RMOL. Seorang pria mengenakan seragam biru duduk di belakang meja bertuliskan “P1 Seiscomp3â€. Pria ini terus menatap ke layar komputer yang menampilkan gambar kepulauan Indonesia. Gambar pulau Sumatera terlihat diperbesar.
Selama satu jam, pria ini sibuk melakukan analisa terhadap tampilan yang ada di layar itu. Sesekali pria ini melihat ke arah depan dimana terdapat dua layar ukuran besar. Layar sebelah kiri yang menampilkan gambar peta kepulauan Indonesia berikut intensitas gempa yang terjadi.
“Meja P1 itu merupakan temÂpat pertama yang harus bekerja keÂtika gempa terjadi. Karena tuÂgasnya untuk mendeteksi keÂkuaÂtan dan sumber gempa yang terÂjadi,†jelas Titi Handayani, staf Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG).
Seperti diketahui, Rabu sore (11/4) gempa berkekuatan 8,5 SR mengguncang Simeuleue dan Banda Aceh. Lindu yang terjadi pukul 15.30 WIB itu berpotensi tsunami. Pusat gempa terletak di kedalaman 10 kilometer di 364 kilometer Barat Daya Kabupaten Simeulue, 434 kilometer Barat Daya Meulaboh, dan sekitar 443 kilometer dari Banda Aceh deÂngan pusat koordinat 2,31 derajat Lintang Utara (LU) dan 92,67 derajat Bujur Timur.
Sehari paska gempa besar itu BMKG terus melansir informasi gempa susulan yang melanda wiÂlayah pulau Sumatera. Informasi itu dilansir dari kantor BMKG di Jalan Angkasa I Nomor 2 KeÂmaÂyoran, Jakarta Pusat.
Ruangan pemantauan gempa berada di lantai dua gedung yang terletak di sebelah kanan dari pinÂtu masuk. Aktivitas di dalam ruaÂngan ini tak bisa dilihat. Sebab, hanya staf BMKG yang boleh masuk ke dalam.
Naik ke lantai tiga terlihat beÂbeÂrapa ruangan yang bentuk dan ukurannya nyaris sama. Aktivitas staf yang memantau gempa bisa dilihat dari ruangan yang terletak di tengah. Ruangan ini biasa diÂpakai BMKG saat menggelar konferensi pers.
Memasuki ruangan ini, terlihat dinding kaca besar. Dari sini bisa terlihat aktivitas di ruangan peÂmantauan gempa di lantai dua. Termasuk staf yang sedang menganalisa data di meja P1 Seiscomp3
Di balik dinding kaca terdapat ruangan besar yang diberi nama Warning Room Ina TEWS. Ina TEWS adalah kependekan dari Indonesia Tsunami Early WarÂning System. Pendek kata di sinilah otak dari Pusat Gempa Nasional.
“Ruangan inilah yang terus memantau terjadinya gempa di seÂjumlah wilayah tanah air, terÂmasuk Aceh dan sekitarnya. Ruangan ini terkoneksi dengan seluruh BMKG yang ada di daeÂrah, negara lain dan juga media televisi,†jelas Titi.
Dua layar ukuran besar dipaÂsang di dinding depan. Berhadap-hadapan dengan delapan meja panjang berbentuk melengkung. Dua layar besar ini mengapit layar kecil yang berisi informasi perhitungan waktu.
Layar di tengah ini juga meÂnamÂpilkan gambar suasana di pinggir laut di empat tempat berÂbeda. “Saat ini kami sedang panÂtau dua laut di wilayah Aceh, MeÂÂdan dan Bali. Terkadang laÂyar itu juga menamÂpilkan gamÂbar pingÂgiran laut di daerah lain,†jelas Titi.
Di dinding bagian kiri dan kanan dipasang 10 televisi layar datar berukuran 28 inci. SeÂmuaÂnya menyala, menampilkan gambar siaran 10 stasiun televisi yang berbeda.
“Di ruangan itu kami memiliki koneksi dengan hampir seluruh jaringan TV nasional di IndoÂnesia. Maka ketika terjadi gempa, melalui ruangan ini kami bisa sampaikan informasi ke seluruh televisi nasional,†kata Tati.
Kenapa meja di ruang peÂmanÂtauan banyak yang kosong? MeÂnuÂrut wanita berkerudung biru itu, bila terjadi gempa besar dua staf akan siaga di setiap meja unÂtuk melakukan pemantauan. SeÂtelah intensitas gempa mereda, cuÂkup satu staf saja yang memantau.
