Berita

ilustrasi

Kemauan Politik SBY, Kunci Konflik di Papua

SABTU, 09 JUNI 2012 | 13:14 WIB | LAPORAN: ALDI GULTOM

RMOL. Kekerasan semakin meningkat di bumi Papua yang kaya raya. Menurut Wakil Ketua Komisi I DPR, TB Hasanuddin, setidaknya ada tiga penyebab utamanya.

Pertama adalah kegagalan pembangunan dalam mensejahtrakan rakyat terutama di bidang pendidikan, kesejahteraan dan kesehatan. Kedua, terjadi marjinalisasi dan diskriminasi terhadap masyarakat asli Papua. Dan terakhir, sebagian masyarakat Papua sangat trauma dengan adanya pelanggaran HAM sebagai akibat operasi-operasi militer masa lalu.

"Semua masalah ini harus segera ditangani dan diselesaikan secara komprehensif dan jangan terlambat agar tak berlarut larut," ucap Hasanuddin lewat pesan elektronik yang dikirimkannya, Sabtu (9/6).


Sebelumnya dia menduga ada "tangan asing" bermain di Papua. Tujuannya antara lain, menciptakan instabilitas di Papua, dalam rangka mendorong dan mempercepat Papua keluar dari wilayah NKRI. Dan sayangnya, ketika skenario itu muncul, pemerintah dan aparat daerah dalam keadaan tidak solid  atau bisa juga disengaja tak solid.

Untuk menghadapi ancaman campur tangan asing, harus dilakukan secara simultan melalui dua track yaitu melalui operasi intelijen terpadu dan operasi khusus diplomasi. Operasi intelijen terpadu harus dilakukan secara terpusat karena daerah sudah tak efektif lagi, melibatkan semua komponen terkait, dengan melakukan kontra intelejen dan penggalangan yang  mampu memotong semua jaringan.

Kemudian secara simultan Kemenlu harus lebih aktif mengorganisir, memotong dan melobi upaya-upaya "menginternasionalisasi" masalah Papua dalam dunia diplomatik.

"Kata kunci keberhasilan semuanya ada pada political will Presiden SBY," pungkas dia. [ald]

Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Kebun Sawit Milik POSCO Lebih dari Dua Kali Luas Singapura

Senin, 08 Desember 2025 | 19:12

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Bangun Jembatan Harapan

Minggu, 07 Desember 2025 | 02:46

Distribusi Bantuan di Teluk Bayur

Minggu, 07 Desember 2025 | 04:25

Bahlil Minta Maaf Usai Prank Presiden Prabowo

Selasa, 09 Desember 2025 | 18:00

UPDATE

Kreditur Tak Boleh Cuci Tangan: OJK Perketat Aturan Penagihan Utang Pasca Tragedi Kalibata

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:15

Dolar Melemah di Tengah Data Tenaga Kerja AS yang Variatif

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:00

Penghormatan 75 Tahun Pengabdian: Memori Kolektif Haji dalam Buku Pamungkas Ditjen PHU

Rabu, 17 Desember 2025 | 07:48

Emas Menguat Didorong Data Pengangguran AS dan Prospek Pemangkasan Suku Bunga Fed

Rabu, 17 Desember 2025 | 07:23

Bursa Eropa Tumbang Dihantam Data Ketenagakerjaan AS dan Kecemasan Global

Rabu, 17 Desember 2025 | 07:01

Pembatasan Truk saat Nataru Bisa Picu Kenaikan Biaya Logistik

Rabu, 17 Desember 2025 | 06:46

Dokter Tifa Kecewa Penyidik Perlihatkan Ijazah Jokowi cuma 10 Menit

Rabu, 17 Desember 2025 | 06:35

Lompatan Cara Belajar

Rabu, 17 Desember 2025 | 06:22

Jakarta Hasilkan Bahan Bakar Alternatif dari RDF Plant Rorotan

Rabu, 17 Desember 2025 | 06:11

Dedi Mulyadi Larang Angkot di Puncak Beroperasi selama Nataru

Rabu, 17 Desember 2025 | 05:48

Selengkapnya