Siti Fadilah Supari
Siti Fadilah Supari
RMOL.Polisi ngebut melengkapi berkas perkara tersangka bekas Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari. Polisi pun siap-siap melaksanakan gelar perkara.
Setelah Kabareskrim Polri Komjen Sutarman memastikan status Siti sebagai tersangka, pengumpulan bukti diintensifkan. Menurut dia, kepolisian berupaya optimal melengkapi berkas perkara yang bersangkutan.
Namun, bagaimana keterliÂbaÂtan anggota Dewan PerÂtimÂbaÂngan Presiden (Wantimpres) itu masih misterius. Sutarman hanya menyebut, sebagai kuasa pengÂguna anggaran proyek pengadaan alat kesehatan (alkes) tahun 2005, Siti punya tanggungjawab dalam proyek ini. Bekas Kapolres BeÂkasi ini berharap, Siti kooperatif.
Dikonfirmasi seputar agenda lanjutan pemeriksaan, dia meÂnyatakan, Siti pernah mendatangi Bareskrim. Kedatangannya untuk meminta kejelasan atas kasus yang menimpanya.
Sumber di lingkungan DirekÂtoÂrat III Ekonomi Khusus BaÂresÂkrim menginformasikan, dua pekan lalu, Siti datang dan minta penjelasan tentang status yang terÂtera dalam Surat Perintah DiÂmuÂlainya Penyidikan (SPDP).
Dalam SPDP, tanggal 28 Maret itu, bekas Menteri Kesehatan itu resmi ditetapkan sebagai terÂsangÂka. “Surat itu resmi menerangkan status Siti sebagai tersangka kaÂsus alkes 2005,†ujarnya.
Pada kesempatan tersebut, selain mengklarifikasi statusnya, Siti juga sempat ditanya soal meÂkanisme penunjukan langsung pada proyek alkes 2005. MekÂaÂnisÂme penunjukan langsung jadi persoalan utama karena para teÂrÂdakwa kasus ini menerangkan, Siti terlibat penyelewengan di sini.
Namun pada kesempatan itu, Siti membantah hal tersebut. SeÂbaÂgai penanggungjawab tertinggi di kementerian yang dipimpinnya, dia mengaku tidak tahu-menahu ikhÂwal pelaksanaan proyek terÂseÂbut. Soalnya, semua mekanisme tender pada proyek itu seÂpeÂnuhÂnya telah diserahkan kepada paÂnitia lelang.
Untuk itu, penyidik masih perÂlu mendalami hal tersebut. “SeÂdikitnya ada 20 saksi yang suÂdah diperiksa. Rata-rata mereka meÂnyatakan ada keterlibatan MenÂkes saat itu,†ucapnya. SakÂsi-sakÂsi itu selain empat terdakwa kasus ini, juga berasal dari perusahaan yang mengikuti tenÂder proyek tersebut.
Bersamaan dengan itu, penyiÂdik memantau persidangan kasus ini di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta. Hal itu penting mengingat fakta perÂsiÂdangan bisa jadi modal untuk meÂlengkapi berkas perkara.
Jadi, sekalipun belum secara resmi memeriksa Siti, peÂnyuÂsunan berkas perkara atas nama Siti sudah berjalan. Penyusunan berkas perkara dilakukan berkat adanya keterangan saksi, terÂsangÂka dan bukti-bukti dokumen tekÂnis pelelangan proyek alkes 2005. “Kami berusaha untuk memÂperÂcepat proses gelar perkara. KeÂmungkinan, pekan depan,†katanya.
Diharapkan, pada gelar perÂkara, jaksa dan tersangka menÂdapat informasi utuh. Dengan begitu, hasil gelar perkara akan memudahkan jaksa menyusun materi dakwaan dan tuntutan.
Sementara itu, Direktur III Tipikor Bareskrim Brigjen Noer Ali menolak membeberkan agenÂda lanjutan penanganan perÂkara ini. Dia hanya meÂngÂisÂyaÂratÂkan, jaÂjarannya berupaya memÂperÂceÂpat penyelesaian berkas perkara.