Titi membantah meja yang kosong menandakan penurunan aktivitas pemantauan gempa. Kata dia, ada dan tidak ada gemÂpa, pemantauan di ruangan ini berlangsung 24 jam dalam sehari tanpa kenal libur.
“Staf yang bekerja di ruangan ini dibagi dua shift. Satu shift lama kerjanya 12 jam. Hari Sabtu dan Minggu ataupun hari besar lainnya, ruangan ini tetap beÂkerja,†kata wanita berkulit sawo matang ini.
Selain memantau dengan memperhatikan layar besar di depan ruangan maupun di meja P1, menurut Tuti, ruangan ini juga dilengkapi sirine yang akan berbunyi otomatis ketika terjadi gempa berkekuatan besar.
“Jadi, tidak perlu semua petuÂgas terus stand by di mejanya maÂsing-masing. Sebab akan nada siÂrine yang memberitahu ketika gemÂpa terjadi. Namun untuk meja P1, tetap harus ditunggu petuÂgas, minimal 1 orang,†jelas Titi.
Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana Sutopo Purwo Nugroho mengatakan gempa yang melanda pulau SuÂmaÂtera Rabu lalu hanya meÂnyebabkan tsunami kecil. Sebab, pusat gempa di luar zona subÂduksi atau tempat bertemunya dua lempeng.
Gempa pertama yang berskala besar dan sejumlah gempa susuÂlan terjadi di sebelah barat zona subÂduksi, menjauh dari daratan PuÂlau Sumatera.
Kata dia, gempa kali ini berÂbeda dari gempa yang melanda Aceh pada 2004. Gempa yang berÂpusat di luar zona subduksi teÂtap berpotensi tsunami tapi kecil. “Gempa juga terjadi akibat sesar geser, bukan naik atau turun,†ujar Sutopo menambahkan.
Ia menjelaskan, ada tiga geÂrakan sesar, yakni vertikal, horiÂzontal, dan miring (oblique). GeÂrak sesar vertikal lebih berpotensi mengakibatkan tsunami. Pada gempa kali ini, gerak sesarnya miring. Didominasi gerak sesar datar. Tetap bisa menyebabkan tsunami tapi sangat kecil.
Berdasarkan pemantauan BMKG, tsunami yang melanda Meulaboh pada pukul 17.04 WIB hanya setinggi 80 centimeter. EmÂpat menit sebelumnya, SaÂbang dilanda tsunami setinggi enam centimeter.
Pemantauan Bakosurtanal tak jauh berbeda. Di Meulaboh, tingÂgi tsunami 1,02 meter. Di Lahewa (Nias Utara) 1 meter.
5 Meninggal Karena Jantungan Dan Syok
Badan Nasional PenangguÂlangan Bencana (BNPB) mÂeÂnyatakan gempa dengan keÂkuatan 8,5 SR yang melanda Aceh dan sekitarnya menelan korban jiwa.
BNPB mencatat lima orang meninggal dunia. Namun keÂlima korban jiwa itu meninggal bukan disebabkan langsung gemÂpa yang terjadi. Mereka meÂninggal akibat serangan janÂtung dan syok saat terjadi gempa.
Kelima korban tewas terÂseÂbar di sejumlah tempat. SeÂorang di Banda Aceh, seorang di Lhoksemauwe, dua di KabuÂpaten Aceh Besar, dan seorang di Kabupaten Aceh Barat Daya.
Kelima korban meninggal Yatim Kulam (70 tahun), FauÂziah (60) tahun), M Yusuf (70 tahun), Hatijah Hamid (70 taÂhun) dan satu orang yang belum diketahui namanya.
Sementara itu, Pangdam I Bukit Barisan Mayor Jenderal Lodewijk F Paulus, mÂengaÂtaÂkan, gempa yang melanda Aceh tidak menimbulkan kerusakan maupun menyebab jatuh korÂban jiwa langsung.
Pangdam segera memantau dengan pesawat udara ke wiÂlaÂyah yang dilanda gempa setelah melakukan gelar pasukan peÂngamanan Wapres Boediono di Medan, Sumatera Utara.
Bekerja sama dengan PangÂkalan Udara (Lanud) Medan, piÂhaknya menyisir wilayah SuÂmatera bagian utara dan hamÂpir seluruh wilayah Aceh, terÂutaÂma di Simeulue yang menÂjadi pusat gempa.
