PT Chevron
PT Chevron
RMOL. Kejaksaan Agung masih mengumpulkan bukti-bukti kasus dugaan proyek fiktif perbaikan lingkungan (bioremediasi) bekas lahan eksplorasi minyak PT Chevron di Riau, Sumatera.
Setelah menerjunkan 10 tim ke lokasi proyek bioremediasi untuk mengumpulkan bukti-bukti berupa tanah, penyidik akan mengkonfirmasi benar atau tiÂdakÂnya proyek bioremediasi dilÂaÂkuÂkan kepada ahli bioremediasi dari Universitas ITB, Bandung, ProÂfeÂsor Edison Nababan.
Pada 9 sampai 11 April, peÂnyiÂdik turun ke lapangan mengecek fisik lapangan proyek bioÂreÂmeÂdiasi. “Penyidik melakukan peÂmeÂriksaan di dua lokasi, meÂngamÂbil sampel proyek bioreÂmeÂdiasi, mulai dari penampungan tanah yang kena limbah hingga peÂngecekan tanah yang dibioÂreÂmediasi. Hasilnya kita crosscheck kepada ahli,†kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Adi Toegarisman, kemarin.
Penyidik juga memeriksa kemÂbali empat saksi dalam kasus yang diduga merugikan negara seÂbesar Rp 200 miliar ini, yaitu PeÂnanggung Jawab Proyek BioÂremediasi PT Chevron Pasifik InÂdonesia (CPI) Mukhlis, Ketua PaÂnitia Pengadaan Proyek BioÂreÂmeÂdiasi PT CPI Sudjono Adimulyo, Tim SMO Budgeting & ReporÂting PT CPI Lily Siana dan AcÂcount Payable PT CPI Sugeng Hartono.
Dalam kasus ini, Kejaksaan Agung telah menetapkan tujuh terÂsangka. Enam diantaranya suÂdah dicegah ke luar negeri. Lima orang dari PT CPI yaitu Endah RuÂbiyanti, Widodo, Kukuh, AleÂxiat Tirtawidjaja dan Bachtiar AbÂdul Fatah. Dua tersangka lainÂnya dari perusahaan swasta kÂeÂlomÂpok kerjasama (KKS) yakni, Ricksy Prematuri (Direktur PT Green Planet Indonesia) dan HerÂlan (Direktur PT Sumigita Jaya).
Jaksa Agung Muda Pidana KhuÂsus (Jampidsus) Andhi NirÂwanÂto mengatakan, penyidik teÂrus berkomunikasi dengan AleÂxiat Tirtawidjaja yang hingga pada saat ini belum diperiksa peÂnyidik karena sedang menemani suami yang sakit di Amerika Serikat. Dia tidak khawatir jika Alexiat sebagai tersangka yang belum diperiksa, menghilangkan barang bukti.
“Yang dihilangkan apanya kaÂlau barang buktinya tanah. Kalau dokumen, sudah diperoleh sama teman-teman penyidik. Terus luas tanahnya sudah difoto, sudah diÂbawa barangnya,†kata Andhi.
Dia menyatakan kasus tersebut akan dituntaskan. Ditetapkannya tujuh orang sebagai tersangka kaÂsus ini, karena penyidik memiliki bukti yang cukup sewaktu peÂnyeÂlidikan dilakukan.
“Waktu peÂnyelidikan, tujuh terÂsangka saling kait, rupanya ini berÂtanggungjawab, itu berÂtangÂgungÂjawab maka semua jadi terÂsangÂka.Ya namanya penyidik kan pasti menduganya ke sana. Case ini haÂrus keseluruhan selesai,†tegasnya.
Menurutnya, ketujuh tersangka nantinya akan ditahan penyidik jika dinyatakan perlu. Begitu juga dengan memeriksa pihak BP Migas sebagai pengawas peÂkeÂrÂjaan proyek bioremediasi. “Kalau soal penahanan, penyidik belum menganggap perlu. Bukan berarti tidak, lihat perkembangannya, tergantung penyidik,†ujarnya.
Perkara dugaan korupsi proyek pemulihan lingkungan ini, berÂawal dari perjanjian antara Badan Pelaksana Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) dan Chevron. Salah satu poin perjanÂjian itu mengatur tentang biaya unÂtuk melakukan pemulihan lingÂkungan (cost recovery) dengan cara bioremediasi.
Akan tetapi, menurut Kepala PuÂsat Penerangan Hukum KejakÂsaan Agung Adi Toegarisman, kegiatan bioremediasi yang seÂhaÂrusnya dilaÂkukan selama perÂjanÂjian berÂlangÂsung, tidak dilakÂsanakan dua peÂruÂsahaan swasta yang ditunjuk ChevÂron, yaitu PT GPI dan PT SJ.
Padahal, anggaran untuk proÂyek bioremediasi itu sudah diÂcairkan BP Migas sebesar 23,361 juta Dolar Amerika Serikat. “Akibat proyek fiktif ini, negara dirugikan Rp 200 miliar,†ujar bekas Kepala Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau ini.
