RMOL.Iwan duduk santai di kursi tamu di lobby kantor PT Dutasari Citralaras. Waktu menunjukkan jam 2 siang, Selasa lalu. Masih jam kerja. Namun suasana di kantor itu tampak sepi.
“Nggak ada orang sama sekali di sini. Semua direktur keluar seÂmua,†kata Iwan yang mengeÂnaÂkan kemeja kotak-kotak putih ini.
PT Dutasari Citralaras menemÂpati ruko di Blok B-06 Plaza 3 PonÂdok Indah di Jalan TB SiÂmatupang, Jakarta Selatan. PeruÂsahaan milik Machfud Suroso ini menjadi subÂkontraktor PT Adhi Karya daÂlam proyek kompleks olahraga di Bukit Hambalang, Bogor.
Proyek itu bernilai Rp 1,2 triÂliun itu menyeret nama Anas Urbaningrum, ketua umum Partai Demokrat. Istri Anas, Atthiya Laila disebut-sebut memiliki saÂham di PT Dutasari Citralaras. SeÂnin lalu, Atthiya dimintai keÂterangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Menurut Iwan, perusahaan ini sudah berkantor lebih dari lima tahun di Plaza 3 Pondok Indah. Karyawannya 30 orang. Mereka lebih banyak di lapangan keÂtimbang di kantor.
Iwan mengungkapkan perusaÂhaanÂnya sedang sepi order. Saat ini hanya mengerjakan proyek Hambalang. “Walaupun kantorÂnya kecil, dulu perusahaan ini baÂnyak sekali proyeknya,†katanya.
Walaupun sepi proyek aktifitas kantor berjalan biasa. Karyawan masuk kerja pukul 8 pagi keluar pukul 5 sore. “Sabtu-minggu libur,†katanya.
PT Dutasari Citralaras, menuÂrut Iwan, tetap mengerjakan proyek Hambalang meski tengah diÂsorot KPK.
Kendati alamatnya jelas, cukup sulit menemukan kantor PT Dutasari Citralaras. Sebab tidak ada plang nama yang meÂnunÂjukÂkan identitas perusahaan. Apalagi semua model ruko di Plaza 3 nyaris sama.
Dengan bertanya kepada satÂpam baru diberitahu letak kantor PT Dutasari Citralaras. PerusaÂhaan yang bergerak di bidang kontraktor ini menempati ruko berlantai tiga dengan ukuran 6x10 meter.
Cat dindingnya perpaduan warna merah, merah muda, krem dan putih. Di depan kantor terÂsedia halaman parkir yang hanya cukup untuk tiga mobil. Satu Mitsubishi Pajero warna merah terparkir di halaman yang telah dibatako ini.
Masuk lebih dalam terdapat teÂras yang tidak begitu luas. WaÂlauÂpun sempit beberapa motor diÂparkir di tempat ini. Hanya meÂnyisakan sedikit ruang kosong di depan pintu masuk.
Di dinding bagian depan terÂbuat dari kaca yang ditutupi deÂngan kertas putih sehingga tidak diketahui aktifitas dalam kantor. Pintu masuk selebar satu meter berada di tengah. Pintu selalu terÂtutup. Begitu pintu dibuka, langÂsung berhadapan dengan meja recepsionis.
Meja setinggi dada orang deÂwasa ini dijaga dua karyawan pria yang terlihat mengisi waktu deÂngan berbincang-bincang.
Dinding belakang meja reÂsepsionis dilapisi kayu. Namun di sini juga tak dipasang nama peruÂsahaan. Di samping kanan meja resepsionis disediakan kursi tamu yang bisa diduduki empat orang. Siang itu hanya lima karyawan yang terlihat keluar masuk kantor.
Kuwat AS, satpam Plaza 3 PonÂdok Indah, Kuwat AS meÂngungkapkan PT Dutasari CitraÂlaras sudah lama berkantor di sini. “Sudah lima tahun lebih meÂreÂka menyewa,†katanya.
Ia menambahkan, harga sewa ruko di sini termasuk mahal diÂbanding lokasi sekitarnya. Biaya sewanya Rp 20 juta per bulan. “Atau Rp 300 ribu per meter per bulan,†katanya. Bila ingin membeli ruko di sini minimal haÂrus punya duit Rp 3 miliar.
Pria yang telah berjaga di sini selama 13 tahun ini mengatakan kantor PT Dutasari Citralaras meÂmang sepi. Menurut dia, karÂyaÂwannya sekarang tak lebih dari 10 orang. “Katanya proyeknya tak sebanyak dulu,†ujar Kuwat.
