RMOL.Praktik perploncoan di sekolah masih marak. Biasanya terjadi saat Masa Orientasi Siswa (MOS) di awal tahun ajaran baru. Ada siswa yang sampai meninggal.
Suasana duka masih meÂnyeÂlimuti kediaman keluarga Elvian Lubis di Bumi Serpong Damai (BSD) Tangerang Selatan, BanÂten. Kepergiaan Amanda Putri Lubis diusia yang masih muda, beÂnar-benar menjadi pukulan terÂberat bagi keluarga itu.
Amanda merupakan putri keÂdua Elvian yang berencana seÂkolah di SMA Negeri 9 Kota TaÂngerang Selatan. Namun, haÂraÂpanÂnya bisa duduk di bangku SMA harus puÂpus di usianya yang ke-15 tahun. Ia keburu diÂjemput ajal setelah meÂngikuti Masa Orientasi PendiÂdikan (MOP) di sekolahnya.
“Sebelumnya tidak ada keÂluhan apa-apa. Amanda juga seÂhat. Bahkan masih menemani saya memotong bambu untuk diÂbawa ke sekolah,†tutur Elvian ketika ditemui di kediamannya.
Elvian yang tinggal di Jalan Salvia VI Blok UF BSD City SekÂtor 1.2, Serpong, Tangerang Selatan menuturkan, Selasa pagi lalu (12/7) dirinya masih sempat mengantarkan anaknya tersebut pergi ke sekolah. Bahkan saat SuÂbuh, bersama anak pertaÂmaÂnya, Evan Miraj Lubis, dirinya masih sempat menyiapkan keperluan yang akan dibawa Amanda untuk mengikuti MOP.
“Rabu dini hari anak saya tidak saÂdarkan diri. Saya sempat memÂberikan napas buatan dan AmanÂda sempat sadar. Tapi jiwanya tak tertolong meski dokter sudah meÂnangani Amanda selama kurang lebih satu jam,†tutur Elvian deÂngan suara serak menahan tangis.
“Saya tanya dokter apakah ada serangan jantung. Katanya, tidak ada sakit jantung. Sudah diberiÂkan kejut jantung enam kali seÂlama setengah jam, tetapi sama saja,†sambung Elvian.
Evan Miraj Lubis, kakak AmanÂda, menuturkan adiknya tiÂdak pernah bercerita soal peÂlakÂsanaan MOP di sekolah keÂpaÂdaÂnya. Namun, saat ia dan orangÂtuaÂnya mengantar Amanda pada hari kedua MOP, Selasa, Amanda sempat ketakutan dan hampir tak mau masuk sekolah karena tak membawa kertas identitas (name tag) yang wajib dibawa siswa baru.
“Saat itu Ayah saya tanya apaÂkah akan ada hukuman teÂrÂhaÂdapÂnya dan dijawab ada. Adik saya semÂpat nggak mau masuk dan hamÂpir nangis. Namun, akhirnya teÂtap masuk, terus saya pulang untuk ngambil name tag-nya,†kata Evan.
“Adik saya itu memang lemah fisiknya. Renang 10 menit saja wajahnya langsung pucat, tapi jarang sakit. Selama MOP, setiap hari harus bawa dua tas karung,†ujar Evan.
Untuk diketahui, sejak Senin lalu (11/7) beberapa sekolah di sejumlah wilayah di Indonesia muÂlai melakukan pembukaan MOP kepada para siswa baru. MOP menandakan dimulainya tahun ajaran baru 2012-2013.
MOP yang dulunya dikenal deÂngan Masa Orientasi Siswa (MOS) merupakan tahapan yang wajib diÂikuti seluruh siswa baru. BiasaÂnya, pelaksanaan MOP ini memaÂkan waktu 3 hari sampai satu minggu.