Menurut Pangdam, prajurit Lanud Medan telah meninjau ke Simeulue. Tidak ditemukan kerusakan akibat gempa. “SiÂmeulue memiliki protap (prÂoÂseÂdur tetap) yang bagus (mengÂhaÂdaÂpi gempa),†katanya.
Dipasang Enam Alat Pemantau, Bali Aman Dari Tsunami
Tak lama setelah gempa besar melanda pulau Sumatera bereÂdar kabar bahwa Bali juga akan diterjang tsunami. Kabar ini meÂnyebar lewat jaring sosial dan membuat resah.
Badan Meteorologi, KliÂmaÂtoÂlogi dan Geofisika (BMKG) WiÂlayah III Denpasar meÂmasÂtikan alat peringatan tsunami yang dipasang di enam lokasi beÂrÂfungsi baik. Alat itu rutin dicek.
“Kami secara rutin mencoba alat tersebut setiap bulan tangÂgal 26 guna mengetahui kinerÂjanya,†kata Kepala BMKG Denpasar, I Wayan Suardana, kemarin.
Setiap uji coba, alat peÂrinÂgaÂtan tsunami tersebut berfungsi baik. Alat itu dipasang di sekitar Sanur, Tanjung Benoa, SeÂmiÂnyak, Kuta, Kedonganan dan Nusa Dua. â€Alat tersebut akan memberikan sinyal peringatan jika terjadi gempa di lautan deÂngan kekuatan di atas 7 Skala Richter,†ujarnya.
Wayan menjelaskan bila ada gempa yang berpusat di laut dangkal, software khusus di BMKG akan memberikan peringatan. “Peringatan terseÂbut akan munÂcul lima menit setelah terÂjadi gempa dengan indikasi seÂperti itu,†ujarnya.
Menurut dia, informasi peÂriÂngatan tsunami hanya disamÂpaiÂkan ke pihak terkait. Untuk evakuasi penduduk menjadi tanggung jawab Pusat PeÂngenÂdalian Operasional (Pusdalops) Penanggulangan Bencana.
‘’Ada waktu sekitar 15-20 menit bagi pihak terkait untuk mengevakuasi penduduk dari wilayah pantai jika terjadi peÂringatan tsunami,†kata Wayan.
Wah, Peringatan Dini TsuÂnami Bermasalah Wakil PreÂsiÂden Boediono mengakui ada masalah pada sirine peringatan tsuÂnami saat gempa melanda pulau Sumatera Rabu lalu. BoeÂdiono meminta daerah yang raÂwan gempa agar lebih waspada.
“Ada beberapa masalah. MaÂsalah kepanikan, masalah sirine yang tidak jalan,†ujar BoeÂdiÂoÂno usai kunjungan ke Bandara Kualanamu, Sumatera Utara, kemarin.
Tidak hanya masalah sirine, Boediono juga menyebut ada masalah pada alat pelampung yang dipasang di laut. Alat itu belum menyambung ke satelit. Padahal, alat ini berfungsi sebaÂgai peringatan dini tsunami.
“Jadi intinya (ini) pelajaran bagÂi Aceh dan daerah rawan yang rawan gempa,†kata Boediono.
Boediono bersyukur gempa besar yang melanda Aceh dan wilayah lainnya di Sumatera tiÂdak banyak menelan korban.
Berkaca dari pengalaman, Boediono meminta daerah seÂperti Mentawai dan Padang teÂrus meningkatkan kewasÂpadaan terhadap gempa. [Harian Rakyat Merdeka]
Populer
Selasa, 08 Oktober 2024 | 10:03
Senin, 07 Oktober 2024 | 04:21
Senin, 30 September 2024 | 05:26
Sabtu, 05 Oktober 2024 | 03:45
Rabu, 09 Oktober 2024 | 01:53
Rabu, 09 Oktober 2024 | 06:46
Rabu, 09 Oktober 2024 | 02:35
UPDATE
Kamis, 10 Oktober 2024 | 18:05
Kamis, 10 Oktober 2024 | 18:04
Kamis, 10 Oktober 2024 | 17:58
Kamis, 10 Oktober 2024 | 17:42
Kamis, 10 Oktober 2024 | 17:28
Kamis, 10 Oktober 2024 | 17:28
Kamis, 10 Oktober 2024 | 17:23
Kamis, 10 Oktober 2024 | 17:11
Kamis, 10 Oktober 2024 | 16:59
Kamis, 10 Oktober 2024 | 16:44