Fahd A Rafiq
Fahd A Rafiq
RMOL. KPK belum menaikkan kasus suap pengalokasian Dana Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah (DPPID) Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam tahun 2011, dengan tersangka bekas anggota Badan Anggaran DPR Wa Ode Nurhayati ke penuntutan.
Kepala Biro Humas KPK JoÂhan Budi Sapto Prabowo meÂnyamÂpaikan, pihaknya masih menÂdalami dan melengkapi bukÂti-bukti dan kelengkapan berkas lainnya. “Belum masuk ke tahap penuntutan, belum P21,†ujarnya, kemarin.
Johan menyampaikan, pihakÂnya masih melakukan penyidikan lanjutan. KPK juga belum meÂnemukan adanya bukti kuat untuk menetapkan tersangka baru daÂlam kasus ini. “Belum ada teÂrÂsangka baru,†ujarnya.
Terkait kasus ini, kemarin KPK memanggil dan memeriksa peÂnguÂsaha yang juga kader Partai Golkar Haris Surahman. Haris dimintai keterangan sebagai saksi untuk tersangka Wa Ode NurÂhaÂyati. “Yang bersangkutan diÂminÂtai keterangan sebagai saksi bagi WON,†kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Informasi KPK Priharsa Nugraha.
Dalam kasus ini, Haris diduga menÂjadi perantara penyerahan uang Rp 6 miliar dari rekannya, Fahd A Rafiq, kepada Wa Ode seÂlaku anggota Badan Anggaran DPR. Uang tersebut diduga berÂkaitan dengan pengalokasian dana PPID untuk tiga kabupaten di Aceh.
Sehari sebelumnya, pada Senin malam (9/4), Fahd A Rafiq juga diÂperiksa di KPK. Fahd heran meÂngapa KPK belum meneÂtapÂkan Haris Surahman sebagai terÂsangka dalam kasus ini. Ia meÂnuÂding ada keterlibatan Haris dalam pemberian suap alokasi dana PPID untuk Aceh tahun 2011.
“Haris sangat dekat dengan saya, dan saya tidak ada uruÂsanÂnya dengan Wa Ode. Saya kaget keÂtika Haris belum ditetapkan seÂbagai tersangka,†kata Fahd.
Fahd menyebut Haris sebagai broÂker proyek di DPR. Haris dicegah bepergian ke luar negeri oleh KPK. Beberapa waktu lalu Haris melapor kepada KPK mengenai ancaman yang diterima dirinya dan keluarganya terkait kasus PPID.
Seusai pemeriksaan, Haris meÂngatakan, dirinya hanya memÂbeÂriÂkan keterangan terkait Wa Ode dan Fahd. “Intinya saya memeÂnuÂhi panggilan KPK untuk meÂlengkapi keterangan saya seÂbeÂlumnya. Saya sebagai saksi daÂlam kasus Wa Ode atas tersangka Fahd Arafiq,†kata Haris di GeÂdung KPK.
Menurut Haris, dalam pemeÂrikÂsaan selama lima jam, dia ditaÂnya penyidik KPK mengenai kroÂnologi pengalokasian dana PPID. “Seperti kronologi tempat dan waktu kejadian. Seputar itu saja yang ditanyakan,†kata Haris.
Selain itu, Haris juga ditanya meÂngenai penyerahan uang kepaÂda anggota Badan Anggaran DPR dari Fraksi PAN, Wa Ode NurÂhaÂyati. Namun Haris tak mau meÂrinci pemberian fee tersebut. “Saya hanya menjelaskan keteÂraÂngan tambahan. Seperti keteÂraÂngan-keterangan terdahulu. UnÂtuk melengkapi saja,†ujarnya.
Dalam kasus ini KPK telah meÂnetapkan Wa Ode dan pengusaha sekaligus kader Golkar, Fahd A Rafiq sebagai tersangka. KeduaÂnya dicegah ke luar negeri oleh KPK bersama Haris dan staf Wa Ode bernama Sefa Yolanda. Dua nama terakhir berstatus sebagai saksi. Wa Ode diduga menerima suap sebesar Rp 6,9 miliar dari Haris Surahman, kader Partai Golkar lainnya.
Uang itu disebut milik Fadh yang diberikan oleh Haris kepada Wa Ode melalui staf Wa Ode, Sefa Yolanda, serta seorang lagi berÂnama Syarif Achmad. Uang terÂsebut dikirim ke rekening Bank Mandiri sebanyak sembilan kali transfer pada 13 Oktober sampai 1 November 2010.
Uang ditransÂfer sekali sebesar Rp 1,5 miliar, dua kali sebanyak Rp 1 miliar, empat kali transfer Rp 500 juta, dan dua kali sebesar Rp 250 juta.