Saat ditanya apakah pernah melihat Athiyyah Laila datang ke sini, Kuwat mengaku tak kenal perempuan yang dimaksud. Saat ditunjukkan foto istri Anas itu, dia masih menggelengkan kepala. “Selama saya jaga tidak pernah lihat dia (Athiyyah) datang ke sini (PT Dutasari),†katanya.
Istri Anas Jadi Pemegang Saham
Akta PT Dutasari Citralaras Dua Kali Diubah
Berdasarkan data DirekÂtoÂrat Jenderal Administrasi HuÂkum Umum, PT Dutasari CitÂraÂlaras berÂdiri tahun 1992 berÂdaÂsarkan akta nomor 72 tertanggal 24 April 1992.
Perusahaan ini bergerak di bidang kontraktor, pemborong, perencana, perdagangan umum dan lainnya. Dalam akta pendÂiÂrian perusahaan disebutkan moÂdal dasar sebesar Rp 225 juta. DiÂbagi menjadi 225 saham. Setiap saham bernilai Rp 1 juta.
Saham perusahaan ini dipeÂgang dua orang. Yakni Isnandar Syukri 126 saham dan Rizaldy Noor Syukri (42 saham. KeÂduÂaÂnya juga merangkap sebagai diÂrektur utama dan komisaris.
Pada 2008 dilakukan peruÂbaÂhan akta perusahaan. Dalam akta bernomor 70 tanggal 30 Januari 2008, modal perusahaan dinaikÂkan menjadi Rp 11 miliar. Dibagi menjadi 11 ribu saham yang maÂsing-masing bernilai Rp 1 juta.
Iskandar dan Rizaldy tak lagi menjadi pemegang saham. KeÂduaÂnya digantikan Machfud SuÂroso yang menguasai 2.200 saÂham, Roni Wijaya 1.650 saham lalu Athiyyah Laila 1.650 saham. Machfud juga menjabat direkÂtur utama di perusahaan itu. SeÂmentara Athiyyah menjadi koÂmisaris.
Akta PT Dutasari Citralaras kemÂbali diubah pada 10 Maret 200Â8. Saham Machfud tetap 2.200. Saham Roni dan Athiyyah turun menjadi 1.100. PT MSONS menjadi pemegang saham baru dengan mengantongi 1.100 saham.
Firman Wijaya, kuasa hukum Athiyyah Laila mengatakan, kliennya berhenti jadi komisaris PT Dutasari Citralaras pada 2009.
“Dia (Athiyyah) hanya setahun di sana (PT Dutasari) dari tahun 2008. Setelah itu mengundurkan diri,†kata Firman. Selama AthiyÂyah menjabat komisaris, PT DuÂtaÂsari Citralaras tidak ada keÂgiaÂtan. Juga tak meÂngerjakan proyek.
Firman menjelaskan, Athiyyah bergabung di perusahaan milik Mahfud Suroso itu karena orangÂtua Athiyyah punya hubungan dekat dengan orangtua Mahfud.
“Orangtuaku dengan orangÂtuaÂnya punya hubungan sebagai keÂluarga kiai. Orangtua Bu AthiyÂyah dengan orangtua pak Mahfud sesama kiai di Jawa Timur,†kata Firman mengungkapkan alasan Athiyyah bergabung di PT DuÂtasari Citralaras.
Namun, kata Firman, Athiyyah tidak ikut campur operasional peÂrusahaan itu. Sebab dia memang tak punya latar belakang bisnis. “ Aktivitas bisnisnya nggak ikut. Kalau Pak Mahfud kan memang profesional,†katanya.
Firman juga mengatakan AthiyÂyah tidak memiliki saham di perusahaan tersebut. Sebab keÂdudukannya hanya sebagai koÂmisaris pengawas.
Pada 2009, Athiyyah keluar dari perusahaan itu lantaran mendampingi Anas yang menjadi caleg dari Partai Demokrat.
Kasus Hambalang Beres Tahun Ini
Ketua Komisi PembeÂranÂtaÂsan Korupsi (KPK) Abraham Samad membenarkan perÂnyaÂtaÂan Wakil Ketua Bambang WiÂdjoÂjanto mengenai dugaan keÂterÂlibatan Anas Urbaningrum dalam proyek Hambalang.
“Kalau Mas Bambang WidÂjoÂjanto sudah sampaikan itu keÂpada publik, itu benar. Karena Mas Bambang salah satu pimÂpinan KPK ya, berarti itu beÂnar,†kata Abraham.
