ilustrasi
ilustrasi
RMOL. Status bekas Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari dalam kasus korupsi di Departemen Kesehatan yang ditangani Bareskrim Polri, sempat simpang siur. Ada yang bilang, anggota Dewan Pertimbangan Presiden itu sudah berstatus tersangka.
Tapi, saat dikonfirmasi, Direktur Tindak Pidana Korupsi BaresÂkrim Polri Brigjen Noer Ali tidak mau menjawab, apakah Siti berÂstatus saksi atau sudah menjadi terÂsangka. Ali beralasan, pihakÂnya masih menggodok hal terseÂbut.
“Saya tidak kompeten memÂbeÂrikan keterangan. Saya sudah samÂpÂaikan datanya ke KadivÂhumas,†ujarnya saat dihubungi, kemarin sore.
Ali juga tidak mau merinci mengenai informasi apakah yang telah dikorek jajarannya dari Siti. Akan tetapi, sumber di lingÂkuÂngan Tipikor Bareskrim Polri mengÂinformasikan, Siti datang ke Bareskrim tiga hari lalu. Menurut sumber itu, Siti menjelaskan meÂngenai mekanisme pelaksanaan proyek pengadaan alat kesehatan di Departemen Kesehatan. “Dia diÂmintai keterangan terkait pengaÂdaan alkes tahun 2005,†katanya.
Keterangan Siti dianggap penÂting bagi penyidik. “Kita ingin meÂngetahui mekanisme tender yang menggunakan mekanisme peÂnunjukkan langsung,†ucapnya.
Namun, dia tidak mau bicara seÂcara detail mengenai materi peÂmeriksaan Siti. Yang jelas, tamÂbahÂnya, ada dugaan kesalahan proÂsedur dalam proyek tersebut.
Sumber lain di Tipikor BaÂresÂkrim menambahkan, penjelasan tentang status Siti tercantum daÂlam surat panggilan saksi-saksi. “Para saksi dipanggil untuk diÂmintai keterangan dugaan keÂteÂÂrÂlibatan tersangka bekas Menkes dalam kasus alkes tahun 2005,†tegasnya.
Apa yang disampaikan sumber itu, senada dengan kesaksian Mulya Hasmy, bekas Kepala Pusat Penanggulangan Masalah KeÂsehatan Departemen KeseÂhatan di Pengadilan Tindak PiÂdana Korupsi (Tipikor), Jakarta, kemarin.
Mulya menjadi saksi untuk terÂdakwa M Naguib, yang pada proÂyek itu adalah Direktur PeÂmaÂsaÂran salah satu anak perusahaan PT Indofarma. Naguib disidang dengan agenda pemeriksaan sakÂsi. Informasi Siti telah berstatus tersangka terungkap ketika salah satu penasihat hukum terdakwa, menanyakan kapan Mulya diÂperiksa di Mabes Polri.
“Kapan saksi terakhir diperiksa penyidik Bareskrim Mabes Polri, dan dalam kaitan apa,†tanya peÂnaÂsehat hukum. “Saya diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Siti Fadilah Supari, sekitar dua pekan lalu†jawab Mulya.
Tapi, Kepala Divisi Humas Polri Irjen Saud Usman Nasution menyatakan, status Siti belum tersangka. “Sampai saat ini beÂlum tersangka. Kami akan klaÂrifikasi apakah memenuhi unsur atau tidak,†katanya, saat diÂhuÂbungi, tadi malam.
Dia menambahkan, Mabes Polri sudah menetapkan empat tersangka kasus pengadaan alkes tahun anggaran 2005 itu. â€Yaitu MH selaku Pejabat Pembuat KoÂmitmen, HS Ketua Panitia PeÂngaÂdaan, MN Direktur Operasional PT I yang juga pemenang lelang, dan MS Dirut PT Minute sebagai sub kontraktor,†paparnya.
Namun, sumber di Kejaksaan Agung menyatakan, pihaknya suÂdah menerima Surat PembÂeÂriÂtaÂhuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) dari kepolisian dengan nama Siti Fadilah Supari, dalam perkara korupsi alat-alat keÂseÂhatan (alkes). “Kami sudah teÂriÂma SPDP-nya. Selanjutnya, kami menungÂgu berkasnya,†ujarnya, tadi malam.
