Berita

Baju Tahanan Dibuat Modis

On The Spot

Baju Tahanan Dibuat Modis, Tersangka Cengengesan

KPK Kurang Tegas, Koruptor Nggak Jera
SABTU, 28 JULI 2012 | 10:32 WIB

Mobil minibus warna hitam bertuliskan KPK berhenti di depan ruang lobi Pengadilan Tipikor di Gedung Uppindo, Kuningan, Jakarta Selatan. Puluhan polisi segera membentuk pagar betis hingga ke depan pintu lift.

Tak menunggu lama, pintu mobil di bagian tengah terbuka. Kepala yang ditutupi rambut berwarna ungu perlahan-lahan menyembul dari pintu mobil yang sudah terbuka. Dialah Mi­randa Goeltom, tersangka kasus suap cek pelawat pemilihan De­puti Gubernur Senior Bank In­donesia 2004. Miranda me­nge­nakan baju tahanan KPK ber­lengan panjang berwarna putih.

Ia memadukan baju itu dengan rok dengan sepatu berhak tinggi berwarna hitam mengkilap. Baju seragam yang kini diwajibkan di­pakai tahanan KPK setiap kali muncul di publik, tak mengurangi mood perempuan berusia 63 ta­hun itu untuk selalu tampil modis. Di tangan Miranda, baju putih yang bertuliskan “TAHANAN KPK” dan berukuran besar di punggung ini berubah jadi busana modis.

Ukurannya yang longgar membuat Miranda jadi punya ide untuk mengenakan ikat pinggang lebar menyerupai obi. Kerah ba­junya dibikin tegak sehingga saat berpadu dengan kerah bajunya yang bergaya ruffles, tampak seperti blazer saja.

Senyum Miranda yang terukir di kedua bibirnya, seakan mene­pis anggapan bahwa koruptor akan kehilangan wajah saat tam­pil di muka publik. Bahkan,

Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia ini masih bisa lambaikan tangan ke arah media yang hendak meliput persidangannya.

Penggunaan baju tahanan ini se­ngaja diterapkan KPK untuk me­nimbulkan efek jera terhadap pelaku tindak pidana korupsi. KPK menyediakan dua model baju tahanan yang wajib dipakai saat pemeriksaan, di dalam taha­nan, dan saat menghadiri persidangan.

Namun melihat gaya yang di­perl­ihatkan Miranda,  sepertinya tujuan penggunaan baju tahanan itu jauh panggang daripada api. Miranda justru sumringah dan penuh percaya diri. Tak sekalipun wajahnya menunduk malu dan menghindari kamera.

Kenapa baju tahanan tak juga membuat koruptor jera? Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD mengatakan tindakan KPK memberi seragam kepada para tahanan kasus korupsi tidak akan menimbulkan efek jera. Pasalnya, kata dia, rasa malu pada diri ko­ruptor sudah hilang.

“Jangan dihukum dengan rasa malu. Lebih tepat kalau dibuat ta­kut. Hukum 20 tahun penjara buat koruptor,” ujar Mahfud.

Kendati demikian, Mahfud tetap memuji upaya KPK mem­beri seragam kepada para ter­sangka sebagai upaya yang krea­tif. Menurutnya, seragam yang di­ke­nakan bisa memudahkan ma­sya­rakat mengetahui para koruptor.

Hanya bila dilihat dari efek­tifitas, masih jauh. Menurut dia, satu-satunya cara untuk membuat jera adalah dengan menghukum seberat-beratnya. “Ini koruptor ha­nya dihukum dua setengah ta­hun, nggak mungkin takut me­reka,” katanya.

Anggota Komisi Hukum DPR Martin Hutabarat juga pesimistis baju tahanan yang dibuat KPK tidak akan efektif untuk membuat jera pelaku korupsi. “Saya tidak yakin bahwa pengenaan baju ko­ruptor itu efektif untuk mengu­rangi korupsi di Indonesia. Kare­na ko­rupsi itu sudah merasuk sampai ke mana-mana,” kata Martin.

Anggota Fraksi Partai Gerindra ini mengatakan, seharusnya KPK fokus pada penumbuhan efek malu untuk masyarakat. “Yang le­bih efektif ke depan adalah usa­ha untuk memiskinkan mereka. Kam­panye KPK untuk menum­buhkan rasa malu di masyarakat ha­rus konsisten dilakukan,” jelasnya.

Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto me­ngatakan, pihaknya akan me­wajibkan semua tahanannya me­ngenakan baju tahanan jika ke­luar dari ruang tahanan, termasuk menghadiri pengajian dan kebak­tian sekalipun.

Tak tanggung-tanggung lem­baga antikorupsi itu menyiapkan ratusan baju tahanan bagi para koruptor yang ditahan KPK.

Rencananya baju tahanan ter­sebut akan dipakai untuk dua hal. Pertama, baju untuk tahanan yang akan dibawa. Kedua, baju untuk tahanan yang di ruang tahanan dan berbeda untuk tahanan laki-laki dan perempuan.

Selain itu, koruptor yang di­tang­kap KPK, tangannya akan diborgol. Bila dibawa dengan pe­sawat, mereka akan dilewatkan me­lalui pintu umum sehingga semua pengunjung bandara bisa melihatnya.

Menurut Bambang, selama ini para tersangka korupsi belum me­rasa malu dan jera karena per­la­kuan yang diterima mereka masih kurang tegas. Karena itu, KPK tengah mempersiapkan berbagai perlakukan yang akan diterima koruptor.

“Dia (koruptor) akan men­de­rita beserta seluruh k­e­turunannya. Jadi yang dimiskinkan bukan hartanya, tapi derajatnya. Jangan sampai orang ditahan tapi masih bisa petantang-petenteng me­lam­baikan tangan. Bahkan cengen­ge­san. Maka pimpinan KPK sep­a­kat membuat aturan yang lebih tegas,” kata Bambang.

Beberapa perlakuan disiapkan bagi koruptor. Di antaranya se­mua tersangka dan tahanan KPK wajib mengenakan baju tahanan KPK. Bila melawan aparat akan langsung diborgol. Bagi tahanan dari luar kota yang akan dibawa ke Jakarta tidak akan lagi diberi ke­istimewaan melalui jalur khusus, tetapi menggunakan jalur umum.

“Selama ini, kalau diturunkan dari pesawat, selalu tidak melalui jalur umum. Saya bilang ke te­man-teman pimpinan, tidak ada lagi. Lakukan itu di tempat biasa, pakai baju tahanan supaya semua bisa lihat. Masyarakat bisa lihat kelakuan para koruptor ini,” tegasnya.

Selain itu, sempat diusulkan untuk menghadirkan tersangka, tahanan maupun yang terjaring dalam operasi tangkap tangan di ruang konferensi pers KPK. Hal ini untuk memberikan ruang bagi media untuk menyorot para ter­sangka dari dekat. Perlakuan sama sudah diterapkan untuk kasus narkoba dan terorisme.

Usulan tersebut, kata Bam­bang, akan dipertimbangkan. Ia berjanji akan membicarakan usu­lan tersebut dengan para pim­pi­nan yang lain. “Soal meng­ha­dirkan tersangka di ruang kon­ferensi pers KPK akan kita bi­ca­rakan dulu,” ucapnya.

Dengan cara itu, KPK berharap koruptor akan malu. Harga diri­nya direndahkan dan harkatnya sebagai manusia terhormat di­hinakan.

Koruptor Diabadikan, Biar Diingat Anak & Cucu

Upaya membuat koruptor jera didukung pihak-pihak di luar aparat penegak hukum. Caranya, mulai dari membuat ensiklopedia koruptor sampai rencana penca­butan gelar akademiknya.

Transparency International In­donesia (TII) meluncurkan situs internet yang khusus untuk me­nga­badikan para koruptor. Situs bernama Korupedia tersebut akan memuat profil para koruptor yang telah dinyatakan bersalah oleh pengadilan.

“Tujuannya adalah untuk mem­beri efek jera berupa saksi sosial ke­pada para koruptor,” kata koor­dinator Korupedia, Teten Masduki.

Teten, yang juga aktivis Trans­pa­rency, mengatakan data yang dimasukkan ke situs diperoleh dari putusan pengadilan yang telah me­miliki kekuatan hukum tetap. Ala­san penggunaan data dari penga­dilan agar masyarakat tahu detail kasus yang menjerat koruptor itu.