MOS dijadikan sebagai ajang meÂlatih ketahanan mental, disipÂlin dan mempererat tali perÂsauÂdaraan. MOS juga sering dipakai sebagai sarana perkenalan siswa terhadap lingkungan baru di seÂkoÂlah yang akan dimasukinya. Baik perkenalan dengan sesama siswa baru, kakak kelas, guru hingga karyawan di sekolah itu. Tak terkecuali pengenalan berÂbagai macam kegiatan yang ada dan rutin dilaksanakan di lingÂkungan sekolah.
Namun dalam praktiknya, keÂrap kali terdengar kabar adanya kasus-kasus kekerasan yang terÂjadi saat pelaksanaan MOS. SeÂlain kasus Amanda, tahun lalu Roy Aditya PerÂkasa, siswa baru di sebuah SMA Negeri di ProÂvinsi Jawa TiÂmur juga menjadi korban dalam pelaksanaan MOS di sekolahnya.
Ditengarai karena tingkat stres yang tinggi akibat beban tugas yang diberikan terlalu berat, Roy akhirnya menghembuskan nafas terakhir pada hari kedua pÂeÂlakÂsaÂnaan MOS.
Kasus-kasus kekerasan saat peÂlaksanaan MOS inilah yang memÂbuat Komisi Nasional PerÂlinÂdungan Anak (Komnas PA) menjadi berang. Organisasi yang digawangi Arist Merdeka Sirait ini menyebut pelaksanaan MOS selama ini sudah menjadi budaya kekerasan di sekolah.
“MOS ini benar-benar sudah meÂnyimpang dari agenda pendiÂdiÂkan. Dalam pelaksanaannya, kekerasan secara fisik dan psikis serta pelecehan seksual cendeÂrung mengalami peningkatan dari tahun ke tahun,†ujar Arist.
Kekerasan fisik, kata Arist, beruÂpa tindakan yang mengarah pada fisik seperti penamparan, peÂmuÂkuÂlan bahkan sampai peÂnenÂdangan. Kekerasan secara psikis yakni inÂtimidasi pskilogi. Misalnya dÂeÂngan membentak atau menghardik siswa baru sehingga membuat menÂtal dan martabatnya rendah.
“Kami menemukan adanya kasus pemukulan, menendang, menampar, membentak atau kegiatan-kegiatan yang menguras fisik. Kalau dipikir, apa hubuÂnganÂnya semua itu dengan dunia pendidikan?†ujar Arist.
Sedangkan pelecehan seksual meskipun skalanya lebih kecil, kata Arist, tetap saja terjadi dari tahun ke tahun. Bentuk pelecehan sekÂsual misalnya menyuruh anÂtara siswa berciuman. “MeÂngeÂnakan pakaian di bawah kategori kelayakan juga bentuk pelecehan seksual. Ini yang juga sering terÂjadi,†ujanya.
Masa orientasi ini merupakan proses bagi peserta didik untuk meÂnyiapkan proses pembelajaran bagi siswa baru, mulai dari peÂngenalan lingkungan sekolah, saÂrana prasarana sekolah dan peÂmanÂÂfaatannya, sistem peÂmbeÂlaÂjaran, guru dan model. SayÂangÂnya, meÂnurut Arist, nilai yang terkanÂdung dalam MOS itu justru diÂanggap hal yang terakhir untuk dilakukan.
“Pelaksanaan MOS lebih keÂpaÂda ajang perploncoan, kegiatan yang meneror fisik maupun psiÂkis, bukan juga ajang eksploitasi senior pada yunior,†tegasnya.
“Komnas PA mendorong pihak sekolah dan Dinas Pendidikan untuk memastikan pelaksanaan orientasi peserta didik baru harus sesuai dengan tujuan pendidikan, serta bebas dari kekerasan, eksploiÂtasi, dan diskriminasi,†ujarnya.
Lembaga yang dipimpinnya, kata Arist, sudah mengirimkan surat secara tertulis kepada semua instansi pendidikan terkait peÂlaksanaan MOS ini. Surat teÂrÂseÂbut untuk sekolah tingkat SMP dan SMA di seluruh Indonesia.
