Berita

ilustrasi, warga rohingya

On The Spot

Hindari Kecurigaan Tentara, Bantuan Disalurkan Subuh

Relawan Indonesia Terbang Ke Bangladesh Bantu Pengungsi Rohingya
MINGGU, 26 AGUSTUS 2012 | 09:18 WIB

Tidak mudah memberikan bantuan untuk pengungsi Rohingya. Relawan asal Indonesia dari  Aksi Cepat Tanggap (ACT) harus menyamar dan menyalurkan bantuan secara diam-diam.

Spanduk besar bertuliskan “Bantu Muslim Rohingya” ter­pampang di depan kantor Aksi Cepat Tanggap (ACT) di kom­plek Perkantoran Ciputat Indah Per­mai, Blok B8-9, Ciputat, Tange­rang Selatan. ACT meru­pakan ke­lompok masyarakat yang konsen  bergerak di bidang sosial mem­bantu pengungsi etnis Rohingya.

Hampir setiap hari kantor ini terlihat tidak pernah sepi. Di kan­tor setinggi tiga lantai sua­sananya selalu  ramai. Puluhan relawan terlihat hilir mudik keluar masuk kantor sambil membawa seleba­ran, pamflet dan kotak sumba­ngan peduli muslim Rohingnya. 

“Teman-teman se­dang mem­per­siapkan aksi soli­daritas pe­ngumpulan dana untuk mem­bantu etnis Rohingya,” kata Pro­gram Direktor ACT, M Insan Nurrohman ketika dijumpai Rak­yat Merdeka.

Sedikit informasi tentang etnis Rohingya. Etnis ini tinggal  di negara Bagian Rakhine Utara di Myanmar Barat dan Bangladesh. Umumnya mereka beragama muslim. Keberadaan mereka selama ini tidak diakui oleh kedua pemerintah tersebut. Sehingga suku tersebut stateless alias tidak punya Negara. Perlakuan buruk yang kerap diterima mereka membuat sebagian dari mereka migrasi ke Malaysia, Thailand, dan Indonesia.

Di Myanmar, etnis Rohingya kini sedang dalam kondisi me­nyedihkan. Mereka diserang suku lain. Yang menyedihkan, pe­merintah Myanmar terkesan me­lakukan pembiaran. Ber­dasar­kan data dari Majelis Ulama In­do­nesia (MUI) setidaknya ada 6 ribu etnis Rohinya tewas dibunuh.

Insan menjelaskan, aksi pe­nga­­langan sudah dilakukan pi­haknya sejak bulan Juni. Kegia­tan ini dilakukan di berbagai dae­rah di Indonesia.

“Kami melakukan aksi soli­daritas dengan cara memberikan informasi kepada masyarakat di seluruh Indonesia tentang betapa menyedihkannya kondisi warga Rohingya. Alhamdulilah respon­nya luar biasa dan bantuan meng­alir secara terus menerus,” katanya.

Sejauh ini, ACT berhasil meng­himpun dana sebesar Rp 500 juta. Bantuan itu sudah diberikan kepada 300 ribu jiwa pengungsi Rohingya di Bangladesh dan Myanmar. Pemberian bantuan diberikan langsung oleh relawan ACT. Ada relawan ACT yang diberangkatkan ke Bangladesh. Dia bernama Andhika Purbo Swasono. Semula ACT ingin memberangkatkan tiga relawan tetapi, dua relawan lainya tidak  mendapatkan visa. Andhika su­dah sebulan berada di Bang­la­desh. Dia dibantu seorang ma­hasiswa lokal yang peduli melihat nasib etnis Rohingya. Bantuan yang diberikan dalam bentuk makanan pokok.

Dia menceritakan tidak mudah memberikan bantuan untuk pe­ngungsi Rohingya. Pemberian bantuan harus dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Karena pe­merintah Bangladeshsampai se­karang masih menutup ban­tuan asing. Bila sampai ketahuan ten­tara aparat keamanan Negara se­tempat, relawan bisa di­tang­kap dan dipenjara. Relawan biasa­nya memberikan bantuan su­buh sampai matahari sebe­lum terbit untuk menghindari kecurigaan.

