RMOL. Raut muka Hari Suwandi masih nampak kelelahan setelah berjalan kaki berhari-hari dari Sidoarjo, Jawa Timur ke Jakarta. Namun raut wajahnya berubah ketika berbicara mengenai masalah lumpur Lapindo. Nada bicara bersemangat. Bahkan sedikit meledak-ledak.
“Kami dari korban lumpur LaÂpindo mau menuntut keadilan yang sampai hari ini belum mendapatkan pembayaran ganti rugi atas aset yang hilang,†kata pria yang mengenakan ikat keÂpala di Kantor Wahana LingÂkungÂan Hidup Indonesia (Walhi) di Jalan Tegal Parang Utara NoÂmor 14, Mampang Prapatan, JaÂkarta Selatan, Senin siang (9/7).
Dengan membawa tas pungÂgung dan spanduk bertuliskan “6 tahun korban Lapindo jalan kaki Porong-Jakarta, menuntut keaÂdilanâ€, Hari menceritakan pengaÂlamannya jalan kaki selama 25 hari.
Pria yang mengenakan baju dan celana warna hitam ini meÂngaÂtakan, tujuannya berjalan kaki ke Jakarta untuk menuntut keaÂdilan dan mewakili warga yang jadi korban lumpur Lapindo.
Sebab, berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) 14/2007, korÂban lumpur Lapindo yang menÂdapatkan ganti rugi adalah yang memiliki aset seperti tanah dan bangunan. Kepemilikan aset itu harus dibuktikan melalui serÂtifikat atau bukti tertulis lainnya.
Perpres tidak menyebutkan secara tegas tenggat bagi PT MiÂnarak Lapindo untuk memÂbaÂyarkan ganti rugi kepada warga. Hingga saat ini, masih ada ribuan warga yang belum mendapat ganti rugi.
Pria berkulit gelap ini menÂceÂritakan, ia berangkat bersama seorang rekannya dari PoÂrong, Sidoarjo Kamis, 14 Juni 2012 pukul 10 pagi. “Saya berjalan kaki, sementara rekan saya naik sepeda motor sambil membawa logistik yang diperlukan,†kata Hari.
Berbekal Rp 50 ribu di dompet, ayah tiga anak ini memberanikan diri berangkat ke Jakarta. Selain membawa uang tunai, ia juga memÂbawa ratusan keping VCD yang berisi tentang peristiwa lumÂpur Lapindo mulai dari pengeÂboran, ledakan pipa gas, hingga peristiwa tenggelamnya rumah warga. “VCD tersebut akan dijual seharga Rp 50 ribu untuk kebutuhan makan dan miÂnum selama dijalan,†ujarnya.
Jarak Sidoarjo-Jakarta lebih dari 800 kilometer. Ia menargetÂkan berjalan kaki sejauh 40 kilometer dalam sehari. “Kadang berÂjalan di pagi, siang, malam bahÂkan dini hari pun dilakoni,†kisah Hari.
Karena berjalan terus, ia mengÂhabiskan delapan pasang sendal, dan sempat nyeker ketika berÂjalan dari perbatasan Karawang hingga Bekasi, Jawa Barat. “Saya terpaksa berteÂlanÂjang kaki karena sudah kehabisan uang,†curhat Hari.
Selama di perjalanan, ia selalu menyempatkan diri berhenti di setiap kota untuk meminta duÂkungÂan. Tidak hanya dukungÂan yang didapat. Hari pun disamÂbut ramah dan diperkenan meÂnginap. “Saya sering bermalam di markas organisasi mahasiswa seÂperti HMI dan GMNI,†katanya.
Ketika singgah di Rembang, Jawa Tengah, ia disambut hangat di pondok pesantren yang dikeÂlola Kiai Mustofa Bisri (Gus Mus). “Kami tidak hanya disamÂbut Gus Mus maupun Gus Tutut, para santri serta siswa SD setemÂpat juga ikut menyambut,†ujarnya.
Bahkan, para siswa SD secara sukarela memberikan sumbangÂan yang mereka kumpulkan sebesar Rp 200.000. Siswa juga mengiÂringi perjalanan menuju Kudus dengan berjalan kaki sejauh 1 kiÂloÂmeter.
“Pelepasan juga diiringi dengan penampilan drum band pelajar,†kenangnya penuh haru.
Ketika sampai di Kabupaten Pati, juga mendapat sambutan haÂngat dari para petani. Setelah berÂhari-hari berjalan kaki menyusuri pantai utara (Pantura) Jawa, akhirnÂya Hari tiba di Jakarta, Minggu, 8 Juli 2012. Tempat yang pertama dia kunjungi adalah Tugu Proklamasi. Ia disambut Kontras. Setelah bersilaturahmi, Hari bermalam di LBH Jakarta.
