Berita

Siti Fadilah Supari

X-Files

Siapkan Gelar Perkara, Polisi Periksa 20 Saksi

Kasus Pengadaan Alat Kesehatan Tahun 2005
SENIN, 23 APRIL 2012 | 09:02 WIB

RMOL.Polisi ngebut melengkapi berkas perkara tersangka bekas Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari. Polisi pun siap-siap melaksanakan gelar perkara.

Setelah Kabareskrim Polri Komjen Sutarman memastikan status Siti sebagai tersangka, pengumpulan bukti diintensifkan. Menurut dia, kepolisian berupaya optimal melengkapi berkas perkara yang bersangkutan.

Namun, bagaimana keterli­ba­tan anggota Dewan Per­tim­ba­ngan Presiden (Wantimpres) itu masih misterius. Sutarman hanya menyebut, sebagai kuasa peng­guna anggaran proyek pengadaan alat kesehatan (alkes) tahun 2005, Siti punya tanggungjawab dalam proyek ini. Bekas Kapolres Be­kasi ini berharap, Siti kooperatif.

Dikonfirmasi seputar agenda lanjutan pemeriksaan, dia me­nyatakan, Siti pernah mendatangi Bareskrim. Kedatangannya untuk meminta kejelasan atas kasus yang menimpanya.

Sumber di lingkungan Direk­to­rat III Ekonomi Khusus Ba­res­krim menginformasikan, dua pekan lalu, Siti datang dan minta penjelasan tentang status yang ter­tera dalam Surat Perintah Di­mu­lainya Penyidikan (SPDP).

Dalam SPDP, tanggal 28 Maret itu, bekas Menteri Kesehatan itu resmi ditetapkan sebagai ter­sang­ka. “Surat itu resmi menerangkan status Siti sebagai tersangka ka­sus alkes 2005,” ujarnya.

Pada kesempatan tersebut, selain mengklarifikasi statusnya, Siti juga sempat ditanya soal me­kanisme penunjukan langsung pada proyek alkes 2005. Mek­a­nis­me penunjukan langsung jadi persoalan utama karena para te­r­dakwa kasus ini menerangkan, Siti terlibat penyelewengan di sini.

Namun pada kesempatan itu, Siti membantah hal tersebut. Se­ba­gai penanggungjawab tertinggi di kementerian yang dipimpinnya, dia mengaku tidak tahu-menahu ikh­wal pelaksanaan proyek ter­se­but. Soalnya, semua mekanisme tender pada proyek itu se­pe­nuh­nya telah diserahkan kepada pa­nitia lelang.

Untuk itu, penyidik masih per­lu mendalami hal tersebut. “Se­dikitnya ada 20 saksi yang su­dah diperiksa. Rata-rata mereka me­nyatakan ada keterlibatan Men­kes saat itu,” ucapnya. Sak­si-sak­si itu selain empat terdakwa kasus ini, juga berasal dari perusahaan yang mengikuti ten­der proyek tersebut.

Bersamaan dengan itu, penyi­dik memantau persidangan kasus ini di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta. Hal itu penting mengingat fakta per­si­dangan bisa jadi modal untuk me­lengkapi berkas perkara.

Jadi, sekalipun belum secara resmi memeriksa Siti, pe­nyu­sunan berkas perkara atas nama Siti sudah berjalan. Penyusunan berkas perkara dilakukan berkat adanya keterangan saksi, ter­sang­ka dan bukti-bukti dokumen tek­nis pelelangan proyek alkes 2005. “Kami berusaha untuk mem­per­cepat proses gelar perkara. Ke­mungkinan, pekan depan,” katanya.

Diharapkan, pada gelar per­kara, jaksa dan tersangka men­dapat informasi utuh. Dengan begitu, hasil gelar perkara akan memudahkan jaksa menyusun materi dakwaan dan tuntutan.

Sementara itu, Direktur III Tipikor Bareskrim Brigjen Noer Ali menolak membeberkan agen­da lanjutan penanganan per­kara ini. Dia hanya me­ng­is­ya­rat­kan, ja­jarannya berupaya mem­per­ce­pat penyelesaian berkas perkara.