Noer tidak mau memberi keÂpasÂtian kapan Siti akan diperiksa. Dia biÂlang, penyidik saat ini teÂngah menghimpun bukti, baik suÂrat, keÂterangan saksi dan terÂsangÂka. Jika alat bukti sudah cukup, pihaknya seÂgera melangsungkan gelar perkara.
Kepala Bagian Penerangan Umum Polri Kombes Boy Rafli Amar menambahkan, kepolisian profesional menangani kasus ini. Maksudnya, sempat mencuatnya tarik ulur penetapan status hukum bekas Menkes, sama sekali tidak diÂintervensi pihak manapun.
Reka Ulang
Siti: Ada Yang Ingin Saya Jadi Tersangka
Ditetapkan sebagai tersangÂka kasus pengadaan alat keÂseÂhatan (alkes) tahun 2005, bekas Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari tidak tinggal diam. Dia menampik sangkaan yang diÂlonÂtarkan pihak Mabes Polri.
Di kediamannya, di Kawasan Pondok Kelapa, Jakarta Timur, Siti mengaku bingung ditetapkan sebagai tersangka. “Saya justu baru tahu kalau saya menjadi terÂsangka dari media online dan teÂman-teman,†ujarnya.
Dia juga mengaku belum menÂdapat pemberitahuan apapun dari pihak kepolisian mengenai status hukumnya. “Apakah opini bisa menjadikan seseorang itu terÂsangka? Itu yang sangat saya saÂyangkan itu bisa terjadi di negeri ini,†ujarnya.
Siti mengatakan masih berusaÂha mencari informasi mengenai kasus yang melilitnya. Dia menÂduga ada pihak-pihak tertentu yang sangat ingin menjadikannya tersangka dalam kasus korupsi. “Ada pihak yang ingin sekali saya jadi tersangka. Padahal saya melaksanakan pekerjaan dengan sebaik-baiknya,†kata dia.
Ketika ditanya wartawan, siÂapaÂkah yang sangat menginginÂkanÂnya menjadi tersangka, Siti menÂjawab, “Itu dia. Mestinya warÂtaÂwan lebih mencari tahu, siapa sih sebetulnya yang sangat mengiÂnginÂkan saya jadi tersangka.â€
Siti mengatakan, selama ini dia suÂdah tujuh kali bolak balik diÂperiksa KPK. Sehingga memÂbiÂngungkan, jika tiba-tiba ada kasus lain yang dituduhkan kepadanya, melalui Mabes Polri.
“Anda tahu senÂdiri saya tujuh kali mondar mandiri di KPK. Saya mengÂklaÂrifikasi apa adanya, dan saya kira hampir sama semua. Ini yang mau saya klarifikasikan dulu ke Mabes Polri,†ujarnya.
Selama menjadi Menteri KeÂsehatan, Siti merasa tidak pernah melakukan pekerjaan yang meÂlanggar undang-undang. Dalam hal proses pengadaan alat dengan penunjukkan langsung, dia tidak pernah menunjuk langsung apa perusahaan yang harus menÂjaÂlankan proyeknya.
Namun, informasi berbeda disampaikan Mulya A Hasjmy, Sesditjen Binayanmedik, saat bersaksi dalam kasus pengadaan peralatan medis penanganan flu burung di Pengadilan Tipikor Jakarta. Hasjmy yang merupakan pejabat pembuat komitmen daÂlam proyek itu, mengaku Siti yang merekomendasikan perusaÂhaan rekanan pelaksananya.
Menurut Hasjmy di persidaÂngan, ada empat orang mendaÂtaÂnginya, saat proses persiapan proÂyek akan berjalan. Mereka terdiri dari dua lelaki dan dua peremÂpuan. Kepada Hasjmy, mereka meÂngaku sudah meÂnemui MenÂkes dan disetujui melaksanakan proyek alat keÂsehatan itu.
