Berita

Hari Suwand

On The Spot

Cuma Kantongi Rp 50 Ribu Jualan VCD Untuk Makan

25 Hari Jalan Kaki, Korban Lapindo Sampai Di Jakarta
SELASA, 10 JULI 2012 | 09:24 WIB

RMOL. Raut muka Hari Suwandi masih nampak kelelahan setelah berjalan kaki berhari-hari dari Sidoarjo, Jawa Timur ke Jakarta. Namun raut wajahnya berubah ketika berbicara mengenai masalah lumpur Lapindo. Nada bicara bersemangat. Bahkan sedikit meledak-ledak.

“Kami dari korban lumpur La­pindo mau menuntut keadilan yang sampai hari ini belum mendapatkan pembayaran ganti rugi atas aset yang hilang,” kata pria yang mengenakan ikat ke­pala di Kantor Wahana Ling­kung­an Hidup Indonesia (Walhi) di Jalan Tegal Parang Utara No­mor 14, Mampang Prapatan, Ja­karta Selatan, Senin siang (9/7).

Dengan membawa tas pung­gung dan spanduk bertuliskan “6 tahun korban Lapindo jalan kaki Porong-Jakarta, menuntut kea­dilan”, Hari menceritakan penga­lamannya jalan kaki selama 25 hari.

Pria yang mengenakan baju dan celana warna hitam ini me­nga­takan, tujuannya berjalan kaki ke Jakarta untuk menuntut kea­dilan dan mewakili warga yang jadi korban lumpur Lapindo.

Sebab, berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) 14/2007, kor­ban lumpur Lapindo yang men­dapatkan ganti rugi adalah yang memiliki aset seperti tanah dan bangunan. Kepemilikan aset itu harus dibuktikan melalui ser­tifikat atau bukti tertulis lainnya.

Perpres tidak menyebutkan secara tegas tenggat bagi PT Mi­narak Lapindo untuk mem­ba­yarkan ganti rugi kepada warga. Hingga saat ini, masih ada ribuan warga yang belum mendapat ganti rugi.

Pria berkulit gelap ini men­ce­ritakan, ia berangkat bersama  seorang rekannya dari Po­rong, Sidoarjo Kamis, 14 Juni 2012 pukul 10 pagi. “Saya berjalan kaki, sementara rekan saya naik sepeda motor sambil membawa logistik yang diperlukan,” kata Hari.

Berbekal Rp 50 ribu di dompet, ayah tiga anak ini memberanikan diri berangkat ke Jakarta. Selain membawa uang tunai, ia juga mem­bawa ratusan keping VCD yang berisi tentang peristiwa lum­pur Lapindo mulai dari penge­boran, ledakan pipa gas, hingga peristiwa tenggelamnya rumah warga. “VCD tersebut akan dijual seharga Rp 50 ribu untuk kebutuhan makan dan mi­num selama dijalan,” ujarnya.

Jarak Sidoarjo-Jakarta lebih dari 800 kilometer. Ia menarget­kan berjalan kaki sejauh 40 kilometer dalam sehari. “Kadang ber­jalan di pagi, siang, malam bah­kan dini hari pun dilakoni,” kisah Hari.

Karena berjalan terus, ia meng­habiskan delapan pasang sendal, dan sempat nyeker ketika ber­jalan dari perbatasan Karawang hingga Bekasi, Jawa Barat. “Saya terpaksa berte­lan­jang kaki karena sudah kehabisan uang,” curhat Hari.

Selama di perjalanan, ia selalu menyempatkan diri berhenti di setiap kota untuk meminta du­kung­an. Tidak hanya dukung­an yang didapat. Hari pun disam­but ramah dan diperkenan me­nginap. “Saya sering bermalam di markas organisasi mahasiswa se­perti HMI dan GMNI,” katanya.