Noer tidak mau memberi ke­pas­tian kapan Siti akan diperiksa. Dia bi­lang, penyidik saat ini te­ngah menghimpun bukti, baik su­rat, ke­terangan saksi dan ter­sang­ka. Jika alat bukti sudah cukup, pihaknya se­gera melangsungkan gelar perkara.

Kepala Bagian Penerangan Umum Polri Kombes Boy Rafli Amar menambahkan, kepolisian profesional menangani kasus ini. Maksudnya, sempat mencuatnya tarik ulur penetapan status hukum bekas Menkes, sama sekali tidak di­intervensi pihak manapun.

Reka Ulang

Siti: Ada Yang Ingin Saya Jadi Tersangka

Ditetapkan sebagai tersang­ka kasus pengadaan alat ke­se­hatan (alkes) tahun 2005, bekas Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari tidak tinggal diam. Dia menampik sangkaan yang di­lon­tarkan pihak Mabes Polri.  

Di kediamannya, di Kawasan Pondok Kelapa, Jakarta Timur, Siti mengaku bingung ditetapkan sebagai tersangka. “Saya justu baru tahu kalau saya menjadi ter­sangka dari media online dan te­man-teman,” ujarnya.

Dia juga mengaku belum men­dapat pemberitahuan apapun dari pihak kepolisian mengenai status hukumnya. “Apakah opini bisa menjadikan seseorang itu ter­sangka? Itu yang sangat saya sa­yangkan itu bisa terjadi di negeri ini,” ujarnya.

Siti mengatakan masih berusa­ha mencari informasi mengenai kasus yang melilitnya. Dia men­duga ada pihak-pihak tertentu yang sangat ingin menjadikannya tersangka dalam kasus korupsi. “Ada pihak yang ingin sekali saya jadi tersangka. Padahal saya melaksanakan pekerjaan dengan sebaik-baiknya,” kata dia.

Ketika ditanya wartawan, si­apa­kah yang sangat mengingin­kan­nya menjadi tersangka, Siti men­jawab, “Itu dia. Mestinya war­ta­wan lebih mencari tahu, siapa sih sebetulnya yang sangat mengi­ngin­kan saya jadi tersangka.”

Siti mengatakan, selama ini dia su­dah tujuh kali bolak balik di­periksa KPK. Sehingga mem­bi­ngungkan, jika tiba-tiba ada kasus lain yang dituduhkan kepadanya, melalui Mabes Polri.

“Anda tahu sen­diri saya tujuh kali mondar mandiri di KPK. Saya meng­kla­rifikasi apa adanya, dan saya kira hampir sama semua. Ini yang mau saya klarifikasikan dulu ke Mabes Polri,” ujarnya.

Selama menjadi Menteri Ke­sehatan, Siti merasa tidak pernah melakukan pekerjaan yang me­langgar undang-undang. Dalam hal proses pengadaan alat dengan penunjukkan langsung, dia tidak pernah menunjuk langsung apa perusahaan yang harus men­ja­lankan proyeknya.

Namun, informasi berbeda disampaikan Mulya A Hasjmy, Sesditjen Binayanmedik, saat bersaksi dalam kasus pengadaan peralatan medis penanganan flu burung di Pengadilan Tipikor Jakarta. Hasjmy yang merupakan pejabat pembuat komitmen da­lam proyek itu, mengaku Siti yang merekomendasikan perusa­haan rekanan pelaksananya.

Menurut Hasjmy di persida­ngan, ada empat orang menda­ta­nginya, saat proses persiapan pro­yek akan berjalan. Mereka terdiri dari dua lelaki dan dua perem­puan. Kepada Hasjmy, mereka me­ngaku sudah me­nemui Men­kes dan disetujui melaksanakan proyek alat ke­sehatan itu.

“Saya kaget, dari mana mereka tahu proyek itu, padahal pe­ngu­muman saja belum,” ujar Hasj­my. Dua hari berselang, Hasjmy mengaku menemui Menkes dan mengkonfirmasi pernyataan empat tamunya itu.

