RMOL. Jam dinding ruang Wiryono gedung Mahkamah Agung (MA) tepat menunjukkan pukul 1 siang. Tiba-tiba suara perempuan menggema di ruangan yang terletak di lantai dua itu. “Para hadiri dimohon berdiri,†pinta pembaca acara itu.
Tak lama Ketua Majelis KeÂhorÂmatan Hakim (MKH) Suparman Marzuki diikuti dengan anggota MKH lainnya yaitu, TauÂfiquÂrahÂman Syahuri, Jaja Ahmad Jayus, IbÂrahim, Imam Soebechi, Sri MurÂwahyuni dan Zaharuddin UtaÂma masuk ruangan. Mereka lalu menempati meja di muka ruangan. Pembawa acara lalu memÂperÂsilakan hadirin duduk kembali.
Dengan membaca basmallah diÂiringi ketukan palu tiga kali, SuÂparman Marzuki membuka perÂsidangan. Komisioner Komisi Yudisial (KY) itu kemudian meÂmanggil Anton Budi Santoso, haÂkim Pengadilan Negeri Sleman, Yogyakarta untuk masuk ruangan.
Anton yang mengenakan baju safari warna hijau lumut berjalan gontai sambil dikawal tiga pegaÂwai MA menuju ruang sidang. Ia lantas diarahkan untuk duduk di kursi “pesakitan†yang berhaÂdaÂpan dengan meja majelis.
Suparman kemudian memÂbaÂcaÂkan dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan Anton karena bertemu pihak berperkara dan meÂnawarkan harga putusan seÂbeÂsar Rp 50 juta.
Mendengar tuduhan tersebut, Anton yang telah menjadi hakim seÂlama 16 tahun ini mengakui keÂrap bertemu dengan pihak berÂperÂkara. Kata dia, pihak berperkara terus mendekatinya.
“Minta bertemu. Bertemu di luar sidang. Pada awalnya saya teÂrus menolak. Namun terus menÂdekati saya usai sidang. Pada akÂhirnya, saya sebagai manusia biaÂsa kemudian tertarik,†katanya.
“Saya yang minta tapi yang nyeÂbutin nominalnya pihak sana. Saya ya, ya saja. Akhirnya, ya terÂserah pihak sana. Sana nyeÂbutinÂnya Rp 50 juta,. Saya iya saja,†aku Anton.
“Apakah pertemuan dilakukan atas inisiatifnya sendiri atau suÂruhan pihak-pihak lain,†tanya salah seorang anggota majelis.
Anton menjawab bahwa pihak berÂperkara melalui kuasanya yang kerap menemuinya. “KuaÂsaÂnya selalu minta (bertemu), saya akui khilaf,†ucapnya.
Diakhir pemeriksaan, Anton memohon Majelis menjatuhkan vonis seringan-ringannya. “Saya maÂsih mempunyai tanggungan keÂluarga dan dengan harapan saya masih diberi kesempatan unÂtuk memperbaiki diri,†pinta AnÂton dengan suara tergagap.
Setelah mendengar pengakuan Anton, Suparman Marzuki menÂskors sidang selama satu jam. “SiÂdang saya skors selama satu jam, untuk berdiskusi dengan anggota majelis kehormatan lainÂnya,†katanya.
Majelis lalu keluar ruang siÂdang. Begitu juga dengan Anton yang juga keluar ruang siÂdang sambil dikawal pegawai MA.
Pukul 14.30, tujuh majelis angÂgota kehormatan hakim meÂmaÂsuki ruang sidang lagi. Suparman Marzuki kembali membuka perÂsidangan. “Sidang dibuka dengan agenda putusan,†katanya.
Sebelum putusan dibacakan, KeÂtua MKH meminta terlapor dihadirkan di persidangan. Tak berapa lama Anton memasuki ruang sidang dan kembali duduk di kursi pesakitan.
Suparman Marzuki mulai memÂbacakan putusan. Putusan diÂjaÂtuhkan dengan memÂpertimÂbaÂngkan kesimpulan tim Komisi Yudisial bahwa hakim terlapor teÂlah melakukan pelanggaran kode etik dan perilaku hakim. Yakni berkomunikasi dengan pihak berÂperkara untuk membicarakan kaÂsus yang sedang ditangani seÂkaÂligus melakukan tawar-menawar putusan.
“Hakim terlapor mengakui bahÂwa rekaman di tangan KY adalah rekaman dirinya. Majelis berpendapat tidak ada hal yang baru. Untuk itu cukup beralasan agar hakim terlapor dijatuhi hukuÂman yang berat,†kata Suparman.
Putusan ini, kata Suparman, dijatuhkan dengan memperÂtimÂbangkan hal yang memberatkan dan meringankan hakim terlapor.
Hal meringankan, hakim terlaÂpor mengakui, menyadari bahwa tindakannya melanggar kode etik dan perilaku hakim. KemuÂdian menyesal dan berjanji untuk tidak mengulangi perbuatannya, serta berjanji untuk memÂperÂbaiki diri jika diberi kesempatan. MKH meÂnganggap terlapor tiÂdak memÂberikan keterangan yang berbelit-belit.
