RMOL. Popularitas Joko Widodo sebagai tokoh sederhana pilihan rakyat diniscaya akan terus melambung pada putaran kedua pemilihan gubernur DKI Jakarta. Kemungkinannya menang pada putaran final diprediksi lebih tinggi dari Fauzi Bowo.
Â
"Rakyat Jakarta sudah memberi tanda paling jelas bagi kemenangan Jokowi untuk menjadi Gubernur DKI Jakarta berikutnya," kata Ketua Dewan Direktur Lembaga Kajian Publik Sabang-Merauke Circle (SMC), Syahganda Nainggolan di Jakarta, (Rabu, 11/7).
Â
Meski pengumuman resmi hasil pemilihan belum disampaikan Komisi Pemilihan Umum (KPU) DKI Jakarta, namun perolehan sementara melalui perhitungan cepat (quick count) sejumlah lembaga menunjukkan pasangan Jokowi-Ahok berada di urutan teratas melebihi 40 persen suara.
Sedangkan Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli menempati urutan kedua dengan suara di bawah 35 persen, dan menyusul Hidayat Nur Wahid-Didik J. Rachbini yang tak sampai 15 persen, lalu Faisal-Biem serta Alex-Nono dengan perolehan di bawah 5 persen. Pada posisi paling buncit adalah Hendardji-Riza yang mengantongi suara 2 persen lebih.
Â
Menurut Syahganda, fenomena awal kemenangan Jokowi-Ahok menandakan adanya perlawanan rakyat menghadapi kemapanan elit yang memimpin Jakarta, utamanya akibat ketidakpercayaan pada gubernur sebelumnya dalam memenuhi harapan keadilan bagi warga Jakarta. Selan itu, dukungan besar kepada Jokowi pun memperjelas kekalahan tokoh elit yang sekadar dibangun politik pencitraan berikut penggalangan politik oleh kekuasaan, termasuk elemen tokoh lain yang ditopang partai berpengaruh.
Â
"Kemenangan Jokowi adalah hadiah yang diberikan rakyat Jakarta. Dengan demikian juga identik sebagai kemenangan seorang pemimpin berkarakter kerakyatan, menyatu dengan perasaan rakyat, dan bukan karena persiapannya untuk menjadi pemimpin dibuat-buat oleh perekayasaan komunikasi," jelas Syahganda.
Â
Ia menambahkan, figur Jokowi tidak mungkin hadir untuk mengecoh rakyat Jakarta yang umumnya sudah melek politik. Sebaliknya, tak berlebihan jika Jokowi dianggap sebagai sosok pemimpin yang dibutuhkan warga Jakarta, guna mengemban tugas memajukan kota Jakarta yang beradab serta memartabatkan kehidupan sosial ekonomi warganya.
Â
Syahganda mengatakan, keberhasilan Jokowi yang tak mengandalkan pencitraan itu secara tidak langsung membuktikan hadirnya era pemimpin baru yang tak bisa sepenuhnya bergantung pada kemasan komunikasi. Apalagi, sejatinya pemimpin memang harus tampil jujur menyentuh wilayah hatinurani untuk mewakili keinginan rakyat banyak.
Â
"Inilah era titik balik dari pencitraan ke hatinurani, karena rakyat lebih menghendaki seorang pemimpin yang tak bersandiwara dalam bungkusan komunikasi, kecuali beriringan dalam kehidupan nyata secara bersama-sama," tandasnya.
[dem]