Berita

ilustrasi/ist

RUU KOMCAD

Istilah Wamil Tidak Perlu Ditakuti, Tapi Terlalu Banyak Resistensi Publik

SABTU, 04 AGUSTUS 2012 | 08:56 WIB | LAPORAN: ALDI GULTOM

RUU Komponen Cadangan menjadi perdebatan publik karena isinya yang dinilai mengandung unsur-unsur wajib militer.

Wakil Ketua Komisi I DPR, Mayjen (Purn) TB Hasanuddin, menjelaskan riwayat perencanaan UU tersebut. Pada 2010, pemerintah mengirimkan konsep RUU Komponen Cadangan, yang selanjutnya disebut RUU Komcad, untuk dibahas di DPR.

Kemudian DPR, yaitu Komisi I yang membidangi pertahanan, melaksanakan sosialisasi untuk meminta pendapat publik. Dan hasilnya meliputi tiga masalah berikut. Pertama, banyak yang mempersalahkan tentang dasar hukum komponen cadangan karena  istilah komponen cadangan  itu tidak terdapat  dalam UUD 1945, sehingga dibutuhkan dasar hukum yang kuat.


Kedua, ada beberapa pasal yang krusial, seperti pasal 11 tentang mobilisasi yang dilakukan dalam keadaan damai, pasal 14 tentang diwajibkannya seseorang untuk menyerahkan hak miliknya untuk kepentingan mobilisasi dan dianggap bertentangan dengan HAM, pasal 8 tentang "wajib" mengikuti mobilisasi untuk pegawai negeri, pekerja dan buruh minimal untuk waktu lima tahun, pasal hukuman atau sanksi bagi yang tidak bersedia melaksanakannya..

Ketiga, banyak masyarakat menganggap bahwa wajib militer saat ini belum terlalu urgen dihadapkan pada kemungkinan ancaman 10 tahun ke depan dengan jumlah kekuatan RI sekitar 400.000 orang prajurit.  

"Sebaiknya dana yang tersedia digunakan untuk perumahan prajurit dan gaji prajurit yang masih sangat  memprihatinkan,  dan mengganti alutsista yang sudah kuno dengan alutsista yang canggih dan modern," ucap TB Hasanuddin menyimpulkan sebagian pendapat publik itu, dalam penjelasan kepada Rakyat Merdeka Online.

Karena terlalu banyak resistensi dari publik, akademisi, LSM dan lainnya, maka Komisi I DPR belum melanjutkan pembahasan RUU tersebut dengan pihak pemerintah.

Namun eks Sekretaris Militer Presiden itu menegaskan, masyarakat tidak perlu trauma dengan istilah wajib militer,  karena di negara-negara demokratis seperti Amerika Serikat, Perancis, Inggris dan lain-lain sudah menerapkannya.

"Hanya saja RUU Komcad harus disesuaikan dengan kondisi politik, sistem pertahanan, kondisi lapangan kerja masyarakat, hakikat ancaman, HAM dan lainnya," tutupnya. [ald]

Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Kebun Sawit Milik POSCO Lebih dari Dua Kali Luas Singapura

Senin, 08 Desember 2025 | 19:12

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Bangun Jembatan Harapan

Minggu, 07 Desember 2025 | 02:46

Distribusi Bantuan di Teluk Bayur

Minggu, 07 Desember 2025 | 04:25

Bahlil Minta Maaf Usai Prank Presiden Prabowo

Selasa, 09 Desember 2025 | 18:00

UPDATE

Kreditur Tak Boleh Cuci Tangan: OJK Perketat Aturan Penagihan Utang Pasca Tragedi Kalibata

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:15

Dolar Melemah di Tengah Data Tenaga Kerja AS yang Variatif

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:00

Penghormatan 75 Tahun Pengabdian: Memori Kolektif Haji dalam Buku Pamungkas Ditjen PHU

Rabu, 17 Desember 2025 | 07:48

Emas Menguat Didorong Data Pengangguran AS dan Prospek Pemangkasan Suku Bunga Fed

Rabu, 17 Desember 2025 | 07:23

Bursa Eropa Tumbang Dihantam Data Ketenagakerjaan AS dan Kecemasan Global

Rabu, 17 Desember 2025 | 07:01

Pembatasan Truk saat Nataru Bisa Picu Kenaikan Biaya Logistik

Rabu, 17 Desember 2025 | 06:46

Dokter Tifa Kecewa Penyidik Perlihatkan Ijazah Jokowi cuma 10 Menit

Rabu, 17 Desember 2025 | 06:35

Lompatan Cara Belajar

Rabu, 17 Desember 2025 | 06:22

Jakarta Hasilkan Bahan Bakar Alternatif dari RDF Plant Rorotan

Rabu, 17 Desember 2025 | 06:11

Dedi Mulyadi Larang Angkot di Puncak Beroperasi selama Nataru

Rabu, 17 Desember 2025 | 05:48

Selengkapnya