“Kami tegaskan dalam surat itu untuk mengingatkan sekolah bahÂwa MOS ini bukan budaya keÂkeÂrasan. Dan kami mengajak keÂpaÂda siswa serta masyarakat untuk tidak sungkan laporkan kekeÂrasan selama pelaksanaan MOS,†tegas pria berambut panjang ini.
Ia menyarankan agar kegiatan-kegiatan di dalam MOS diubah. “Misalnya siswa diminta untuk membuat makalah pribadi atau keÂlompok terkait dunia pendidÂiÂkan. Itu jauh lebih edukatif, keÂtimÂbang menyuruh siswa memÂbawa barang-barang aneh yang tidak ada hubungannya dengan dunia pendidikan,†ujarnya.
Untuk itu, Arist meminta kepaÂda dunia pendidikan untuk meÂnguÂbah paradigma mengenai MOS. Bila tahun ini kekerasan masih terjadi, dia menyarankan sebaiknya MOS ditiadakan saja.
Ikut Ospek, Siswa Pelayaran Meninggal
Erfin Juniayanto alias MulÂyono, 19, siswa Balai PenÂdiÂdiÂkan dan Pelatihan Ilmu PelaÂyaran (BP2IP) Tangerang, teÂwas setelah dua hari mengikuti Diklat Orientasi Pembelajaran (DOP) atau semacam Ospek (Orientasi Pengenalan KamÂpus), Kamis lalu (12/7).
Putra Serma Mulyono, 53, Babinsa Gadu Jaya, Kabupaten TaÂÂngeÂrang itu, merengang nyaÂwa seÂtelah sempat menjalani peraÂwatan beberapa jam di RSUD Tangerang.
Pihak keluarga mencurigai penyebab kematian Erfin diaÂniaya panitia orientasi karena di sekujur tubuhnya ditemukan beÂkas lebam yang diduga akibat hantaman benda tumpul. Guna memastikan penyebab kemaÂtian, jenazah korban dibawa ke RSUD Tangerang untuk diotopsi.
Menurut Rio Arizal, tetangga yang juga teman dekat korban, ada beberapa bekas lebam di telapak kaki, betis, dada dan ulu hati di tubuh Erfin. MenurutÂnya, luka lebam itu seperti terÂkena hantaman benda tumpul.
“Pihak keluarga sempat syok saat kali pertama melihatnya karena semula dikabarkan dari pihak BP2IP, Erfin dibawa ke rumah sakit lantaran kesuÂruÂpan,†kata Rio.
Rio mengatakan Erfin meÂngiÂkuti Ospek yang dimulai seÂjak Senin (9/6) hingga Jumat (13/6). Namun, memasuki hari kedua, bekas siswa SMPN 5 TaÂngeÂrang itu ambruk. Kondisi fiÂsiknya makin parah di hari beÂriÂkutnya sehingga perlu dilariÂkan ke RSUD Tangerang. Pukul 23.00 nyawa korban tidak terÂtolong lagi hingga menghÂemÂbusÂkan nafas terakhir.
Sebelum masuk ke sekolah pelayaran itu, kata Rio, Erfin rajin latihan fisik mulai dari lari pagi dan sore. “Selama ini kita tiÂÂdak pernah mendengar keÂluÂhan dari Erfin karena badannya tegap dan tinggi,†ucap Rio.
Sejumlah kerabat, keluarga, anggota Kodim 0506 TangeÂrang, dan siswa BP2IP TaÂngeÂrang tampak melayat ke rumah duka di Perumahan Griya SaÂngiang Mas Blok B4 Nomor 7, Gebang Rata, Periuk, Kota TaÂngerang. Orang tua korban, MulÂyono terlihat terpukul atas keÂmatian putranya
Kepala BP2IP Marihot SiÂmanjuntak saat ditemui di ruÂmah duka membantah kemaÂtian Erfin akibat adanya aksi keÂkeÂrasan fisik selama orietasi pemÂbelajaran taruna BP2IP.
Kata dia, sejak tahun 2004 piÂhaknya mengedepankan peÂlaÂtiÂhan sesuai dengan prosedur. TiÂdak diperkenankan adanya keÂkerasan fisik. Kemungkinan tiÂdak tertolongnya nyawa Elfin kaÂrena terjadi kecelakaan selama meÂngikuti orientasi pembelajaran.