“Saya kaget, dari mana mereka tahu proyek itu, padahal peÂnguÂmuman saja belum,†ujar HasjÂmy. Dua hari berselang, Hasjmy mengaku menemui Menkes dan mengkonfirmasi pernyataan empat tamunya itu.
Menurut Hasjmi, saat itu, Siti tersenyum dan membenarkan bahwa empat orang tersebut telah lebih dulu menemuinya. “Iya beÂnar itu, tolong bantu, ya,†ujar HasjÂmy mengulang pernyataan Siti, atasannya.
Siti membantah itu. Kata dia, semua keputusan dalam proyek itu telah sesuai dengan KepÂutuÂsan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman PelakÂsaÂnaan Pengadaan Barang dan Jasa PeÂmerintah.
“Penunjukan langsung pasti tidak menunjuk PT. Semua ikut aturan yang berlaku. Jadi seÂbenarnya apa sih sebetulnya yang membuat tiba-tiba muncul peÂnunÂjukan tersangka ini pada saya,†katanya heran.
Tak Boleh Ada Pengecualian
Desmon J Mahesa, Anggota Komisi III DPR
Anggota Komisi III DPR Desmon J Mahesa meminta PolÂri tidak ragu mengambil langÂkah hukum. Jika seseorang sudah menyandang status terÂsangka, sepantasnya hal terÂseÂbut disampaikan kepada publik, tanpa harus menunggu terjadi polemik terlebih dahulu.
“Sikap kepolisian yang semÂpat abu-abu, membuat peneÂgaÂkan hukum menjadi tidak jelas,†kata anggota DPR dari Fraksi Partai Gerindra ini.
Dia berharap, siapa pun yang terseret perkara hukum, apalagi kasus korupsi, hendaknya diÂtinÂdak secara tegas. Tidak boleh ada pengecualian, termasuk keÂpada bekas Menteri Kesehatan yang kini anggota Dewan PerÂtimÂbangan Presiden (WanÂtimÂpres) Siti Fadilah Supari.
Menurut Desmon, sempat mencuatnya polemik penetapan status tersangka pada Siti, seÂmestinya menjadi pelajaran bagi Polri agar bersikap lebih teÂgas keÂpada siapa pun, termaÂsuk keÂpada yang memiliki jaÂbatan daÂlam pemerintahan. “PolÂri harus bebas intervensi keÂkuatan poÂliÂtik manapun, terÂmasuk peÂmeÂrintah sekalipun,†tan dasnya.
Jika kepolisian yang berada di bawah pemerintah tidak puÂnya independensi lagi, praktis akan berdampak sangat luas. Polri jadi sulit menyelesaikan beragam masalah hukum. TerÂutama, kasus-kasus besar yang melibatkan elit yang dekat deÂngan penguasa.
Hal tersebut jeÂlas bakal menÂcederai rasa keÂadilan maÂsyaÂrakat. Lagi-lagi, diÂmana-mana bisa muncul siÂkap apatis terÂhaÂdap hukum. “Kita tentu sangat tidak mengiÂnginÂkan itu terÂjadi,†tuturnya.
Penegak hukum, lanjutnya, juga mesti transparan kepada maÂÂsyarakat. “Sebab, publik juga haÂrÂus tahu proses hukum yang seÂÂbenarnya. Biar tidak ada kecuÂriÂgaan adanya perÂmainan,†ujarnya.
Artinya, pimpinan penegak huÂÂkum harus berterus terang keÂpada masyarakat mengenai staÂtus seseorang dalam sebuah perÂkara, apakah saksi atau sudah menÂjadi tersangka. Tak peduli orang itu pejabat, bekas pejabat neÂgara atau masyarakat biasa.
Soalnya, proses hukum tidak boleh diskriminatif. Masyarakat harus diyakinkan bahwa hukum itu berlaku sama bagi semua orang. “Tidak boleh tebang piÂlih. Semua sama di muka huÂkum,†tandasnya.