Abraham menjelaskan, peÂnyeÂlidikan kasus dugaan korupÂsi proyek Hambalang telah meÂngalami kemajuan. Terutama peÂnyelidikan mengenai peÂnguÂruÂsan sertifikat lahan yang akan dijadikan kompleks olahraga itu.
“Secara makro kalau kita lihat. Itu bisa disimpulkan selaÂlu ada peningkatan-peÂningÂkatan informasi yang bisa KPK lebih fokus, lebih mengarah,†kata Abraham.
Walaupun demikian, bukan berarti KPK bakal cepat-cepat menaikkan kasus ke tingkat penyidikan.
Ia mengungkapkan pimpinan KPK sudah beberapa kali mengÂgelar ekspose kasus HamÂbalang. Namun ditunda lanÂtaÂran saat bersamaan salah satu pimpinan berhalang hadir.
“Kadang kalau kita lihat dari luar itu mudah, tapi untuk meÂngurainya antara satu benang ke benang lain itu tidak mudah. Cari benang merahnya tidak muÂdah sebenarnya dari situ,†kata Abraham.
Kendala lainnya, lanjut dia, adalah minimnya penyidik di KPK. “Hambatan utama kita di KPK yakni kekurangan persoÂnel karena kan tiba-tiba ada peÂnyiÂdik yang ke daerah. Ini memÂbuat KPK sedikit mengaÂlami keterlambatan,†kata Abraham
Namun dia menjamin jika perkara ini sesegera mungkin diÂtuntaskan pihaknya. Tapi AbÂraham tak mau mematok wakÂtu. “Pimpinan usahakan kasus Hambalang mudah-mudahan diÂselesaikan tahun ini,†tegasnya.
Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto mengatakan†pihaknya telah mengantongi bukti pengakuan anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Demokrat, Ignatius Mulyono.
“Sudah ada keterangan kalau Ignatius Mulyono disuruh Anas menyelesaikan sertifikat tanah untuk Hambalang,†katanya.
Pengakuan Ignatius itu yang kemudian membuat KPK bergerak lebih jauh menelisik proses Badan Pertanahan Nasional (BPN) mengeluarkan sertifikat tanah itu.
Peran Ignatius dalam proyek Hambalang muncul pertama kali dalam berita acara pemeÂrikÂÂsaan (BAP) Muhammad Nazaruddin, bekas bendahara umum Partai Demokrat. Di BAP, Nazaruddin menyebut Ignatius diminta bertemu KeÂpala BPN Joyo Winoto untuk mengurus sertifikat lahan di Hambalang.
Selain hal ini, KPK juga meÂraÂgukan PT Dutasari Ciptalaras memiliki kemampuan menjadi subkontraktor PT Adhi Karya menggarap proyek Hambalang.
Menurut Bambang, proyek senilai Rp 1,2 triliun itu seÂhaÂrusnya disubkontrakan kepada perusahaan yang memiliki keÂmampuan dan keahlian khusus.
Untuk itu, KPK akan meÂmeÂriksa sejauh mana kemampuan dan keahlian PT Dutasari CipÂtaÂlaras sehingga bisa menjadi subkontraktor PT Adhi Karya.
Pemilik PT Dutasari CitraÂlaÂras Machfud Suroso dan AthiyÂyah Laila, istri Anas telah diÂminÂtai keterangan KPK. KaÂbarÂnya, Anas juga akan dimintai keterangan. Namun Kepala HuÂmas KPK Johan Budi SP belum tahu pemanggilan Anas. “Saya belum mengetahui info itu,†katanya. [Harian Rakyat Merdeka]
Populer
Selasa, 08 Oktober 2024 | 10:03
Senin, 07 Oktober 2024 | 04:21
Senin, 30 September 2024 | 05:26
Sabtu, 05 Oktober 2024 | 03:45
Rabu, 09 Oktober 2024 | 01:53
Rabu, 09 Oktober 2024 | 06:46
Rabu, 09 Oktober 2024 | 02:35
UPDATE
Kamis, 10 Oktober 2024 | 18:05
Kamis, 10 Oktober 2024 | 18:04
Kamis, 10 Oktober 2024 | 17:58
Kamis, 10 Oktober 2024 | 17:42
Kamis, 10 Oktober 2024 | 17:28
Kamis, 10 Oktober 2024 | 17:28
Kamis, 10 Oktober 2024 | 17:23
Kamis, 10 Oktober 2024 | 17:11
Kamis, 10 Oktober 2024 | 16:59
Kamis, 10 Oktober 2024 | 16:44