Bahkan, menurutnya, jaksa peneliti perkara tersebut juga suÂdah ditunjuk. “Sudah ada jaksa peÂnelitinya,†ujar sumber terseÂbut. Sementara itu, Siti tidak meÂngangkat teleponya saat akan diÂkonfirmasi. Hingga berita ini diÂturunkan, SMS yang dikirim pun belum dibalas.
REKA ULANG
Di KPK, Siti Berstatus Saksi
Kasus-kasus korupsi di DeÂparÂtemen Kesehatan (kini KeÂmenterian Kesehatan), bukan haÂnya ditangani KPK, tapi juga diÂtelisik Mabes Polri dan KeÂjakÂsaan Agung.
Bareskrim Mabes Polri sejak awal 2010 juga menangani kasus korupsi di Departemen KeÂseÂhaÂtan, dengan tersangka pertama Kepala Sub Bagian Program dan AnggaÂran Sekretariat Badan PeÂngemÂbangan dan Pemberdayaan SumÂber Daya Manusia Syamsul Bahri.
Syamsul diduga meÂnyeleÂwengÂkan tender pengadaan alat banÂtu belajar mengajar pendiÂdiÂkan dokter spesialis di rumah saÂkit pendidikan dan rujukan di BaÂdan Pengembangan dan PemÂberÂdayaan Sumber Daya Manusia (BP2SDM) Kemenkes tahun anggaran 2009, senilai Rp 15 miÂliar. Kejaksaan Agung juga meÂnangani kasus korupsi di Depkes, dengan tersangka, antara lain Syamsul itu.
Sedangkan di KPK, tiga terÂsangÂka kasus pengadaan alat keÂsehatan, yakni bekas Sekretaris Ditjen Bina Pelayanan Medik DepÂkes Mulya A Hasjmy, bekas SekÂreÂtaris Ditjen Bina Pelayanan MeÂdik KeÂmenÂterian Kesehatan Ratna Dewi Umar dan bekas KeÂpala Pusat PeÂnangÂgulangan KriÂsis Depkes Rustam Syarifuddin Pakaya.
Terkait penanganan kasus ini, bekas Menkes Siti Fadilah Supari sudah lebih dari sekali dimintai keterangan di KPK. Tapi hingga kemarin, status anggota Dewan Pertimbangan Presiden ini di KPK, saksi, bukan tersangka.
Siti diperiksa sebagai saksi di KPK antara lain pada pada Rabu, 11 Januari 2012. “Ibu Siti Fadilah SuÂpari dipanggil sebagai saksi unÂtuk tersangka Sesditjen Bina PeÂlayanan Medik tahun 2006,†ujar Kepala Biro Humas KPK JoÂhan Budi Sapto Prabowo, saat itu.
Hari itu, Siti tiba di Gedung KPK, Jalan Rasuna Said, KuniÂngan, Jakarta Selatan pada pukul 9 pagi. Siti yang mengenakan baÂtik warna krem dipadu rok hitam, kemudian bergegas memasuki ruang tunggu pemeriksaan.
Diperiksa selama empat jam 20 menit, Siti keluar Gedung KPK pada pukul 13.20 WIB. Dia engÂgan berkomentar banyak mengeÂnai pemeriksaan yang telah diÂlaluinya. “Saya diperiksa sebagai saksi tentang proyek flu burung tahun 2006,†ujarnya Siti seusai pemeriksaan.
Siti mengaku telah menjawab perÂtanyaan penyidik KPK apa adaÂnya. Akan tetapi, dia tidak mau menjelaskan secara rinci meÂngenai pemeriksaan tersebut.
“Saya sampaikan apa adanya saja. Tersangkanya eselon II,†ujarnya. Sedangkan Sutedjo YuÂwono, bekas Sekretaris Menteri Koordinator Kesejahteraan RakÂyat Aburizal Bakrie telah menjadi terÂpidana perkara ini.
Status Mesti Jelas Saksi Atau Tersangka
Deding Ishak, Anggota Komisi III DPR
Anggota Komisi III DPR Deding Ishak menyampaikan, azas praduga tidak bersalah dalam proses hukum mesti ditegakkan.
“Kalau memang ada dua alat bukti yang kuat dan sesuai prosedur hukum acara pidana, tak masalah seseorang diteÂtapÂkan sebagai tersangka. Tapi, jaÂngan lupa, penegak hukum mesÂti profesional dan proÂpoÂrÂsional,†katanya, kemarin.
Selanjutnya, ingat Deding, peÂnegak hukum mesti transÂpaÂran kepada masyarakat. “Sebab, publik juga harus tahu proses hukum yang sebenarnya. Biar tidak ada kecurigaan adanya perÂmainan,†ujarnya.