“Prinsipnya sama seperti me­ngabadikan nama pahlawan na­sional agar bisa dikenang ma­sya­rakat sampai anak cucu,” ucap Teten. Dia berharap para koruptor tersebut akan dikenang hingga lintas zaman untuk dijadikan pe­lajaran bersama.

Di dalam Korupedia, kata Te­ten, juga akan dimasukkan tautan dari media daring yang memuat kasus-kasus korupsi. “Sehingga masyarakat juga bisa terus me­mantau kasus korupsi yang ada,” kata dia. Bahkan, ma­syarakat bisa mengirim tulisan antikorupsi ke situs.

Di situs yang beralamat di http://www.korupedia.org itu, kasus yang ada dikelompokkan sehingga masyarakat mudah me­ngaksesnya. Pengelompokan ter­sebut adalah kasus korupsi APBN/APBD, pemerasan, pu­ngutan liar, penggelapan, korupsi perbankan, gratifikasi, dan pe­nya­lahgunaan wewenang.

Ada juga peta Indonesia yang menggambarkan sebaran ko­rup­si. Setiap daerah yang ada kasus korupsinya ditandai warna me­rah. Dengan mengklik tanda me­rah, masyarakat bisa mengetahui kasus korupsi di daerah itu. “Se­lain itu ada tautan untuk kasus-kasus yang macet,” kata Teten.

Sementara itu, Ketua DPR Mar­zuki Alie mengusulkan per­guruan tinggi memberi sanksi bagi alum­ninya yang terbukti korupsi.

Seperti apa sanksinya? “Mi­sal­nya ada komitmen dari perguruan tinggi untuk mencabut gelar akademik kepada alumninya yang korupsi,” ujar politisi Partai Demokrat ini.

KPK Cari Cara Gugat Perdata

Mau Miskinkan Koruptor

Negara sudah mengeluarkan uang Rp 73 triliun untuk mem­berantas korupsi. Namun uang negara yang bisa ditarik dari koruptor hanya Rp 5,33 triliun. Masih banyak koruptor yang tajir setelah keluar penjara.

KPK pun mencari cara untuk bisa memiskinkan koruptor. Yak­ni dengan menerapkan hu­ku­­man finansial di luar mem­bayar denda dan uang peng­ganti. Hukuman finansial itu bisa berupa pembebanan biaya sosial korupsi bagi para koruptor.

“KPK memandang hukuman yang bersifat non badan atau penjara itu tidak sepenuhnya bisa merefleksikan dampak ko­rupsi yang ditimbulkan korup­tor. Masih banyak koruptor yang bisa menikmati hasil ko­rupsi,” ujar Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto.

Menurut Bambang, biaya tri­liun rupiah yang dikeluarkan ne­gara itu berdasarkan perhitu­ngan Mahkamah Agung (MA) selama kurun 2001–2009. Se­mentara mengenai biaya yang dibebankan pada para koruptor, itu diperoleh dari denda atau uang pengganti yang diba­yar­kan.  “Jadi, ada loss (kerugian) se­besar Rp 67,7 triliun atau se­kitar 92 persen,” jelas Bambang.

Karena itu, lanjutnya, KPK segera mengembangkan meto­de penghitungan biaya sosial korupsi. Dengan begitu, metode tersebut bisa segera diterapkan bagi para pelaku korupsi.

“Kami kembangkan biaya sosial korupsi sehingga ko­ruptor menanggung biaya sosial yang dihasilkan dari per­bua­tannya,” kata pria berjenggot lebat itu

“Saat ini kami meminta para ahli agar menghitung dan men­cari metode yang tepat untuk penerapan biaya sosial korupsi ter­sebut. Memang tidak bisa se­gera, tapi bukan tidak mung­kin,” tegasnya.

Pasal 98 KUHP dinyatakan bahwa satu tindak pidana bisa digabungkan dengan perdata. Sebab pihak yang menderita ka­rena korupsi bukan hanya negara, tapi juga pihak ketiga, bisa dimasukkan ke kerugian yang muncul dari korupsi, jelas Bambang.