Adapun hal yang membeÂratÂkan, tindakan yang dilakukan haÂkim terlapor merusak dunia peraÂdilan dengan melakukan perÂmuÂsyaÂwaratan dengan pihak berÂperÂkara. “Hakim terlapor mengakui dan berjanji tidak mengulangi,. Cukup beralasan untuk memÂberikan kesempatan untuk memÂperbaiki diri,†ujarnya.
Untuk itu, Majelis memuÂtusÂkan Anton di mutasi ke PengaÂdilan Negeri Semarang sebagai hakim non palu. Selama jadi haÂkim non palu, Anton tidak menÂdapat tunjangan remunerasi seÂlama dua tahun.
Usai membacakan putusan, Ketua Majelis menutup sidang. Anton kemudian berdiri dari temÂpat duduknya dan menyalami seÂluÂruh anggota Majelis. Ia meÂningÂgalkan ruang sidang tanpa mau berkomentar sedikipun keÂpada awak media.
Hakim Anton dilaporkan ke KoÂmisi Yudisial karena meÂlanggar kode etik dan pedoman perilaku hakim. Bermula saat AnÂton tengah mengadili kasus perÂdata pada 2010 lalu. Ia bertemu dengan kuasa hukum tergugat, Budi Wijaya.
Dalam pertemuan tersebut, AnÂton tawar menawar putusan. Budi lalu menawarkan harga putusan Rp 50 juta dan diiyakan Anton. Percakapan ini direkam Budi. ReÂkaman ini kemudian dilaporÂkan Linus ME Roymond RenÂwaÂrin ke KY.
Perkara yang sedang ditangan Anton adalah kasus perdata tenÂtang perjanjian investasi. Nomor perÂkaranya 113/P.Pdt/2010/PN.Sleman.
Kemarin, ruang Wiryono yang berada di lantai II gedung Utama MA Jalan Medan Merdeka Utara disulap tempat persidangan hakim nakal.
Di bagian depan ruangan berÂukuÂran 20x30 meter ini ditemÂpatkan meja panjang hitam untuk duduk anggota Majelis KehorÂmaÂtan Hakim (MKH). Di samping kirinya disediakan satu meja unÂtuk panitera yang bertugas menÂcatat pembicaraan selama perÂsidangan.
Dinding persis di belakang meja majelis dipasang spanduk hijau bertuliskan “Sidang Majelis Kehormatan Hakimâ€. Lambang MA dan KY mengapit tulisan itu.
Bedanya dengan sidang biasa, anggota majelis tidak mengeÂnaÂkan toga. Kursi untuk “terlapor†diletakkan di tengah ruangan. Berhadapan langsung meja maÂjelis hakim.
Di bagian belakang disediakan puluhan kursi untuk pengunjung yang ingin melihat jalannya. SiÂdang terbuka untuk umum.
KY Hanya Adili Pelanggaran Berat
Juru bicara Komisi Yudisial (KY) Asep Rahmat Fajar meÂngatakan, selama tahun 2012 piÂhaknya merekomendasikan 14 haÂÂkim nakal agar mereka diÂkeÂnaÂkan sanksi tegas. ReÂkoÂmenÂdaÂsiÂkan disampaikan ke MA.
Asep mengatakan, ke-14 haÂkim terindikasi melanggar kode etik. Ini merupakan hasil tindak lanjut dari 786 total laporan yang maÂsuk ke KY selama enam bulan terÂakhir. Sejak Januari hingga Juni.
Dari laporan tersebut, 161 laÂporan sudah ditindaklanjuti. SeÂtelah dikaji kembali, mengerucut menjadi 86. Lalu disimpulkan 14 haÂkim terindikasi melanggar kode etik. “Hakim yang telah diÂperiksa berjumlah 86 orang, seÂmua untuk hakim pengadilan umum tingkat pertama,†katanya.
Dari 14 hakim, 11 hakim direÂkoÂmendasikan diberikan sanksi riÂngan. Satu hakim direkoÂmenÂdaÂsiÂkan sanksi sedang. Sedangkan dua hakim direkomendasikan sanksi berat.
“Rekomendasi sanksi ringan adalah teguran lisan maupun terÂtulis, sanksi berat adalah pemeÂcatan, sedangkan sanksi sedang saya belum tahu,†katanya.
Mengenai pelanggaran yang diÂlakukan para hakim, Asep meÂngatakan ada dua jenis. Yakni menyangkut profesionalisme hakim dan integritas yang tinggi.
Asep mengatakan, hakim “naÂkal†yang disidang MKH hanya yang melakukan pelanggaran berat. Sedangkan pelanggaran riangan dan sedang dan ringan ditangani MA.
“Tahun 2012, kami telah meÂlakukan empat kali sidang MKH. Hakim diberikan sanksi berat empat orang,†katanya.
Karaoke Berujung Pemecatan
Kemarin ada hakim “nakal†yang dibawa ke pengadilan Majelis Kehormatan Hakim (MKH). Pagi hari, MKH meÂnyiÂdangkan dugaan pelangÂgaÂran kode etik yang dilakukan Putu Suika, hakim Pengadilan Negeri (PN) Denpasar, Bali.