Kemarin, Hari berkunjung ke Wahana Lingkungan Hidup InÂdonesia (WALHI) sekaligus mengÂgelar jumpa pers. “Besok (hari ini-red) rencananya baru ke Istana Negara untuk bertemu dengan Presiden,†harapnya.
Ia menuntut Presiden SBY menentukan tenggat pembayaran kepada para korban lumpur LaÂpindo. “Pemerintah harus teÂgas mengatakan kapan perÂusaÂhaan selambat-lambatnya harus memÂbayar aset kami,†katanya. Ia akan bertahan di ibukota sampai tuntutannya dikabulkan.
Hari menjelaskan, nominal kerugian yang harus dibayarkan kepada korban lumpur Lapindo seÂbesar Rp 970 miliar. “Tapi hingÂga kini tidak kunjung dibaÂyar. Diangsur sistemnya, tapi selaÂlu tidak tepat. Misalnya tahun 2010 hanya ada empat kali transÂfer. Sedangkan tahun 2011 ada tiga kali transfer. Dan tahun ini baru ada sekali transfer bulan enam kemarin,†jelasnya.
Ia menambahkan, hingga saat ini masih terdapat 4.129 aset di daeÂrah Porong, Sidoarjo yang beÂlum jelas ganti ruginya. Dari jumÂlah itu, 300 aset tidak memÂperoleh ganti rugi karena tidak ada datanya di PT Minarak Lapindo Jaya.
Hari mengaku kehilangan aset berupa mesin untuk membuat tas yang harganya mencapai Rp 40 juta. “Kalau sekarang harganya biÂsa mencapai Rp 75 juta,†katanya.
Aset tanah dan bangunan ruÂmah baru dibayar sebagian. MeÂnurut dia, kerugian yang dialaÂminya Rp 350 juta. Pembayaran ganti rugi masih kurang Rp 90 juta. “Saat ini saya hanya punya ruÂmah berukuran kecil, seÂdangÂkan tanahnya dapat pinjaman dari tetangga,†katanya.
Hari tidak sekali ini saja meÂnuntut pembayaran ganti rugi. Ia sudah beÂberapa kali melakukan aksi. NaÂmun, hanya janji-janji yang diterimanya.
Celana Disilet, Dompet Raib
Waktu menunjukkan pukul 02 dinihari. Hari Suwandi berÂsaÂma rekannya yang mengÂguÂnakan sepeda motor masih meÂnuju Pati, Jawa Tengah. Karena lelah, ia memutuskan istirahat di masjid yang berada di pinggir jalan. Dengan berselimutkan sarung yang dibawa, ia tertidur pulas hingga pagi.
Menjelang shubuh, ia terÂbangun dari tidur dan mendapati saku belakang celananya telah robek seperti bekas disilet. PaÂdahal, dalam saku celananya terdapat uang Rp 750 ribu hasil menjual 100 keping VCD di daeÂrah Tuban, Jawa Timur.
“Uang tersebut seharusnya diÂguÂnakan untuk biaya makan seÂlama perjalanan,†katanya. SeÂlain uang, isi dompet seperti KTP, SIM dan STNK juga digondol pencopet.
Kehilangan uang, kartu idenÂtitas dan surat penting lainÂnya, Hari lalu melapor ke Polsek terdekat. Setelah itu perjalanan dilanjutkan. Tak sampai dua kilometer berjalan, ada bebeÂrapa warga yang membeli VCD. “Alhamdulillah hasilnya langÂsung saya buat makan,†katanya.
Kejadian itu tak mengenÂdurÂkan niatnya berjalan kaki samÂpai Jakarta. “Mudah-mudahan, sepanjang perjalanan menuju Jakarta, sejumlah VCD yang masih tersisa bisa laku terjual,†harapnya saat itu.
Hari juga pernah dibuntuti orang tak dikenal di Pacitan, Jawa Timur. Sebuah mobil APV berÂnomor polisi W 1024 NO warÂna kuning mendekatinya. Tiba-tiba lima orang dari mobil turun.
“Sopirnya nggak mau turun cuma buka jendela pintu nginÂtip. Sekitar 10 meteran, mereka kayak bodyguard pakai anting gelang, kalung rantai putih berÂtato, turun dari mobil ngeliatin kita sentimen begitu mukanya. Nggak tahu maksudnya apa,†tuturnya.
Ketika sampai di Simpang Lima, Semarang, Jawa Tengah, sekitar pukul 9 pagi, sebuah moÂbil Suzuki Escudo warna hijau melaju kencang dari arah timur. Pengendara mobil yang meÂngaku dari sebuah Lembaga SwaÂdaya Masyarakat (LSM) dari Swiss yang berkantor di DeÂpok turun.