Artinya, pimpinan penegak hukum harus berterus terang kepada masyarakat mengenai status seseorang dalam sebuah perkara, apakah saksi atau suÂdah menjadi tersangka. Tak peÂduli orang itu pejabat, bekas peÂjaÂbat negara atau masyarakat biasa.
Soalnya, lanjut Deding, proÂses hukum tidak boleh disÂkriÂminatif. Masyarakat harus diÂyakinkan bahwa hukum itu berÂlaku sama bagi semua orang. “Tidak boleh tebang pilih. SeÂmua sama di muka hukum,†tanÂdas anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar ini.
Kepastian hukum, ingat DeÂding, harus dijamin. Bila tidak, maka sampai kapan pun proses huÂkum akan dicurigai masyaÂraÂkat. “Azas kesamaan dan keÂpasÂtian hukum perlu ditegakkan. Itu harus ditunjukkan kepada publik, agar masyarakat perÂcaya ada penegakan hukum,†sarannya.
Pimpinan penegak hukum, katanya, harus bertanggung jaÂwab atas proses hukum yang sudah terjadi. “Itu semua harus dipertanggungjawabkan. PeÂneÂgakan hukum harus ada keÂjeÂlaÂsan,†ujarnya.
Kasus Alkes Mencurigakan
Alvon Kurnia Palma, Ketua YLBHI
Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Alvon Kurnia Palma menyampaikan, informasi mengenai penetapan status huÂkum harus jelas dan pasti. Bila terjadi kesimpangsiuran, peneÂgak hukum harus memberikan kepastian.
Sepanjang dilakukan aparat huÂkum yang berwenang sesuai prosedur, kata Alvon, adalah sah menetapkan status seseÂorang sebagai tersangka. “ApaÂkah prosedur sudah dipenuhi, apakah sudah ada dua alat bukti yang kuat. Kalau ada, berarti benar. Persoalannya, meÂngapa tidak diungkapkan atau dipasÂtiÂkan penegak huÂkum,†herannya.
Menurut Alvon, mencuriÂgaÂkan bila yang mengungkapkan penetapan status tersangka seÂseÂorang adalah saksi atau terÂdakwa di persidangan. “Justru kita jadi bertanya-tanya meÂngeÂnai perjalanan kasus ini. PeÂneÂgak hukum harus meÂnyamÂpaÂiÂkan kepada masyarakat, mana yang benar,†sarannya.
Apalagi, kesimpangsiuran meÂngenai status seseorang daÂlam sebuah kasus, akan meÂruÂgiÂkÂan nama baik orang tersebut. LanÂtaran itu, status seseorang daÂlam sebuah kasus, harus diÂpasÂtikan pimpinan penegak huÂkum.
“Harus dipastikan, saksi atau tersangka. Sebab, ini berkenaan dengan nama baik seseorang. Jangan diperlakukan tidak sesuai hukum,†ujarnya.
Alvon juga menyarankan agar pihak Siti Fadillah meÂnyamÂpaikan, benar atau tidak dia sudah ditetapkan sebagai tersangka. “Sebab, bila benar jadi tersangka, pasti yang berÂsangkutan diberi surat dan keÂterangan resmi dari penyidik,†ucapnya.
Tapi, bila yang menyebut staÂtus orang lain sebagai terÂsangÂka, padahal orang itu bukan dari lembaga resmi penegak hukum, maka perlu dipertanyakan. “TenÂtu saja menjadi pertanyaan. Kok, bisa seseorang menyebut status orang lain sebagai terÂsangÂka, dari mana dia tahu? Ini haÂrus ditelusuri,†katanya. [Harian Rakyat Merdeka]
Populer
Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16
Senin, 22 Desember 2025 | 17:57
Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33
Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10
Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37
Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07
Rabu, 24 Desember 2025 | 14:13
UPDATE
Jumat, 26 Desember 2025 | 01:59
Jumat, 26 Desember 2025 | 01:39
Jumat, 26 Desember 2025 | 01:16
Jumat, 26 Desember 2025 | 00:55
Jumat, 26 Desember 2025 | 00:36
Jumat, 26 Desember 2025 | 00:16
Kamis, 25 Desember 2025 | 23:58
Kamis, 25 Desember 2025 | 23:32
Kamis, 25 Desember 2025 | 23:15
Kamis, 25 Desember 2025 | 22:52