PT Chevron Pasific Indonesia yang bergerak di bidang minyak dan gas bumi, tidak tinggal diam menghadapi sangkaan yang diÂlontarkan Kejaksaan Agung. PeÂruÂsahaan multinasional ini, meÂnampik pernyataan pihak KeÂjakÂsaan Agung bahwa anggaran proÂyek bioremediasi sebesar 270 juta Dolar AS atau Rp 2,43 triliun.
“Tidak ada itu angka 270 juta Dolar AS. Total anggaran dari proyek bioremediasi PT Chevron adalah 23 juta Dolar AS atau sekiÂtar Rp 200 miliar,†kata Vice PreÂsident Policy Government and Public Affair PT Chevron Pacific Indonesia, Yanto Sianipar.
Lantaran itu, Yanto mengaku bingung dengan angka-angka yang dikeluarkan pihak KejakÂsaan Agung dan angka kerugian negara yang diduga mencapai Rp 200 miliar.
REKA ULANG
Disangka Berkonspirasi Dengan 2 Perusahaan Lokal
Kejaksaan Agung sudah meÂnetapkan tujuh tersangka kasus proyek fiktif normalisasi (bioÂreÂmeÂdiasi) tanah yang terkena limÂbah akibat penambangan minyak PT Chevron.
Lima tersangka dari Chevron yaitu Endah Rubiyanti, Widodo, Kukuh, Alexiat TirtaÂwidÂjaja, dan Bachtiar Abdul FaÂtah. Dua terÂsangka lainnya dari perusahaan swasta kelompok kerjasama (KKS) yakni, Ricksy Prematuri (Direktur PT Green PlaÂnet InÂdonesia) dan Herlan (DiÂrektur PT Sumigita Jaya).
Jaksa Agung Muda Intelijen (Jamintel) Edwin Pamimpin Situmorang sudah mengeluarkan surat cegah ke luar negeri kepada enam tersangka.
Yang sudah dicegah itu adaÂlah, Ricksy Prematuri (RP) dengan surat Kep-067/D/Dsp 3/03/2012 tangÂgal 30 maret 2012; Kukuh (KK) Kep-068; Widodo (WID) Kep-069; Bachtiar Abdul Fatah (BAF) Kep-070; Endah RubiÂyanti (ER) Kep-071 dan Herlan (HO) Kep-72. “Dicegah untuk enam bulan ke depan,†kata Edwin.
Jaksa Agung Muda Pidana KhuÂsus (Jampidsus) Andhi NirÂwanto menyampaikan, ada pengÂgelapan pengadaan proyek bioÂreÂmediasi dalam kasus ini. PerÂhiÂtungan sementara yang dilakukan penyidik, telah terjadi kerugian keuangan negara sebesar Rp 200 miliar. “Ada konspirasi antara Chevron dengan dua perusahaan lokal. Ini kasus korupsi, khususÂnya pengadaan barang dan jasa,†ujar Andhi.
Dugaan korupsi dalam pelakÂsanaan bioremediasi di PT ChevÂron Pasific Indonesia terjadi anÂtara tahun 2006-2011. PT Green Planet Indonesia dan PT Sumigita Jaya sebagai pihak ketiga, tidak memiliki atau tidak memenuhi klasifikasi teknis dan sertifikasi dari pejabat berwenang sebagai perusahaan yang bergerak di biÂdang pengolahan limbah. Kedua perusahaan tersebut hanya peruÂsahaan umum, sehingga dalam pelaksanaannya proyek tersebut diduga fiktif belaka.
Namun, pihak PT Chevron PaÂsific Indonesia (CPI) membantah sangkaan Kejaksaan Agung itu. MeÂnurut Coorporate CommuÂniÂcaÂtion Manager PT CPI Dony Indrawan, pekerjaan pemulihan bekas lahan eksplorasi CPI dilaÂkuÂkan secara terbuka.
“Chevron memilih kontraktor melalui proses yang transparan dan bertanggung jawab, sesuai proÂsedur yang ditetapkan PemeÂrintah Indonesia. Itu bisa dicek ke BP Migas,†ujarnya.
Desain dan penggunaan tekÂnologi bioremediasi, kata Dony, juga telah dievaluasi dan disetujui badan-badan pemerintah yang berwenang, yakni Kementerian Lingkungan Hidup dan BPMigas.
“Chevron bahkan mendapat predikat PROPER Rating Biru dari Kementerian Lingkungan Hidup karena ketaatan terhadap peÂraturan lingkungan pada 2011,†ujar Dony.
Teknologi bioremediasi, lanjut Dony, melalui uji laboratorium dan uji lapangan, terbukti sebagai teknologi yang paling efektif dan efisien untuk menangani masalah perbaikan kondisi tanah, mengiÂngat karakteristik tanah yang terkontaminasi.