Ketika singgah di Rembang, Jawa Tengah, ia disambut hangat di pondok pesantren yang dike­lola Kiai Mustofa Bisri (Gus Mus). “Kami tidak hanya disam­but Gus Mus maupun Gus Tutut, para santri serta siswa SD setem­pat juga ikut menyambut,” ujarnya.

Bahkan, para siswa SD secara sukarela memberikan sumbang­an yang mereka kumpulkan sebesar Rp 200.000. Siswa juga mengi­ringi perjalanan menuju Kudus dengan berjalan kaki sejauh 1 ki­lo­meter.

“Pelepasan juga diiringi dengan penampilan drum band pelajar,” kenangnya penuh haru.

Ketika sampai di Kabupaten Pati, juga mendapat sambutan ha­ngat dari para petani. Setelah ber­hari-hari berjalan kaki menyusuri pantai utara (Pantura) Jawa, akhirn­ya Hari tiba di Jakarta, Minggu, 8 Juli 2012. Tempat yang pertama dia kunjungi adalah Tugu Proklamasi. Ia disambut Kontras. Setelah bersilaturahmi, Hari bermalam di LBH Jakarta.

Kemarin, Hari berkunjung ke Wahana Lingkungan Hidup In­donesia (WALHI) sekaligus meng­gelar jumpa pers. “Besok (hari ini-red) rencananya baru ke Istana Negara untuk bertemu dengan Presiden,” harapnya.

Ia menuntut Presiden SBY menentukan tenggat pembayaran kepada para korban lumpur La­pindo. “Pemerintah harus te­gas mengatakan kapan per­usa­haan selambat-lambatnya harus mem­bayar aset kami,” katanya. Ia akan bertahan di ibukota sampai tuntutannya dikabulkan.

Hari menjelaskan, nominal kerugian yang harus dibayarkan kepada korban lumpur Lapindo se­besar Rp 970 miliar. “Tapi hing­ga kini tidak kunjung diba­yar. Diangsur sistemnya, tapi sela­lu tidak tepat. Misalnya tahun 2010 hanya ada empat kali trans­fer. Sedangkan tahun 2011 ada tiga kali transfer. Dan tahun ini baru ada sekali transfer bulan enam kemarin,” jelasnya.

Ia menambahkan, hingga saat ini masih terdapat 4.129 aset di dae­rah Porong, Sidoarjo yang be­lum jelas ganti ruginya. Dari jum­lah itu, 300 aset tidak mem­peroleh ganti rugi karena tidak ada datanya di PT Minarak Lapindo Jaya.

Hari mengaku kehilangan aset berupa mesin untuk membuat tas yang harganya mencapai Rp 40 juta. “Kalau sekarang harganya bi­sa mencapai Rp 75 juta,” katanya.

 Aset tanah dan bangunan ru­mah baru dibayar sebagian. Me­nurut dia, kerugian yang diala­minya Rp 350 juta. Pembayaran ganti rugi masih kurang Rp 90 juta. “Saat ini saya hanya punya ru­mah berukuran kecil, se­dang­kan tanahnya dapat pinjaman dari tetangga,” katanya.

Hari tidak sekali ini saja me­nuntut pembayaran ganti rugi. Ia sudah be­berapa kali melakukan aksi. Na­mun, hanya janji-janji yang diterimanya.


Celana Disilet, Dompet Raib

Waktu menunjukkan pukul 02 dinihari. Hari Suwandi ber­sa­ma rekannya yang meng­gu­nakan sepeda motor masih me­nuju Pati, Jawa Tengah. Karena lelah, ia memutuskan istirahat di masjid yang berada di pinggir jalan. Dengan berselimutkan sarung yang dibawa, ia tertidur pulas hingga pagi.

Menjelang shubuh, ia ter­bangun dari tidur dan mendapati saku belakang celananya telah robek seperti bekas disilet. Pa­dahal, dalam saku celananya terdapat uang Rp 750 ribu hasil menjual 100 keping VCD di dae­rah Tuban, Jawa Timur.