Majelis terdiri dari tujuh orang. Diketuai Jaja Ahmad JaÂyus dan beranggotakan, SuÂparÂman Marzuki, Taufiqurahman Syahuri, Ibrahim, Imam SoeÂbechi, Sri Murwahyuni, ZahaÂruddin Utama.
Sidang digelar untuk meninÂdaklanjuti rekomendasi Komisi Yudisial (KY) yang meÂnyebut Putu terbukti melakukan peÂlanggaran kode etik.
Jaja Ahmad Jayus menjÂeÂlasÂkan, MKH menilai hakim Putu Suika telah melanggar kode etik haÂkim. Ia diketahui bertemu dan berkomunikasi dengan piÂhak beperkara, sering meÂminÂjam dan memakai fasilitas piÂhak tertentu, serta menyebarkan kabar bohong telah diintervensi ketua Pengadilan dalam meÂmuÂtus perkara.
Selain itu, hakim juga harus menghindari hubungan, baik langsung maupun tidak langÂsung dengan advokat, penuntut umum dan pihak-pihak berÂperÂkara saat kasuanya diperiksa di pengadilan.
“Serta kode etik hakim harus membatasi hubungan yang akÂrab, baik langsung maupun tiÂdak langsung dengan advokat yang sering berperkara di wiÂlaÂyah huÂkum pengadilan tempat haÂkim tersebut menjabat,†katanya.
Di persidangan, Putu memÂbantah semua tuduhan terhadap dirinya. Menurutnya, tindakan itu setelah perkara telah dipuÂtus. Ia mengaku karaoke tiga kali dengan pihak berperkara. “Ya karaoke tiga kali, diajak sama Irfan usai perkara dipuÂtus,†katanya.
Mendengar jawaban tersebut, anggota Majelis Imam SoeÂbechi menyela. “Karaokenya ada ceweknya nggak?†tanya maÂjelis hakim dari MA. Putu meÂmilih diam.
Putu juga menyatakan keÂinginannya mencabut keteÂraÂngan yang diberikan di KY. AlaÂsannya, saat memberikan keteÂrangan itu dia dibawah teÂkanan Ketua PN Denpasar.
“Saya ingin mencabut keteÂrangan yang diberikan di KY kaÂrena saya diintervensi oleh KeÂtua PN Denpasar. Saya deÂngan berat hati mengikuti keÂmauÂan beliau. Mengapa saya diÂkorÂbanÂkan, sementara dia enak-enak. Dulu saya mengikuti beliau kaÂrena beliau pimpinan,†katanya.
Usai mendengar keterangan terlapor, Jaja kemudian menÂskors persidangan untuk berdisÂkusi dengan anggota Majelis. Satu jam kemudian, majelis kembali ke ruang sidang untuk membacakan putusan.
Majelis menjatuhkan vonis peÂmecatan dengan hormat keÂpada Putu Suika. Pemecatan deÂngan hormat dijatuhkan kaÂrena Putu dinyatakan terbukti meÂlanggar kode etik dan periÂlaku hakim. “Menyatakan meÂnolak pembelaan untuk seÂluÂruhÂnya,†kata majelis dalam amar putusannya.
Untuk itu, MKH menÂjaÂtuhÂkan hukuman sanksi seberat-beÂratnya dengan pemberhentian dengan hormat tidak atas perÂmintaan sendiri. MKH selanÂjutnya meminta MA sesegera mungkin memberÂhentikan seÂmentara hakim Putu Suika samÂpai putusan keluar.
Majelis mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan yakÂni Putu memberikan keterangan berbelit-belit dan terlapor telah melanggar kode etik. “Hal yang mÂeringankan yaitu Putu seÂbeÂnÂtar lagi pensiun dan mengakui keÂsalahannya,†kata Jaja. Putu akan pensiun November 2013.
Seperti diketahui, kasus ini terjadi pada 2010 saat Putu meÂnangani perdata perbuatan meÂlawan hukum mengenai perjanÂjian harta di luar nikah. Saat meÂnangani perkara itu, Putu meÂnerima fasilitas karaoke dari piÂhak berperkara. [Harian Rakyat Merdeka]
Populer
Selasa, 08 Oktober 2024 | 10:03
Senin, 07 Oktober 2024 | 04:21
Senin, 30 September 2024 | 05:26
Sabtu, 05 Oktober 2024 | 03:45
Rabu, 09 Oktober 2024 | 06:46
Senin, 07 Oktober 2024 | 14:01
Rabu, 09 Oktober 2024 | 01:53
UPDATE
Kamis, 10 Oktober 2024 | 07:48
Kamis, 10 Oktober 2024 | 07:38
Kamis, 10 Oktober 2024 | 07:31
Kamis, 10 Oktober 2024 | 07:17
Kamis, 10 Oktober 2024 | 06:50
Kamis, 10 Oktober 2024 | 06:20
Kamis, 10 Oktober 2024 | 05:50
Kamis, 10 Oktober 2024 | 05:25
Kamis, 10 Oktober 2024 | 04:58
Kamis, 10 Oktober 2024 | 04:30