Menurut Hasjmi, saat itu, Siti tersenyum dan membenarkan bahwa empat orang tersebut telah lebih dulu menemuinya. “Iya be­nar itu, tolong bantu, ya,” ujar Hasj­my mengulang pernyataan Siti, atasannya.

Siti membantah itu. Kata dia, semua keputusan dalam proyek itu telah sesuai dengan Kep­utu­san Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelak­sa­naan Pengadaan Barang dan Jasa Pe­merintah.

“Penunjukan langsung pasti tidak menunjuk PT. Semua ikut aturan yang berlaku. Jadi se­benarnya apa sih sebetulnya yang membuat tiba-tiba muncul pe­nun­jukan tersangka ini pada saya,” katanya heran.

Tak Boleh Ada Pengecualian

Desmon J Mahesa, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR Desmon J Mahesa meminta Pol­ri tidak ragu mengambil lang­kah hukum. Jika seseorang sudah menyandang status ter­sangka, sepantasnya hal ter­se­but disampaikan kepada publik, tanpa harus menunggu terjadi polemik terlebih dahulu.

“Sikap kepolisian yang sem­pat abu-abu, membuat pene­ga­kan hukum menjadi tidak jelas,” kata anggota DPR dari Fraksi Partai Gerindra ini.

Dia berharap, siapa pun yang terseret perkara hukum, apalagi kasus korupsi, hendaknya di­tin­dak secara tegas. Tidak boleh ada pengecualian, termasuk ke­pada bekas Menteri Kesehatan yang kini anggota Dewan Per­tim­bangan Presiden (Wan­tim­pres) Siti Fadilah Supari.

Menurut Desmon, sempat mencuatnya polemik penetapan status tersangka pada Siti, se­mestinya menjadi pelajaran bagi Polri agar bersikap lebih te­gas ke­pada siapa pun, terma­suk ke­pada yang memiliki ja­batan da­lam pemerintahan. “Pol­ri harus bebas intervensi ke­kuatan po­li­tik manapun, ter­masuk pe­me­rintah sekalipun,” tan dasnya.

Jika kepolisian yang berada di bawah pemerintah tidak pu­nya independensi lagi, praktis akan berdampak sangat luas. Polri jadi sulit menyelesaikan beragam masalah hukum. Ter­utama, kasus-kasus besar yang melibatkan elit yang dekat de­ngan penguasa.

Hal tersebut je­las bakal men­cederai rasa ke­adilan ma­sya­rakat. Lagi-lagi, di­mana-mana bisa muncul si­kap apatis ter­ha­dap hukum. “Kita tentu sangat tidak mengi­ngin­kan itu ter­jadi,” tuturnya.

Penegak hukum, lanjutnya, juga mesti transparan kepada ma­­syarakat. “Sebab, publik juga ha­r­us tahu proses hukum yang se­­benarnya. Biar tidak ada kecu­ri­gaan adanya per­mainan,” ujarnya.

Artinya, pimpinan penegak hu­­kum harus berterus terang ke­pada masyarakat mengenai sta­tus seseorang dalam sebuah per­kara, apakah saksi atau sudah men­jadi tersangka. Tak peduli orang itu pejabat, bekas pejabat ne­gara atau masyarakat biasa.

Soalnya, proses hukum tidak boleh diskriminatif. Masyarakat harus diyakinkan bahwa hukum itu berlaku sama bagi semua orang. “Tidak boleh tebang pi­lih. Semua sama di muka hu­kum,” tandasnya.

Penetapan Tersangka Jadi Pintu Masuk

Fadli Nasution, Ketua PMHI

Ketua Perhimpunan Magis­ter Hukum Indonesia (PMHI) Fadli Nasution menyatakan, pe­netapan status tersangka kepada bekas Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari hendaknya di­tin­daklanjuti secara proporsional.

Dengan tindak lanjut yang pro­fesional, lanjut Fadli, ka­sus-kasus lain di Kementerian Ke­sehatan bisa terbongkar sam­pai tuntas. “Kasus dugaan korupsi di Kemenkes saat ini beragam,” katanya.