“Uang tersebut seharusnya di­gu­nakan untuk biaya makan se­lama perjalanan,” katanya. Se­lain uang, isi dompet seperti KTP, SIM dan STNK juga digondol pencopet.

Kehilangan uang, kartu iden­titas dan surat penting lain­nya, Hari lalu melapor ke Polsek terdekat. Setelah itu perjalanan dilanjutkan. Tak sampai dua kilometer berjalan, ada bebe­rapa warga yang membeli VCD. “Alhamdulillah hasilnya lang­sung saya buat makan,” katanya.

Kejadian itu tak mengen­dur­kan niatnya berjalan kaki sam­pai Jakarta. “Mudah-mudahan, sepanjang perjalanan menuju Jakarta, sejumlah VCD yang masih tersisa bisa laku terjual,” harapnya saat itu.

Hari juga pernah dibuntuti orang tak dikenal di Pacitan, Jawa Timur. Sebuah mobil APV ber­nomor polisi W 1024 NO war­na kuning mendekatinya. Tiba-tiba lima orang dari mobil turun.

“Sopirnya nggak mau turun cuma buka jendela pintu ngin­tip. Sekitar 10 meteran, mereka kayak bodyguard pakai anting gelang, kalung rantai putih ber­tato, turun dari mobil ngeliatin kita sentimen begitu mukanya. Nggak tahu maksudnya apa,” tuturnya.

Ketika sampai di Simpang Lima, Semarang, Jawa Tengah, sekitar pukul 9 pagi,  sebuah mo­bil Suzuki Escudo warna hijau melaju kencang dari arah timur. Pengendara mobil yang me­ngaku dari sebuah Lembaga Swa­daya Masyarakat (LSM) dari Swiss yang berkantor di De­pok turun.

“Mau ketemu mak­sa banget, ditawarin uang, kekuranganya apa di jalan. Be­gitu katanya, tapi kita nggak mau terima uang­nya,” ujarnya.


Pemerintah Dorong Lapindo Lunasi Ganti Rugi

Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto mengatakan, pi­haknya selalu mendorong La­pindo untuk membayar sisa ke­wajiban mereka. Pemerintah tidak akan menalanginya karena Lapindo sudah menyatakan ke­sanggupannya membayar selu­ruh kewajiban mereka.

“Saya dorong-dorong untuk segera dibayar. Itu saja yang bisa saya usahakan. Pemerintah hanya bisa meminta Lapindo melunasi tidak ada cara lain,” katanya.

Djoko mengatakan, sudah ada pembagian tugas antara pe­merintah dan Lapindo. Untuk La­pindo harus melunasi ganti rugi tahun ini. Sedangkan ke­wa­jiban pemerintah dibayarkan ta­hun 2012 dan tuntas tahun 2013.

Vice President PT Minarak Lapindo Jaya, Andi Darusalam Tabussala hanya mampu me­nye­diakan dana Rp 400 miliar dari total kebutuhan Rp 930 miliar untuk percepatan pem­ba­yaran ganti rugi bagi korban lumpur.

Dana sebesar itu akan digu­nakan untuk membayar ganti rugi. Dana itu akan diprio­ritas­kan bagi warga yang nilai ganti ruginya di bawah Rp 500 juta de­ngan jumlah 3.460 berkas. Se­dangkan yang ganti ruginya di atas Rp 500 juta, yaitu se­banyak 769 berkas baru di­bayar pada Desember 2012.

Ia menjelaskan, dana tersebut merupakan dana pribadi milik keluarga Bakrie. Tidak men­da­patkan pinjaman dana dari sia­papun untuk mendapatkan dana tersebut. “Itu merupakan dana ka­mi, kami juga tidak tahu Pak Nirwan (Bakrie) mendapatkan dana tersebut dari mana. Yang jelas, kami tidak mendapatkan pinjaman dari siapapun untuk mendapatkan dana tersebut,” kata Andi.

Mengenai dana Rp 400 mi­liar, kata Andi, cukup untuk membayar korban lumpur yang nilai ganti ruginya di bawah Rp 500 juta. Sedangkan keku­rangan dana Rp 500 miliar se­dang dicari.

