ilustrasi
ilustrasi
RMOL. Isu primordialisme selalu muncul dalam setiap momen pemilihan umum dan pemilihan kepala daerah, terlebih untuk pilkada Jakarta yang penduduknya sangat majemuk. Sebagai fenomena politik, munculnya isu primordialisme ini sangat wajar. Karena di mana pun, fenomena semacam ini ada, termasuk di negara-negara maju.
Hal itu disampaikan pengamat politik Abdul Rohim Ghazali kepada Rakyat Merdeka Online pagi ini (Minggu, 22/4).
Pertanyaan apakah isu primordialisme ini penting, jawabannya menurut Rohim, penting bagi para calon kepala daerah untuk dijadikan alat mengikat suara pemilih. Sepanjang proporsional, baginya, tidak ada masalah isu primordialisme digunakan.
"Isu primordial menjadi negatif pada saat dipakai untuk mendiskreditkan lawan politik," sambung peneliti di The Indonesian Institute ini.
Kepada para pemilih, Rohim menyarankan, seyogianya tidak menjadikan isu primordial sebagai alasan untuk memilih. Dengan begitu, para calon akan berhenti menggunakan isu primordial dalam menarik dukungan. Karena, sepanjang pemilih menggunakan isu primordial sebagai alasan untuk memilih, selama itu pula isu primordial akan digunakan sebagai alat kampanye para kandidat.
"Di negeri yang tengah berusaha membangun demokrasi pluralis seperti Indonesia,
eksploitasi primordialisme tidak konstruktif. Karena berpotensi mengancam kebhinekaan yang menjadi salah satu pilar kebangsaan kita," demikian Rohim. [zul]
Populer
Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33
Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10
Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37
Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35
Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29
Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07
Sabtu, 20 Desember 2025 | 09:26
UPDATE
Rabu, 24 Desember 2025 | 00:10
Rabu, 24 Desember 2025 | 00:01
Selasa, 23 Desember 2025 | 23:51
Selasa, 23 Desember 2025 | 23:40
Selasa, 23 Desember 2025 | 23:26
Selasa, 23 Desember 2025 | 23:07
Selasa, 23 Desember 2025 | 23:01
Selasa, 23 Desember 2025 | 22:54
Selasa, 23 Desember 2025 | 22:31
Selasa, 23 Desember 2025 | 22:10