Pemberian uang tersebut diÂduÂga agar Fadh dan Haris menÂdaÂpatÂkan proyek pada tiga kabuÂpaÂten di Aceh, yaitu Aceh Besar, PiÂdie Jaya dan Bener Meriah, serta Kabupaten Minahasa di Sulawesi Utara. Wa Ode disangka menguÂpaÂyakan kabupaten-kabupaten itu agar masing-masing mendapatÂkan alokasi anggaran DPID seÂbesar Rp 40 miliar.
Namun belakangan, pada peÂneÂtapan daerah penerima DPID, hanya dua kabupaten yang diÂakoÂmodasi, Aceh Besar sebesar Rp 19,8 miliar dan Bener MeÂriah Rp 24,75 miliar. Fadh dan Haris kÂemudian menagih Wa Ode agar mengembalikan uang itu.
Untuk tersangka Fahd, KPK belum melakukan penahanan sampai kemarin. Sedangkan Wa Ode yang sudah ditahan, telah membantah menerima suap. TerÂkait penyidikan kasus ini, KPK melakukan pengembangan, menÂcari kemungkinan keterlibatan pihak lain selain Wa Ode dan Fahd. “Kami masih meÂngemÂbangÂÂkan penyidikan,†ujar KaÂhumas KPK.
REKA ULANG
Ketua Banggar DPR Diperiksa KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi kembali memeriksa Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR MelcÂhias Markus Mekeng dan waÂkilÂnya, Mirwan Amir pada Kamis lalu (5/4). Keduanya diperiksa seÂbagai saksi kasus suap terhadap anggota DPR yang pernah duduk di Banggar, Wa Ode Nurhayati.
Namun, Mekeng tidak mau baÂnyak bicara. Dia memilih berÂgeÂgas meninggalkan Gedung KPK seusai dimintai keterangan oleh penyidik. “Saya hanya melengÂkaÂpi berkas soal Wa Ode,†kata poÂlitisi Golkar itu.
Sedangkan MirÂwan Amir meÂngaÂtakan, pemerikÂsaÂan kali ini maÂsih terkait meÂkaÂnisme pemÂbaÂhasan anggaran untuk daerah di APBN. “Masalah pembahasan APBN belanja daerahnya gimaÂna, itu saja,†ucap Mirwan.
Namun, saat ditanya tentang Fadh A Rafiq yang menjadi salah satu tersangka dalam kasus suap itu, Mirwan mengaku tidak meÂngenalnya. “Saya tidak tahu,†kata politisi Partai Demokrat itu. Kepala Biro Humas KPK Johan Budi Sapto Prabowo mengataÂkan, kedua politisi DPR itu diÂperiksa untuk keperluan klarÂifÂiÂkasi tentang kasus yang menyeret Wa Ode.
Hanya saja dengan alaÂsan unÂtuk kepentingan penyiÂdiÂkan, JoÂhan tidak bersedia merinci lebih lanjut. “Ada beberapa inforÂmasi dan data yang perlu kami klariÂfiÂkasi dari Pak Mekeng dan MirÂwan, dan keduanya sudah diminÂtai keterangan pagi sampai siang,†katanya.
Seperti diketahui, awal DeÂsemÂÂber tahun lalu Wa Ode NurÂhayati ditetapkan sebagai terÂsangka kaÂsus suap dana PPID tahun angÂgaÂran 2011. Politisi ParÂtai AmaÂnat Nasional (PAN) itu diduga meÂnerima “hadiah†seÂbesar Rp 6 miliar dari seorang peÂnguÂsaÂha. Uang itu diduga seÂbagai syarat agar Banggar meÂloÂloskan proyek PPID 2011 seÂbeÂsar Rp 40 miliar untuk 3 kaÂbuÂpaten di NAD, yakni Aceh BeÂsar, Bener Meriah dan Pidie.
Dalam beberapa kali kesemÂpaÂtan Wa Ode menyatakan bahÂwa dirinya tak mungkin sendiriÂan meloloskan usulan dana PPID. Wa Ode menyebut adanya keÂterÂliÂbatan para pimpinan Banggar DPR. Dalam kasus ini, KPK juga telah menetapkan saÂlah satu ketua ormas MusyaÂwaÂrah KekeÂluÂarÂgaÂan Gotong RoÂyong (MKGR), Fadh A Rafiq seÂbagai tersangka.
Tak Perlu Sungkan Pada Anggota DPR
Marthin Hutabarat, Anggota Komisi III DPR
Anggota Komisi III DPR Marthin Hutabarat mengingatÂkan, idealnya DPR menjadi conÂtoh bagi masyarakat. Jangan sampai mencuat stigma di maÂsyarakat bahwa anggota DPR menghalang-halangi penguÂsutan perkara korupsi yang meÂnyengÂgol anggota Dewan sendiri.