Namun, Andi membantah disebut berupaya meminta bantuan kepada pemerintah. “Saya tidak pernah berbicara meminta dana bantuan kepada pemerintah,” tegasnya.

Minarak Lapindo Jaya me­miliki kewajiban pembayaran senilai Rp 3,8 triliun. Hingga April 2012, realisasi pem­ba­yar­an sebenarnya sudah mencapai Rp 3,409 triliun atau sebesar 89 persen. Tapi, ada keterlambatan pencairan dana sebesar Rp 497,4 miliar. Total kekurangan yang harus dibayar oleh La­pindo sebesar Rp 918,7 miliar.

Pemerintah juga menanggung dana untuk korban lumpur Lapindo. Sejak 2006-2010, ang­garan pendapatan dan belanja negara sudah membiayai kor­ban lumpur Lapindo sebesar Rp 2,8 triliun.

Ditambah tahun 2012-2014, pe­me­rintah menyiapkan ang­garan Rp 5,8 triliun. Anggaran 2012-2014 tersebut terdapat dalam Rencana Kerja Peme­rin­tah. Rinciannya tahun 2011 se­besar Rp 1,2 triliun, tahun 2012 Rp 1,3 triliun, tahun 2013 Rp 1,4 triliun dan tahun 2014 Rp 1,7 triliun. [Harian Rakyat Merdeka]


Populer

Aduan Kebohongan sebagai Gugatan Perdata

Selasa, 08 Oktober 2024 | 10:03

Pernah Bertugas di KPK, Kapolres Boyolali Jebolan Akpol 2003

Senin, 07 Oktober 2024 | 04:21

Warganet Beberkan Kejanggalan Kampus Raffi Ahmad Peroleh Gelar Doktor Kehormatan

Senin, 30 September 2024 | 05:26

Laksdya Irvansyah Dianggap Gagal Bangun Jati Diri Coast Guard

Sabtu, 05 Oktober 2024 | 03:45

Bakamla Jangan Lagi Gunakan Identitas Coast Guard

Rabu, 09 Oktober 2024 | 06:46

Selebgram Korban Penganiayaan Ketum Parpol Ternyata Mantan Kekasih Atta Halilintar

Senin, 07 Oktober 2024 | 14:01

PDIP Bisa Dapat 3 Menteri tapi Terhalang Chemistry Gibran

Rabu, 09 Oktober 2024 | 01:53

UPDATE

TB Hasanuddin Kritik Raffi Ahmad Pakai Seragam TNI: Ada Aturannya!

Kamis, 10 Oktober 2024 | 07:48

Prabowo Harus Buktikan Betul-betul Bentuk Zaken Kabinet

Kamis, 10 Oktober 2024 | 07:38

Ketum Garuda Diduga Aniaya Wanita Pernah Gagal Nyaleg Lewat Gerindra

Kamis, 10 Oktober 2024 | 07:31

Hujan Ringan Diperkirakan Basahi Jakarta

Kamis, 10 Oktober 2024 | 07:17

Bambang Haryo Tinjau Pembangunan Terminal Internasional Bimoku

Kamis, 10 Oktober 2024 | 06:50

Bahlil Diminta Serius Menata Ulang Aturan Pemanfaatan EBT

Kamis, 10 Oktober 2024 | 06:20

Dukung Program Makanan Bergizi, KKP Gerilya Protein Ikan

Kamis, 10 Oktober 2024 | 05:50

Danjen Kopassus Pimpin Sertijab Sejumlah Posisi Strategis

Kamis, 10 Oktober 2024 | 05:25

Indonesia Ajak Negara Asia Pasifik Mitigasi Perubahan Iklim

Kamis, 10 Oktober 2024 | 04:58

Mbak Ita Optimis Gelaran Sembiz Mampu Gaet Banyak Investor

Kamis, 10 Oktober 2024 | 04:30

Selengkapnya