Ada kasus korupsi di Ke­menterian Kesehatan yang pe­nanganannya sudah sampai tingkat vonis di Pengadilan Tipi­kor. Ada yang masih dalam tahap persidangan. Ada pula yang  masih dalam proses pe­nyelidikan dan penyidikan.

Untuk itu, dia ber­ha­rap, pe­netapan status tersangka ter­ha­dap bekas Menteri Kese­hatan Siti Fadilah Supari men­jadi pin­tu masuk dalam mem­bongkar kasus-kasus lainnya. Tapi, ka­ta­nya, perlu keberanian aparat dalam memproses duga­an pe­langgaran hukum yang ada.

Dengan begitu, pengusutan perkara dugaan korupsi di Ke­men­terian Kesehatan  tidak se­te­ngah-setengah. Soalnya, pe­nanganan perkara yang tang­gung justru membuat para pe­la­ku tidak kapok. Justru, lanjut Fadli, penindakan yang sete­ngah-setengah bisa mem­ba­ha­ya­kan upaya pemberantasan ko­rupsi itu sendiri. “Selain pe­lakunya tidak jera, juga bisa me­munculkan perilaku korupsi yang lebih dahsyat lagi,” tandasnya.

Selain penindakan yang be­nar-benar tegas, hendaknya usa­ha memberantas korupsi juga di­lakukan dengan meng­op­ti­mal­kan upaya pencegahan. De­ngan begitu, diharapkan muncul keseimbangan serta partisipasi positif masyarakat dalam mem­berantas korupsi.

Tapi, untuk mendapatkan par­­­ti­sipasi masyarakat, pim­pi­nan pene­gak hukum mesti trans­­pa­ran. Informasi menge­nai pene­ta­pan status hukum ha­rus jelas dan pasti. Bila terjadi ke­sim­pang­siuran, pimpinan pe­­negak hukum harus mem­be­rikan kepastian.

Apalagi, kesimpangsiuran mengenai status seseorang da­lam sebuah kasus, akan m­e­ru­gi­kan nama baik orang terse­but. Lantaran itu, status se­se­orang da­lam sebuah kasus, ha­rus di­pas­tikan pimpinan pe­ne­gak hu­kum.

“Harus dipastikan, saksi atau tersangka. Sebab, ini ber­kenaan dengan nama baik se­se­orang. Jangan diperlakukan tidak sesuai hukum,” ujarnya. [Harian Rakyat Merdeka]


Populer

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Terlibat TPPU, Gus Yazid Ditangkap dan Ditahan Kejati Jawa Tengah

Rabu, 24 Desember 2025 | 14:13

UPDATE

Bank Mandiri Berikan Relaksasi Kredit Nasabah Terdampak Bencana Sumatera

Jumat, 26 Desember 2025 | 12:12

UMP Jakarta 2026 Naik Jadi Rp5,72 Juta, Begini Respon Pengusaha

Jumat, 26 Desember 2025 | 12:05

Pemerintah Imbau Warga Pantau Peringatan BMKG Selama Nataru

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:56

PMI Jaksel Salurkan Bantuan untuk Korban Bencana di Sumatera

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:54

Trump Selipkan Sindiran untuk Oposisi dalam Pesan Natal

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:48

Pemerintah Kejar Pembangunan Huntara dan Huntap bagi Korban Bencana di Aceh

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:15

Akhir Pelarian Tigran Denre, Suami Selebgram Donna Fabiola yang Terjerat Kasus Narkoba

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:00

Puan Serukan Natal dan Tahun Baru Penuh Empati bagi Korban Bencana

Jumat, 26 Desember 2025 | 10:49

Emas Antam Naik, Buyback Nyaris Tembus Rp2,5 Juta per Gram

Jumat, 26 Desember 2025 | 10:35

Sekolah di Sumut dan Sumbar Pulih 90 Persen, Aceh Menyusul

Jumat, 26 Desember 2025 | 10:30

Selengkapnya