Berita

ilustrasi

Adhie M Massardi

Laskar Pelangi di Panggung Korupsi

Oleh Adhie M Massardi
KAMIS, 05 JULI 2012 | 20:27 WIB

PELANGI alias bianglala menurut ilmu pengetahuan yang kita pelajari di Sekolah Dasar adalah koalisi aneka warna sinar matahari yang dipantulkan oleh butiran air (hujan) di langit. Dalam bahasa yang agak lebih ilmiah, pelangi adalah gejala optik meteorolgi berupa cahaya aneka warna sejajar yang tampak di langit atau medium lain.

Dalam bahasa kebudayaan, pelangi adalah kumpulan anak manusia berbagai karakter dan latar belakang berbeda yang disatukan oleh komitmen untuk meraih tujuan dan cita-cita yang satu.

Sumpah Pemuda (1928) adalah konsep kebudayaan pelangi paling monumental dalam sejarah bangsa Indonesia. Sedangkan Laskar Pelangi yang diangkat ke layar perak oleh sineas Riri Riza (2008), merupakan karya sastra (pelangi) paling sukses dan paling digemari.

Dunia politik juga memiliki istilah pelangi. Koalisi aneka warna (partai) politik tercermin dalam susunan kabinet. Tapi di era orde baru (Soeharto), hanya pada episode pertama (1968-1973) pelangi tampak di kabinet. Selebihnya, hingga orde Soeharto tumbang (1998), pemerintahan hanya dikuasai oleh satu kekuatan politik: Golkar.

Karena sejak Soeharto dilengserkan belum lagi muncul kekuatan yang dominan, pada era reformasi sekarang ini pelangi mendominasi langit politik nasional. Pelangi (politik) mewarnai semua lembaga negara.

Pelangi ada di MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat), ada di DPR , ada kabinet, ada di BPK (Badan Pemeriksa Keuangan), tercermin pula di MA (Mahkamah Agung), di MK (Mahkamah Konstitusi). Bahkan (Dewan Gubernur) Bank Indonesia dan BUMN pun memantulkan warna pelangi itu.

Akibatnya, pelangi jadi tampak membosankan. Tidak lagi menakjubkan sebagaimana aslinya pelangi yang merupakan fenomena alam penghias langit yang indah. Karena pelangi ternyata juga mewarnai kejahatan-kejahatan politik dan korupsi gila-gilaan yang terjadi di negeri ini.

Presiden Susilo yang juga Bos Besar Partai Demokrat, secara tegas dan tanpa malu sama sekali, mengakui partainya memang korup. Tapi, katanya, “...di atas Partai Demokrat, ada empat partai lain yang persentasenya (dalam hal korupsi) itu mencapai 34,6 persen, 24,6 persen, 9,2 persen, dan 5,2 persen...!”

Benar, rezim pelangi politik penguasa langit kekuasaan yang sekarang ini memang yang paling menjijikan sejak Indonesia merdeka (1945). Bukan saja cara “laskar pelangi” itu merekayasa kebijakan secara keterlaluan, dan jumlah uang negara yang dikorupnya yang maha dahsyat, tapi juga lahan yang dijadikan medan korupsi.

Dana bagi penanggulangan bencana untuk rakyat dikorupsi. Anggaran untuk sektor pendidikan dikorupsi. Bahkan pengadaan kitab suci pun dikorupsi. Sungguh, mereka termasuk golongan penguasa yang (sudah) melampoi batas.

Memang ada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Lembaga hukum produk reformasi ini sempat ditakuti setelah bisa memenjarakan besan presiden. Indikator hukum dianggap kuat memang kalau sudah bisa menghukum “orang kuat” yang melanggar hukum.

Tapi hukum di negeri kita tidak pernah bisa kuat. Buktinya Antasari Azhar, Ketua KPK yang berhasil memenjarakan besan presiden, ternyata dengan mudah bisa dikriminalisasi. Kini giliran dia yang masuk bui.

KPK sekarang jadi seperti harimau tanpa taring. Kalau mengaum memang bikin bulukuduk merinding. Tapi gerakannya hanya bisa menerkam ayam kampung yang sial karena keluyuran di jalanan.

Sementara Laskar Pelangi berbaju koalisi, terus mengelar pesta pora di panggung korupsi. Menggasak uang negara dan membiarkan rakyat tetap melarat. Padahal bila tiba waktunya nanti, Allah akan mengazab mereka.

Sungguh, azab Allah sangat pedih...! [***]

Populer

Besar Kemungkinan Bahlil Diperintah Jokowi Larang Pengecer Jual LPG 3 Kg

Selasa, 04 Februari 2025 | 15:41

Jokowi Kena Karma Mengolok-olok SBY-Hambalang

Jumat, 07 Februari 2025 | 16:45

Alfiansyah Komeng Harus Dipecat

Jumat, 07 Februari 2025 | 18:05

Prabowo Harus Pecat Bahlil Imbas Bikin Gaduh LPG 3 Kg

Senin, 03 Februari 2025 | 15:45

Bahlil Gembosi Wibawa Prabowo Lewat Kebijakan LPG

Senin, 03 Februari 2025 | 13:49

Pengamat: Bahlil Sengaja Bikin Skenario agar Rakyat Benci Prabowo

Selasa, 04 Februari 2025 | 14:20

Komjen Dedi Ultimatum, Jangan Lagi Ada Anggapan Masuk Polisi Bayar!

Rabu, 05 Februari 2025 | 18:12

UPDATE

Prabowo-Erdogan Saksikan Penandatanganan 12 MoU Kerja Sama

Rabu, 12 Februari 2025 | 15:35

Prabowo Tanggung Beban Utang Jokowi, Pemerintahan Jadi Korban Efisiensi Anggaran

Rabu, 12 Februari 2025 | 15:34

KPK Jangan Jadi Alat Kepentingan dalam Kasus Hasto

Rabu, 12 Februari 2025 | 15:32

Volume Transaksi AgenBRILink Tembus Rp1.583 Triliun per Akhir 2024

Rabu, 12 Februari 2025 | 15:09

Bertemu Erdogan, Prabowo Tekankan Penguatan Kemitraan Ekonomi

Rabu, 12 Februari 2025 | 14:58

Mandiri Investment Forum 2025, Strategi Investasi dan Inovasi untuk Pertumbuhan Ekonomi

Rabu, 12 Februari 2025 | 14:53

Ketua Komisi VII Pastikan Tak Ada Kontributor dan Karyawan TVRI-RRI yang Dirumahkan

Rabu, 12 Februari 2025 | 14:51

Anggaran KPU Dipangkas Hampir Rp 1 Triliun

Rabu, 12 Februari 2025 | 14:40

Efisiensi Anggaran Prabowo Dinilai Tepat, Pengamat: Penyusunan Selama Ini Ugal-ugalan

Rabu, 12 Februari 2025 | 14:35

Singgung Efisiensi, Hasto Minta Kepala Daerah PDIP Tak Berpikir Anggaran Dulu

Rabu, 12 Februari 2025 | 14:31

Selengkapnya