Menurut pakar kejahatan ekonomi Rimawan Pradiptyo, kerugian total Rp 67,7 triliun itu akhirnya dibebankan kepada para pembayar pajak. Istilah­nya, rakyat yang mensubsidi ko­ruptor. Padahal, angka ter­sebut setara dengan empat kali lipat anggaran kesehatan.

“Bayangkan kalau Rp 67,7 triliun itu digunakan untuk ban­tuan langsung tunai (BLT). Dampaknya pasti dahsyat,” tegasnya.

Selama ini, lanjut pakar hukum asal Universitas Gadjah Mada (UGM) tersebut, aparat hanya menghitung biaya eks­plisit yang dikeluarkan untuk menangani kasus korupsi. “Be­lum biaya implisit yang me­ru­pakan dampak dari tindakan korupsi para koruptor tersebut,” ujar Rimawan.

Untuk itu, lanjut dia, biaya yang keluar akibat perbuatan para koruptor tersebut harus dibebankan kepada koruptor itu sendiri.

Biaya tersebut disebut biaya sosial korupsi. Rimawan me­lanjutkan, biaya sosial korupsi itu sudah diterapkan di negara-negara maju. “Jadi, setiap ada kejahatan, misalnya korupsi, langsung dihitung biaya so­sial­nya berapa,” jelas dia.

Ahli hukum pidana UI Gan­djar Laksmana menambahkan, biaya sosial korupsi itu bisa mempertajam efek jera bagi pe­laku korupsi. Penerapan biaya sosial korupsi tersebut ber­dam­pak bagi masyarakat dan pelaku korupsi.

“Prevensi khusus bagi pelaku korupsi agar jera dan prevensi umum bagi masyarakat agar tidak meniru para koruptor,” ujarnya. [Harian Rakyat Merdeka]


Populer

Aduan Kebohongan sebagai Gugatan Perdata

Selasa, 08 Oktober 2024 | 10:03

Pernah Bertugas di KPK, Kapolres Boyolali Jebolan Akpol 2003

Senin, 07 Oktober 2024 | 04:21

Warganet Beberkan Kejanggalan Kampus Raffi Ahmad Peroleh Gelar Doktor Kehormatan

Senin, 30 September 2024 | 05:26

Laksdya Irvansyah Dianggap Gagal Bangun Jati Diri Coast Guard

Sabtu, 05 Oktober 2024 | 03:45

Bakamla Jangan Lagi Gunakan Identitas Coast Guard

Rabu, 09 Oktober 2024 | 06:46

Selebgram Korban Penganiayaan Ketum Parpol Ternyata Mantan Kekasih Atta Halilintar

Senin, 07 Oktober 2024 | 14:01

PDIP Bisa Dapat 3 Menteri tapi Terhalang Chemistry Gibran

Rabu, 09 Oktober 2024 | 01:53

UPDATE

TB Hasanuddin Kritik Raffi Ahmad Pakai Seragam TNI: Ada Aturannya!

Kamis, 10 Oktober 2024 | 07:48

Prabowo Harus Buktikan Betul-betul Bentuk Zaken Kabinet

Kamis, 10 Oktober 2024 | 07:38

Ketum Garuda Diduga Aniaya Wanita Pernah Gagal Nyaleg Lewat Gerindra

Kamis, 10 Oktober 2024 | 07:31

Hujan Ringan Diperkirakan Basahi Jakarta

Kamis, 10 Oktober 2024 | 07:17

Bambang Haryo Tinjau Pembangunan Terminal Internasional Bimoku

Kamis, 10 Oktober 2024 | 06:50

Bahlil Diminta Serius Menata Ulang Aturan Pemanfaatan EBT

Kamis, 10 Oktober 2024 | 06:20

Dukung Program Makanan Bergizi, KKP Gerilya Protein Ikan

Kamis, 10 Oktober 2024 | 05:50

Danjen Kopassus Pimpin Sertijab Sejumlah Posisi Strategis

Kamis, 10 Oktober 2024 | 05:25

Indonesia Ajak Negara Asia Pasifik Mitigasi Perubahan Iklim

Kamis, 10 Oktober 2024 | 04:58

Mbak Ita Optimis Gelaran Sembiz Mampu Gaet Banyak Investor

Kamis, 10 Oktober 2024 | 04:30

Selengkapnya