk menÂcegahnya.
Menanggapi hal itu, pakar inteÂlijen Dr Susaningtyas KertoÂpati mengatakan, sudah saatnya diÂevaluasi seluruh kinerja Badan Intelijen Negara (BIN) dan apaÂrat teritorial, yakni kepolisian dan TNI.
“Sering terjadi konflik terkait SARA, ini tentu menimbulkan keÂrisauan. Makanya perlu dievaÂluasi secara menyeluruh,’’ ujar SusaÂningtyas Kertopati kepada Rakyat Merdeka, di Jakarta, kemarin.
Menurut anggota DPR itu, tidak bisa selalu menyalahkan BIN. Sebab, seluruh aparat teritoÂrial sepertinya tidak terintegrasi.
“Intel bisa saja sudah memberi masukan akurat ke kepolisian. Tapi kalau laporannya dimasukÂkan ke laci saja, apa intel juga yang salah,†kata wanita yang seÂring disapa Nuning itu.
Berikut kutipan selengkapnya:
Anda menilai aparat kurang sigap?
Seharusnya intelijen dan aparat senantiasa melakukan penggalaÂngan dan upaya preventif. Jangan sampai kalau sudah kejadian, baru kebakaran jenggot, hanya bisa melakukan tindakan represif.
Apa ya aparat kepolisian kurang merespons laporan dari BIN?
Bisa saja intel sudah membeÂrikan masukan atau data akurat ke kepolisian, tapi nggak mau tahu. Karena itu harus buka pikiran, jangan selalu menyalahkan intelÂnya. Jangan dibilang intel tidak berfungsi. Intel itu kan tidak bisa menangkap.
Kepolisian dipertanyakan dong. Jangan tidur saja. Kalau seÂperti itu, apakah intel gagal, nggak bisa dong. BIN itu sudah memberi masukan, tetapi harus dilihat variabelnya banyak. Kan ada TNI dan Polri.
Barangkali SDM intelijen kita yang masih lemah?
Jika kita bicara dinamika inteÂlijen maka tidak lepas dari kuaÂlitas SDM intelijennya. Meski deÂmikian, kita tidak bisa serta merta menyalahkan komunitas intel kita yang lemah.
Kenapa seperti itu?
Badan intelijen baik BIN, Bais, Baintelkam dan lainnya tentu bekerja dalam konteks pencarian informasi, penggalangan dan cipta kondisi. Eksekusi hasil kerja intel adalah aparat teritorial. Jika yang lemah pimpinan komando teritorialnya dalam pengambilan keputusan, apakah intel yang harus disalahkan.
Apa solusinya?
Yang penting ketika intelijen mendeteksi ada tercium suatu renÂcana untuk menimbulkan keÂrusuÂhan massal, seharusnya aparat menÂÂsupport temuan inteliÂjen tersebut.
Sunni dan Syiah itu di mana saja ada. Tetapi tidak terjadi seÂperti di Sampang, Madura. Kita harus mulai menelusuri embrio kejadian dari faktor budaya mauÂpun kepentingan kelompok.
Potensi gangguan itu sehaÂrusnya bisa dibaca ketika banyak titik keamanan yang menerima pesan-pesan khusus dari otak kejadian.
Seharusnya aparat sigap meÂnangkap embrio masalah konflik seperti yang terjadi di Sampang, Madura. Sebab, belum tentu masalah aliran semata. Bisa jadi ada masalah pribadi para pimÂpinan aliran tersebut.
Kenapa sih masih sering terjadi konflik?
Kejadian ini sebagai bukti nyaÂta bahwa mekanisme keharÂmoÂÂnisan warga belum terbina deÂngan baik. Kemudian aparat juga kurang tanggap bertindak.
Tapi jangan BIN saja yang disalahkan. Kehormatan suatu negara dapat dilihat dari kemamÂpuan intelijen dalam mengaÂpliÂkasikan tugas pokok dan fungÂsinya. Di mana pun, tak peduli sistem pemerintahannya otoriter atau demokratis, dinas intelijen selalu menjadi kebutuhan negara.
Intelijen dibutuhkan negara sebagai upaya pencegahan terÂhadap berbagai hakikat ancaman yang dihadapinya. Bukan menÂjadi bagian dari terciptanya anÂcaman.
Apa yang harus dilakukan BIN agar ke depan tidak terjadi lagi konflik?
Sebagai Intelijen profesional penting untuk fokus pada ancaÂman yang menantang sendi-sendi bernegara. Makanya BIN perlu memproduksi dan menggunakan intelijen untuk melindungi bangÂsa dari ancaman, baik internal maupun eksternal.
Sebagai Intelijen profesional penting untuk fokus pada ancaÂman yang menantang sendi-sendi bernegara. Makanya BIN perlu memproduksi dan menggunakan intelijen untuk melindungi bangÂsa dari ancaman, baik internal maupun eksternal.
Hanya itu saja?
Tidak. Selain nilai-nilai keseÂtiaan terhadap negara, keberanian dan integritas, perlu dikemÂbangÂkan nilai-nilai yang menjunjung profesionalisme, yaitu kepatuhan yang ketat pada konstitusi IndoÂnesia, menghormati martabat mereka yang dilindungi, kasih, keadilan, tanpa kompromi terhaÂdap integritas pribadi dan inteÂgritas kelembagaan, akuntabilitas dan bertanggung jawab dengan menerima akibat.
Konflik komunal terutama berÂkaitan dengan SARA tentu saja tidak bisa kita pandang dari sudut aparat negara saja, baik TNI maupun Polri. Sebab, situasi dan kondisi yang ada tak lepas juga dari peran serta masyarakat maupun pemuka agama serta tokoh adat dan tokoh masyarakat. Makanya, aparat TNI, Polri, dan intelijen sepatutnya menguasai komunikasi massa dan komuÂnikasi antar budaya. [Harian Rakyat Merdeka]
Populer
Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16
Senin, 22 Desember 2025 | 17:57
Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33
Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07
Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10
Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37
Rabu, 24 Desember 2025 | 14:13
UPDATE
Jumat, 26 Desember 2025 | 22:08
Jumat, 26 Desember 2025 | 21:46
Jumat, 26 Desember 2025 | 21:45
Jumat, 26 Desember 2025 | 21:09
Jumat, 26 Desember 2025 | 20:37
Jumat, 26 Desember 2025 | 20:26
Jumat, 26 Desember 2025 | 19:56
Jumat, 26 Desember 2025 | 19:42
Jumat, 26 Desember 2025 | 19:32
Jumat, 26 Desember 2025 | 18:59