Berita

Mahfud MD

Wawancara

WAWANCARA

Mahfud MD: Kami Menyidangkan UU Pemilu Setelah Presiden Tanda Tangan

SENIN, 23 APRIL 2012 | 08:45 WIB

RMOL.Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD mempersilakan siapa saja yang ingin mengajukan judicial review Undang-Undang Pemilu.

“Itu hak setiap organisasi dan setiap warga negara untuk mengajukan gugatan kalau ada Undang-Undang yang merugikan hak konstitusional mereka,” kata Mahfud MD kepada Rakyat Merdeka, di Jakarta, kemarin.

Seperti diketahui partai non parlemen secara resmi mengaju­kan judicial review terhadap Pa­sal 8 Ayat 1 dan Pasal 208 UU Pemilu ke Mahkamah Konstitusi.

Mereka menilai, kedua pasal tersebut bertentangan dengan kons­titusi dan UUD 1945. Mereka juga berharap MK seba­gai benteng terakhir konstitusi dapat membatalkan dua pasal itu.

Mafud MD selanjutnya menga­takan, pihaknya akan menilai apa­kah benar UU yang dipersoal­kan itu melanggar konstitusi atau tidak. “Ukurannya tetap pada konstitusi,” ujarnya.

Berikut kutipan selengkapnya:

Kira-kira  gugatan mereka di­kabulkan?

Itu tergantung. MK itu bisa mengambulkan permohonan atau gugatan itu kalau benar-benar melanggar konstitusi. Tetapi MK juga bisa menolak gugatan itu kalau UU yang digugat ternyata sudah tidak melanggar konstitusi.

Tidak melanggar konstitusi ini sering kali karena pilihan politik yang tidak menyenangkan orang. Tapi tidak melanggar konstitusi. Ada juga yang seperti itu, se­hingga di dalam hukum itu ada istilah open legal policy.

Maksudnya?

Artinya pilihan politik hukum yang terbuka yang kalau diatur dengan cara apapun, ya konsti­tu­sional. Misalnya, pemilihan ke­pada daerah yang dipilih secara demokratis. Artinya, bisa pemili­han langsung atau melalui DPRD. Itulah pilihan politik yang terbuka dan itu boleh dilakukan.

Contoh lainnya, jika jumlah kursi di DPR sebanyak 560 kursi yang diperebutkan dalam pemilu, itu nggak bisa digugat ke MK. Karena jumlah se­banyak 560 kursi atau 600 itu terserah DPR dan peme­rin­tah. Jum­lahnya be­rapa, itu tidak me­langgar kons­titusi.

Hal semacam itu akan di­jadi­kan uku­ran MK?

Ya, kami akan mengu­kur itu. Apakah yang diper­soal­kan itu benar ada pelanggaran konstitu­sio­nal atau berupa pilihan politik terbuka. Itu akan menen­tukan permohonannya di­kabul­kan atau tidak. Pada dasar­nya kami tunggu saja gugatan itu.

Bukannya MK sudah mene­rima gugatan dari 22 Parpol me­ngenai UU Pemilu itu?       

Secara resmi kami belum me­nerima. Kan Undang-Undangnya harus ditandatangani Presiden dulu. Kalau Undang-Undangnya sudah resmi, baru diajukan. Se­telah itu kami menyidangkannya.

Mereka sudah mendaftar per­mohonan uji materi itu ke MK, apa itu bukan gugatan?

Kami terima sebagai informasi tetapi bukan sebagai gugatan. Kan harus dilampirkan Undang-Undang yang digugat itu.

Sementara ini, kan masih pengumuman saja. Tetapi hal se­macam itu tidak apa-apa, subs­tan­sinya kita tunggu saja.

Berapa lama MK akan me­nguji?

Tergantung kasusnya. Kalau kasusnya berat bisa 1-2 tahun. Misalnya pihak yang bersang­kutan minta sidang terus, untuk mengajukan saksi atau ahli, ya kita turuti saja.

Tapi ada kasus yag hanya di­tangani dua minggu sudah sele­sai. Ini tergantung isinya juga. Ada juga yang sidangnya hingga 15 kali, karena permintaan yang berperkara. Nanti tergantung dari yang berperkara saja.

Bagaimana MK menilai pa­sal yang dipersoalkan oleh 22 parpol itu?

Saya nggak tahu. Isinya seperti apa kan belum tahu. Saya kan nggak boleh menilai mengenai masalah apa yg dipersoalkan orang sebelum hal itu benar-be­nar dipersoalkan.

Tapi pedomannya, judicial re­view itu bisa ditolak atau dikabul­kan jika Undang-Undang yang dipersoalkan itu betul-betul me­langgar konstitusi.

Masa sih Anda belum tahu ma­terinya seperti apa?

Kita lihat perkembangnnya saja. Saya belum tahu materinya secara pasti. Saya tahunya dari koran. Itu pun hanya sekilas.

Para penggugat ini merasa ya­kin tuntutan nereka dikabul­kan MK, komentar Anda?

Memang setiap orang yang mengajukan gugatan harus yakin akan menang sehingga harus membuat dalil dan argumen yang kuat. Tapi saya juga yakin bahwa semua hakim MK akan menilai fakta hukum dan memutus sesuai dengan konstitusi secara indepen­den. Nanti fakta hukum yang me­nentukan. [Harian Rakyat Merdeka]



Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Kejagung Copot Kajari Kabupaten Tangerang Afrillyanna Purba, Diganti Fajar Gurindro

Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

UPDATE

Investigasi Kecelakaan Jeju Air Mandek, Keluarga Korban Geram ? ?

Sabtu, 27 Desember 2025 | 17:52

Legislator Nasdem Dukung Pengembalian Dana Korupsi untuk Kesejahteraan Rakyat

Sabtu, 27 Desember 2025 | 17:43

Ledakan Masjid di Suriah Tuai Kecaman PBB

Sabtu, 27 Desember 2025 | 16:32

Presiden Partai Buruh: Tidak Mungkin Biaya Hidup Jakarta Lebih Rendah dari Karawang

Sabtu, 27 Desember 2025 | 16:13

Dunia Usaha Diharapkan Terapkan Upah Sesuai Produktivitas

Sabtu, 27 Desember 2025 | 15:26

Rehabilitasi Hutan: Strategi Mitigasi Bencana di Sumatera dan Wilayah Lain

Sabtu, 27 Desember 2025 | 15:07

Pergub dan Perda APBD DKI 2026 Disahkan, Ini Alokasinya

Sabtu, 27 Desember 2025 | 14:52

Gebrakan Sony-Honda: Ciptakan Mobil untuk Main PlayStation

Sabtu, 27 Desember 2025 | 14:24

Kebijakan Purbaya Tak Jauh Beda dengan Sri Mulyani, Reshuffle Menkeu Hanya Ganti Figur

Sabtu, 27 Desember 2025 | 14:07

PAN Dorong Perlindungan dan Kesejahteraan Tenaga Administratif Sekolah

Sabtu, 27 Desember 2025 | 13:41

Selengkapnya