“Sampai saat ini, proyek bioÂremediasi di Sumatera telah berÂhasil meremediasi 520.000 meter kubik tanah terkontaminasi di 132 lokasi,†ujar Dony.
Patut Dicurigai Apakah Ada Permainan
Sandi Ebeneser, Majelis PBHI
Anggota Majelis PerhimÂpuÂnan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) Sandi Ebeneser SitungÂkir heran, mengapa para terÂsangka kasus ini tidak ditahan KeÂjaksaan Agung. Padahal, niÂlai kerugian negara dalam perÂkara ini, menurut Kejagung seÂkitar Rp 200 miliar.
Menurut Sandi, penetapan staÂtus tersangka semestinya suÂdah didasarkan alat-alat bukti yang kuat. Sehingga, tersangka bisa ditahan dan segera diseÂleÂsaikan pemberkasannya untuk dituntut di pengadilan.
“Kalau tidak ditahan, seÂhingÂga lambat ke pengadilan, patut diÂcurigai ada permainan,†ujar SanÂdi, kemarin.
Apalagi, kasus ini berkenaan dengan perusahaan asing, seÂhingÂga Kejaksaan Agung seÂmesÂtinya segera melakukan peÂnaÂhanan terhadap tersangka, agar tidak melarikan diri dan mengÂhilangkan barang bukti. “Patut diÂpertanyakan, apakah ada neÂgosisasi, sehingga proses peÂngusutan masuk angin,†ujarnya.
Kasus ini, lanjut dia, sudah menjadi perhatian publik. KaÂrena itu, sudah selayaknya diÂseriusi pengusutannya. “Kasus-kasus ini menyangkut hidup orang banyak, jangan main-main,†ujar Sandi.
Dalam pengusutan kasus koÂrupsi, kata dia, pastinya ada geÂlar perkara. Pada gelar perkara, bukti-bukti tentu sudah jelas kaÂrena telah ada penetapan teÂrÂsangka. Langkah yang akan diÂlakukan juga harus jelas.
“Gelar kasus antar unit itu jelas, dan di situ dibicarakan seÂmuanya. Persoalannya, apakah beÂnar-beÂnar dilakukan,†ucapnya.
Mesti Jelas Hingga Tuntas Di Pengadilan
Dasrul Jabar, Anggota Komisi III DPR
Anggota Komisi III DPR Dasrul Jabar juga berpendapat, semestinya Kejaksaan Agung menahan semua tersangka kaÂsus Chevron. Baik yang berada di dalam negeri maupun di luar negeri. Apalagi, Kejagung telah melansir nilai kerugian negara dalam kasus ini Rp 200 miliar.
“Mereka telah ditetapkan seÂbagai tersangka. Kejaksaan haÂrus serius. Apalagi sudah ada bukti-bukti, maka semua terÂsangÂkanya mesti diseriusi proÂsesÂnya,†ujar Dasrul, kemarin.
Dasrul mengingatkan, kasus ini jangan sampai hilang dan dibiarkan menggantung tanpa proses yang jelas hingga ke peÂngadilan. “Sebab, bila memang sudah ditemukan adanya keÂruÂgian negara, harus ada pihak yang bertanggung jawab. Ini harus diusut tuntas,†ujarnya.
Politisi Partai Demokrat ini meÂngingatkan Kejaksaan Agung tidak bermain mata deÂngan para tersangka dan pihak-pihak yang berkepentingan.
“Kejaksaan harus sungguh-sungguh mengusut. KesungÂguÂhan itu bisa dilihat dari kinerja, misalnya dengan segera melaÂkuÂkan penahanan terhadap para tersangka karena sudah cukup bukti jadi tersangka,†ujar Dasrul.
Jika Kejaksaan Agung tidak serius, kata dia, maka publik akan mempertanyakan kinerja mereka. Publik tidak akan tingÂgal diam. “Apakah Kejaksaan Agung sudah diamankan pihak-pihak berkepentingan dalam kasus ini? Ini tidak boleh terÂjadi, Kejagung harus ambil langkah tegas. Kalau tidak, keÂpercayaan masyarakat akan seÂmakin turun karena kasus-kasus begini melempem penaÂngaÂnanÂnya,†ujar Dasrul. [Harian Rakyat Merdeka]
Populer
Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16
Senin, 22 Desember 2025 | 17:57
Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33
Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10
Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37
Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07
Rabu, 24 Desember 2025 | 14:13
UPDATE
Jumat, 26 Desember 2025 | 01:59
Jumat, 26 Desember 2025 | 01:39
Jumat, 26 Desember 2025 | 01:16
Jumat, 26 Desember 2025 | 00:55
Jumat, 26 Desember 2025 | 00:36
Jumat, 26 Desember 2025 | 00:16
Kamis, 25 Desember 2025 | 23:58
Kamis, 25 Desember 2025 | 23:32
Kamis, 25 Desember 2025 | 23:15
Kamis, 25 Desember 2025 | 22:52