Relawan ACT di Bangladesh itu diungkapkannya menyamar menjadi turis. Dia tidak me­ngenakan atribut ACT sama sekali. Karena sudah lama, An­dhika rencananya akan diganti dengan dua relawan ACT lain salah satunya dokter.  Menurut lapo­ran Andhika, masyarakat etnis Rohingya sa­ngat memer­lukan dokter. Se­bab banyak di antara mereka yang sakit.

Selain itu, pengungsi Rohing­ya juga memerlukan bantuan ma­kanan karena mereka ke­ku­rangan. Agar bisa makan setiap hari, mereka biasanya mela­kukan peng­hematan bila men­dapatkan bantuan. Makanan di makan sed­ikit-sedikit karena khawatir tidak akan men­da­patkan bantuan lagi.

Masyarakat etnis Rohingya juga hidup dalam tertekan pe­merintah Bangladesh. Mereka yang tidak kuat menghadapi tekanan, biasa­nya ke luar dari negeri tersebut ke­mudian men­cari tempat berlin­dung di Negara lain.

Kekerasan Terhadap Etnis Rohingya Bukan Disebabkan Konflik Agama

Bekas Wakil Presiden RI, Jusuf Kalla mengatakan, kekerasan terhadap etnis Rohingya di Myan­mar terjadi bukan karena konflik agama. Tetapi konflik etnis.

Dia menjelaskan, etnis Ra­khine sebagai penduduk asli di Myanmar bersinggungan dengan etnis Rohingya, penduduk pen­datang. Dari konflik itu korban lebih banyak dari etnis Rohingya. Jumlah korban dari etnis Ro­hingya mencapai 60 persen.

Asal muasal konflik itu sendiri diceritakanya berawal dari kon­flik orang per orang. Namun  berkembang menjadi antar ke­lompok kemudian melebar men­jadi antar komunitas dan akhirnya masuk ke agama. Diung­kap­kan­nya, korban dari Rakhine sebe­narnya juga banyak hanya saja jarang diangkat ke permukaan.

JK berharap masyarakat tidak salah di dalam menanggapi kasus tersebut. Menurutnya, semua korban baik dari etnis Rohingya ataupun Rakhine harus dibantu. “Bantuan kemanusian harus dilakukan tanpa melihat per­be­daan keyakinan,” kata JK.

JK mengatakan, situasi di Myanmar kini sudah mulai mem­baik. Situasi memanas sudah mulai mereda. Hanya saja me­mang rasa takut dan cemas belum hilang dari etnis Rohingya.

Untuk membantu para korban, Ketua Umum Palang Merah In­donesia (PMI) ini mengatakan, pihaknya sudah bekerjasama dengan organisasi Negara-negara Islam (OKI) akan menyediakan 4.000 rumah bagi pengungsi. “Kebutuhan mereka 8.000, tapi kita sudah komitmen 4.000. Jadi setengah dari kebutuhan itu, dan saya mengkoordinirnya,” kata JK.

Untuk meringankan beban para pengungsi Rohingya, PMI juga akan memberikan bantuan ma­kanan, non makanan, dan in­frastruktur. Saat ini dua pengurus pusat PMI masih berada di Myan­mar untuk berkoordinasi dengan Palang Merah Myanmar dan pe­merintah Myanmar.

“Kita akan segera mengadakan bantuan besar-besaran, Kita juga akan mengirim relawan dari sini,” kata JK belum lama ini.

Selain dari Indonesia, Turki dan Qatar juga akan mengi­rimkan relawan.

Presiden Myanmar, Thein Sein, lanjutnya, telah mem­berikan akses kepada delegasi ke­ma­nusiaan untuk melihat lang­sung kondisi terkini pasca konflik di Negara Bagian Rakhine.

Bagaimana dengan keputusan Pemerintah Bangladesh yang menutup perbatasan? JK menilai, keputusan itu tepat karena jika tidak akan terjadi gelombang pengungsian besar-besaran etnis Rohingya ke Bangladesh se­hingga meninggalkan tanah ke­lahiran mereka selamanya.