“Mau ketemu makÂsa banget, ditawarin uang, kekuranganya apa di jalan. BeÂgitu katanya, tapi kita nggak mau terima uangÂnya,†ujarnya.
Pemerintah Dorong Lapindo Lunasi Ganti Rugi
Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto mengatakan, piÂhaknya selalu mendorong LaÂpindo untuk membayar sisa keÂwajiban mereka. Pemerintah tidak akan menalanginya karena Lapindo sudah menyatakan keÂsanggupannya membayar seluÂruh kewajiban mereka.
“Saya dorong-dorong untuk segera dibayar. Itu saja yang bisa saya usahakan. Pemerintah hanya bisa meminta Lapindo melunasi tidak ada cara lain,†katanya.
Djoko mengatakan, sudah ada pembagian tugas antara peÂmerintah dan Lapindo. Untuk LaÂpindo harus melunasi ganti rugi tahun ini. Sedangkan keÂwaÂjiban pemerintah dibayarkan taÂhun 2012 dan tuntas tahun 2013.
Vice President PT Minarak Lapindo Jaya, Andi Darusalam Tabussala hanya mampu meÂnyeÂdiakan dana Rp 400 miliar dari total kebutuhan Rp 930 miliar untuk percepatan pemÂbaÂyaran ganti rugi bagi korban lumpur.
Dana sebesar itu akan diguÂnakan untuk membayar ganti rugi. Dana itu akan diprioÂritasÂkan bagi warga yang nilai ganti ruginya di bawah Rp 500 juta deÂngan jumlah 3.460 berkas. SeÂdangkan yang ganti ruginya di atas Rp 500 juta, yaitu seÂbanyak 769 berkas baru diÂbayar pada Desember 2012.
Ia menjelaskan, dana tersebut merupakan dana pribadi milik keluarga Bakrie. Tidak menÂdaÂpatkan pinjaman dana dari siaÂpapun untuk mendapatkan dana tersebut. “Itu merupakan dana kaÂmi, kami juga tidak tahu Pak Nirwan (Bakrie) mendapatkan dana tersebut dari mana. Yang jelas, kami tidak mendapatkan pinjaman dari siapapun untuk mendapatkan dana tersebut,†kata Andi.
Mengenai dana Rp 400 miÂliar, kata Andi, cukup untuk membayar korban lumpur yang nilai ganti ruginya di bawah Rp 500 juta. Sedangkan kekuÂrangan dana Rp 500 miliar seÂdang dicari.
Namun, Andi membantah disebut berupaya meminta bantuan kepada pemerintah. “Saya tidak pernah berbicara meminta dana bantuan kepada pemerintah,†tegasnya.
Minarak Lapindo Jaya meÂmiliki kewajiban pembayaran senilai Rp 3,8 triliun. Hingga April 2012, realisasi pemÂbaÂyarÂan sebenarnya sudah mencapai Rp 3,409 triliun atau sebesar 89 persen. Tapi, ada keterlambatan pencairan dana sebesar Rp 497,4 miliar. Total kekurangan yang harus dibayar oleh LaÂpindo sebesar Rp 918,7 miliar.
Pemerintah juga menanggung dana untuk korban lumpur Lapindo. Sejak 2006-2010, angÂgaran pendapatan dan belanja negara sudah membiayai korÂban lumpur Lapindo sebesar Rp 2,8 triliun.
Ditambah tahun 2012-2014, peÂmeÂrintah menyiapkan angÂgaran Rp 5,8 triliun. Anggaran 2012-2014 tersebut terdapat dalam Rencana Kerja PemeÂrinÂtah. Rinciannya tahun 2011 seÂbesar Rp 1,2 triliun, tahun 2012 Rp 1,3 triliun, tahun 2013 Rp 1,4 triliun dan tahun 2014 Rp 1,7 triliun. [Harian Rakyat Merdeka]
Populer
Selasa, 08 Oktober 2024 | 10:03
Senin, 07 Oktober 2024 | 04:21
Senin, 30 September 2024 | 05:26
Sabtu, 05 Oktober 2024 | 03:45
Rabu, 09 Oktober 2024 | 06:46
Senin, 07 Oktober 2024 | 14:01
Rabu, 09 Oktober 2024 | 01:53
UPDATE
Kamis, 10 Oktober 2024 | 07:48
Kamis, 10 Oktober 2024 | 07:38
Kamis, 10 Oktober 2024 | 07:31
Kamis, 10 Oktober 2024 | 07:17
Kamis, 10 Oktober 2024 | 06:50
Kamis, 10 Oktober 2024 | 06:20
Kamis, 10 Oktober 2024 | 05:50
Kamis, 10 Oktober 2024 | 05:25
Kamis, 10 Oktober 2024 | 04:58
Kamis, 10 Oktober 2024 | 04:30