Penetapan Tersangka Jadi Pintu Masuk
Fadli Nasution, Ketua PMHI
Ketua Perhimpunan MagisÂter Hukum Indonesia (PMHI) Fadli Nasution menyatakan, peÂnetapan status tersangka kepada bekas Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari hendaknya diÂtinÂdaklanjuti secara proporsional.
Dengan tindak lanjut yang proÂfesional, lanjut Fadli, kaÂsus-kasus lain di Kementerian KeÂsehatan bisa terbongkar samÂpai tuntas. “Kasus dugaan korupsi di Kemenkes saat ini beragam,†katanya.
Ada kasus korupsi di KeÂmenterian Kesehatan yang peÂnanganannya sudah sampai tingkat vonis di Pengadilan TipiÂkor. Ada yang masih dalam tahap persidangan. Ada pula yang masih dalam proses peÂnyelidikan dan penyidikan.
Untuk itu, dia berÂhaÂrap, peÂnetapan status tersangka terÂhaÂdap bekas Menteri KeseÂhatan Siti Fadilah Supari menÂjadi pinÂtu masuk dalam memÂbongkar kasus-kasus lainnya. Tapi, kaÂtaÂnya, perlu keberanian aparat dalam memproses dugaÂan peÂlanggaran hukum yang ada.
Dengan begitu, pengusutan perkara dugaan korupsi di KeÂmenÂterian Kesehatan tidak seÂteÂngah-setengah. Soalnya, peÂnanganan perkara yang tangÂgung justru membuat para peÂlaÂku tidak kapok. Justru, lanjut Fadli, penindakan yang seteÂngah-setengah bisa memÂbaÂhaÂyaÂkan upaya pemberantasan koÂrupsi itu sendiri. “Selain peÂlakunya tidak jera, juga bisa meÂmunculkan perilaku korupsi yang lebih dahsyat lagi,†tandasnya.
Selain penindakan yang beÂnar-benar tegas, hendaknya usaÂha memberantas korupsi juga diÂlakukan dengan mengÂopÂtiÂmalÂkan upaya pencegahan. DeÂngan begitu, diharapkan muncul keseimbangan serta partisipasi positif masyarakat dalam memÂberantas korupsi.
Tapi, untuk mendapatkan parÂÂÂtiÂsipasi masyarakat, pimÂpiÂnan peneÂgak hukum mesti transÂÂpaÂran. Informasi mengeÂnai peneÂtaÂpan status hukum haÂrus jelas dan pasti. Bila terjadi keÂsimÂpangÂsiuran, pimpinan peÂÂnegak hukum harus memÂbeÂrikan kepastian.
Apalagi, kesimpangsiuran mengenai status seseorang daÂlam sebuah kasus, akan mÂeÂruÂgiÂkan nama baik orang terseÂbut. Lantaran itu, status seÂseÂorang daÂlam sebuah kasus, haÂrus diÂpasÂtikan pimpinan peÂneÂgak huÂkum.
“Harus dipastikan, saksi atau tersangka. Sebab, ini berÂkenaan dengan nama baik seÂseÂorang. Jangan diperlakukan tidak sesuai hukum,†ujarnya. [Harian Rakyat Merdeka]
Populer
Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16
Senin, 22 Desember 2025 | 17:57
Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33
Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07
Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10
Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37
Rabu, 24 Desember 2025 | 14:13
UPDATE
Jumat, 26 Desember 2025 | 12:12
Jumat, 26 Desember 2025 | 12:05
Jumat, 26 Desember 2025 | 11:56
Jumat, 26 Desember 2025 | 11:54
Jumat, 26 Desember 2025 | 11:48
Jumat, 26 Desember 2025 | 11:15
Jumat, 26 Desember 2025 | 11:00
Jumat, 26 Desember 2025 | 10:49
Jumat, 26 Desember 2025 | 10:35
Jumat, 26 Desember 2025 | 10:30