Dia berharap pemerintah Bang­ladesh mau berkoordinasi dengan dunia luar agar peng­ungsi Rohingya di Negara tu bisa dibantu.

JK meminta, masyarakat tidak emosional di dalam menyikapi krisis di Myanmar. Cara-cara yang emosional tidak akan men­jadi solusi karena Pemerintah Myanmar sudah 30 tahun hidup dalam embargo Barat. Negara ini cukup kuat dalam menghadapi setiap tindakan permusuhan.

Bekas Ketua Umum DPP Par­tai Golkar ini mengajak pen­de­katan yang digunakan ialah pen­dekatan konstruktif terhadap Pe­merintah Myanmar sehingga diharapkan hasilnya lebih positif.

Myanmar Bersikap Terbuka Terhadap Bantuan Asing

Presiden Myanmar, Thein Sein menawarkan dua solusi untuk suku Rohingya di nega­ranya yakni tinggal di kamp pengungsi atau dideportasi.

“Kami akan mengambil tang­gung jawab atas suku-suku etnik kami, tapi tidak mungkin menerima orang-orang Ro­hingya yang masuk secara ile­gal, yang bukan termasuk etnik Myanmar,” katanya.

Dia mengatakan, pihaknya membuka diri bagi negara lain yang mau menerima etnis Ro­hingya. Myanmar siap mengi­rim kaum Rohingya pergi jika ada negara ketiga yang mau menerima mereka.

Untuk bantuan asing, Thein Sein mengatakan, Myanmar bersikap terbuka. Siap mem­fasilitasi bantuan, agar disa­lurkan kepada kelompok ma­syarakat sasaran yang telah menjadi korban.

Dia menegaskan, bentrokan kekerasan yang menelan korban jiwa antara para penganut ajaran Budha dan muslim di negara bagian Rakhine, Myanmar, tidak ada hubungannya dengan ras atau agama. â€œKerusuhan itu dipicu pembunuhan sadis ter­hadap seorang perempuan dan keinginan untuk membalas dendam terhadap pelaku keja­hatan itu,” katanya.

Ia mengatakan, dalam bentro­kan tersebut hanya ada 77 kor­ban meninggal yaitu 31 dari Ra­khine dan 46 Rohingnya.

Korban Bentrokan Alami Trauma Serius

Muhammad Alam, lelaki asal Rohingya, Myanmar ini alami trauma serius. Tatapan matanya kosong dan bicaranya terbata-bata. Dia masih ter­ngiang-ngiang dengan peris­tiwa pembantaian terhadap kerabatnya oleh kelompok yang benci etnis Rohingya pada bulan Mei lalu di Myanmar.

Alam trauma karena dia se­ring menyaksikan langsung perlakukan sewenang-wenang terhadap kerabatnya.

”Pembunuhan, penga­ni­a­yaan, dan tindakan tidak ma­nusiawi lainnya menjadi hal yang sudah biasa dan sering mereka lakukan,” ucapnya.

Diceritakannya, hidup di Myanmar bagi etnis Rohingya sangat menyeramkan. Apabila malam tiba, rasa takut muncul berkali-kali lipat menimpa diri­nya dan warga etnis Ro­hingya lain­nya. Sebab biasanya intimi­dasi terhadap etrnis Ro­hingnya dilakukan malam hari. Saat itulah, mereka melakukan tin­dakan biadab. Menculik wanita berparas cantik dan membunhuh anak kecil diatas 12 tahun.

Menurutnya, kebencian ter­hadap etnis Rohingya sebe­narnya sudah terjadi sejak tahun 1995. Sejak itu kehidupan muslim Rohingya berangsur-angsur memburuk. Setiap hari selalu ada korban pembunuhan dan penganiayaan secara sadis. Kejadian itu menimpa siapa saja baik manula maupun anak kecil. Kaum muslim tidak bisa beraktifitas sehari-hari dengan aman dan nyaman.