“Panitia orientasi pembelaÂjaran siswa BP2IP adalah insÂtruktur dan marinir, bukan dari siswa senior. Jadi, tidak ada keÂkeÂrasan dan hukuman fisik di BP2IP,†kata Marihot.
Pantau Keterlibatan Anak Di Pilgub DKI, KPAI Buka Posko
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menganggap praktik kekerasan di sekolah cukup tinggi. Hasil monitoring dan evaluasi lembaga negara itu menemukan umumnya kekeraÂsan terjadi saat Masa Orientasi Siswa (MOS).
Monitoring dan evaluasi dilaÂkukan di 9 provinsi. Yakni SuÂmatera Barat, Lampung, Jambi, Banten, Jawa Tengah, DIY, Jawa Barat, Jawa Timur, dan Kalimantan Timur, dengan total responden 1.026 anak.
Penelitian yang dilaksanakan April 2012 ini menunjukkan bahwa 66,5 persen anak (628 anak) pernah mengalami kekeÂrasan yang dilakukan guru. SeÂbanyak 74,8 persen anak (767 anak) pernah mengalami keÂkeÂrasan yang dilakukan teÂman seÂkelas. Dan, sebanyak 56,3 perÂsen anak (578) pernah meÂngaÂlami kekerasan yang dilakukan teman lain kelas.
Pada tahun ajaran baru ini, Komisi membuka posko lapoÂran kekerasan dalam pelakÂsanaan MOS. Siswa, wali murid atau masyarakat umum bisa laporkan adanya kekerasan yang dilakukan selama kegiatan MOS. Posko dibuka sejak Senin lalu.
Posko ditempatkan di lantai satu kantor KPAI di Jalan Teuku Umar Nomor 10-12, Menteng, Jakarta Pusat. Letaknya persis berada di belakang lobi.
Posko ini bukan hanya meÂnampung laporan mengenai keÂkerasan yang terjadi pada peÂlakÂsanaan MOS, tapi juga meÂneÂrima laporan pengaduan eksÂploitasi anak-anak dalam kamÂpanye peÂmilihan gubernur dan wakil guÂbernur (Pilgub) DKI Jakarta.
“Kami akan menunggu maÂsyaÂrakat untuk melaporkan peÂlanggaran saat pelaksanaan MOS hingga siswa sudah resmi masuk sekolah,†kata Badriyah Fayumi, Komisioner KPAI.
Ia bilang, Posko ini tidak haÂnya menangani masalah peÂlangÂgaran yang ada di Jakarta saja, tapi tingkat nasional. Karena itu, bila ada masyarakat di luar daerah yang ingin melaporkan bisa menghubungi layanan hotline 24 jam.
“Jadi tidak usah repot-repot daÂtang ke KPAI tapi bisa lewat teÂlepon. Segala aduan akan langÂsung ditindaklanjuti ke sekolah yang bersangkutan,†kata Badriyah. [Harian Rakyat Merdeka]
Populer
Selasa, 08 Oktober 2024 | 10:03
Senin, 07 Oktober 2024 | 04:21
Senin, 30 September 2024 | 05:26
Sabtu, 05 Oktober 2024 | 03:45
Rabu, 09 Oktober 2024 | 06:46
Senin, 07 Oktober 2024 | 14:01
Rabu, 09 Oktober 2024 | 01:53
UPDATE
Kamis, 10 Oktober 2024 | 07:48
Kamis, 10 Oktober 2024 | 07:38
Kamis, 10 Oktober 2024 | 07:31
Kamis, 10 Oktober 2024 | 07:17
Kamis, 10 Oktober 2024 | 06:50
Kamis, 10 Oktober 2024 | 06:20
Kamis, 10 Oktober 2024 | 05:50
Kamis, 10 Oktober 2024 | 05:25
Kamis, 10 Oktober 2024 | 04:58
Kamis, 10 Oktober 2024 | 04:30