Lanjutnya, masyarakat etnis Rohingya hidup di bawah pe­raturan yang mereka buat secara sukas-suka.

Masyarakat Rohinya tidak boleh menyimpan makanan, tidak bisa mengakses kesehatan, dan pendidikan. Apabila ada yang ketahuan melanggar maka nyawa menjadi taruhannya.

Sebelum tahun 2005, katanya, kondisi tidak terlalu buruk. Pembunuhan tidak dilakukan dengan membabi buta. Kaum muslim yang memiliki kemam­puan ekonomi diperlakukan tidak kasar oleh mereka. Tetapi sekarang sudah tidak pandang bulu. Yang miskin dan kaya diperlakukan sama.

Situasi semakin sulit, karena pemerintah Myanmar tidak mengakui etnis Rohingya se­bagai warga negaranya. Ma­sya­rakat tidak bisa meminta ban­tuan perlindungan kepada Pe­me­rintah atas buruknya keadaan.

Karena tidak kuat dengan kondisi tersebut, Muhammad Alam memutuskan melakukan migrasi ke Malaysia beserta istri dan ketiga orang anaknya. Na­mun nasib mujur belum ber­pihak kepadanya, Istri dan ketiga anak­nya ditahan aparat Malaysia. Se­mentara dirinya berhasil melo­los­kan diri dan terdampat di Tanjung Pinang, Indonesia. “Terpaksa ha­rus berpisah sama istri dan anak, entah sampai kapan,” kata Alam sambil menangis. [Harian Rakyat Merdeka]


Populer

Aduan Kebohongan sebagai Gugatan Perdata

Selasa, 08 Oktober 2024 | 10:03

Pernah Bertugas di KPK, Kapolres Boyolali Jebolan Akpol 2003

Senin, 07 Oktober 2024 | 04:21

Warganet Beberkan Kejanggalan Kampus Raffi Ahmad Peroleh Gelar Doktor Kehormatan

Senin, 30 September 2024 | 05:26

Laksdya Irvansyah Dianggap Gagal Bangun Jati Diri Coast Guard

Sabtu, 05 Oktober 2024 | 03:45

Bakamla Jangan Lagi Gunakan Identitas Coast Guard

Rabu, 09 Oktober 2024 | 06:46

Selebgram Korban Penganiayaan Ketum Parpol Ternyata Mantan Kekasih Atta Halilintar

Senin, 07 Oktober 2024 | 14:01

PDIP Bisa Dapat 3 Menteri tapi Terhalang Chemistry Gibran

Rabu, 09 Oktober 2024 | 01:53

UPDATE

TB Hasanuddin Kritik Raffi Ahmad Pakai Seragam TNI: Ada Aturannya!

Kamis, 10 Oktober 2024 | 07:48

Prabowo Harus Buktikan Betul-betul Bentuk Zaken Kabinet

Kamis, 10 Oktober 2024 | 07:38

Ketum Garuda Diduga Aniaya Wanita Pernah Gagal Nyaleg Lewat Gerindra

Kamis, 10 Oktober 2024 | 07:31

Hujan Ringan Diperkirakan Basahi Jakarta

Kamis, 10 Oktober 2024 | 07:17

Bambang Haryo Tinjau Pembangunan Terminal Internasional Bimoku

Kamis, 10 Oktober 2024 | 06:50

Bahlil Diminta Serius Menata Ulang Aturan Pemanfaatan EBT

Kamis, 10 Oktober 2024 | 06:20

Dukung Program Makanan Bergizi, KKP Gerilya Protein Ikan

Kamis, 10 Oktober 2024 | 05:50

Danjen Kopassus Pimpin Sertijab Sejumlah Posisi Strategis

Kamis, 10 Oktober 2024 | 05:25

Indonesia Ajak Negara Asia Pasifik Mitigasi Perubahan Iklim

Kamis, 10 Oktober 2024 | 04:58

Mbak Ita Optimis Gelaran Sembiz Mampu Gaet Banyak Investor

Kamis, 10 Oktober 2024 | 04:30

Selengkapnya