Jadi, jika ada dugaan keterÂliÂbatan anggota DPR dalam kaÂsus korupsi, hendaknya semua tunduk dengan aturan hukum yang ada. “Anggota DPR harus menjadi panutan buat maÂsyÂaÂrakat,†katanya.
Menilik penanganan dugaan korupsi di Badan Anggaran DPR, Marthin meminta KPK tidak sungkan menindak tiap koÂleganya yang terlibat. SoalÂnya, siapa pun dia, baik maÂsyaÂrakat biasa, politisi atau penyeÂlenggara negara, semua sama kedudukannya dalam hukum. Lantaran itu, tidak boleh ada perbedaan perlakuan terhadap siapa pun.
Dia khawatir, perilaku buruk yang dilakukan oknum-oknum DPR membawa dampak negatif pada konstiuen. “Rakyat keceÂwa dan tersakiti melihat periÂlaÂku korupsi di DPR. Seharusnya jaÂngan sampai menyia-nyiakan keÂpercayaan rakyat,†tandasnya.
Martin menggarisbawahi, jaÂngan sampai DPR teriak-teriak anti korupsi, tapi yang terjadi seÂbaliknya. Citra DPR secara keÂseÂluruhan, tentu akan jatuh jadiÂnya. “Padahal, berapa perÂsen sih anggota yang tersangkut maÂsaÂlah hukum. Prosentasenya lebih kecil dibanding dengan yang beÂbas masalah hukum,†katanya.
Dia meminta, masyarakat henÂdaknya bisa memilah-milah. Jangan lantas, semua anggota DPR yang ada saat ini dicap buÂruk alias terlibat kasus korupsi. Karenanya lagi-lagi dia meÂminÂta KPK tegas mengambil tinÂdakan. Selesaikan segera kasus-kasus yang diduga melibatkan anggota DPR. “Supaya jelas dan clear. Citra DPR pun tidak ikut-ikutan hancur lebur,†harapnya.
Tidak Boleh Ragu-ragu
Anhar Nasution, Ketua LBH Fakta
Ketua LBH Fakta Anhar Nasution berpendapat, komitÂmen KPK menuntaskan dugaan korupsi di Badan Anggaran DPR hendaknya didorong seÂmua pihak.
KPK juga tidak boleh ragu-ragu mengambil tindakan huÂkum kepada siapa pun yang terlibat. “Adanya dugaan mafia anggaran yang dibongkar KPK menunjukkan adanya terobosan hukum,†kata bekas anggota Komisi III DPR ini.
ÂSoalnya, selama ini dugaan koÂrupsi elit ataupun politisi jaÂrang disentuh penegak hukum. Karena itu, komitmen dan ekÂsistensi KPK harus tetap terÂjaga. Jangan sampai start atau awal yang baik tersebut, meÂroÂsot di tengah jalan.
Pasalnya, sebut dia, tidak seÂdiÂkit kasus besar yang peÂnaÂnganÂnya heboh pada awalnya saja. Setelah kasusnya bergulir, justru nyaris tak terdengar endingnya.
Anhar pun mengingatkan agar KPK tidak pandang bulu dalam menindak setiap anggota DPR yang diduga korupsi. “Ini juga momentum untuk menunÂjukkan kepada rakyat tentang kinerja wakil-wakilnya di DPR,†tandasnya.
Dia pun meminta agar peÂnguÂsutan kasus ini mengedepankan aspek transparansi. “Jangan haÂnya saat ada dugaan pelangÂgaÂran oleh politisi, KPK menguÂmumkannya kepada publik. Idealnya, jika tak menemukan unsur pelanggaran tindak piÂdana oleh politisi-politisi yang diduga terkait kasus ini, KPK hendaknya juga bersikap adil dengan mengumumkan hal itu kepada masyarakat.â€
Dengan upaya tersebut, kataÂnya, nama baik seseorang bisa tetap terjaga. Karena adanya jaÂminan tersebut, setiap individu menjadi tidak alergi ketika diÂmintai kesaksiannnya dalam seÂbuah perkara.
Atau bahkan, terÂcipta kesaÂdaran mewujudkan penegakan huÂkum di maÂsyaÂraÂkat. Bukan maÂlah sebaliknya, lari dari tangÂgungjawab hukum seperti yang banyak terjadi saat ini. [Harian Rakyat Merdeka]
Populer
Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16
Senin, 22 Desember 2025 | 17:57
Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33
Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07
Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10
Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37
Rabu, 24 Desember 2025 | 14:13
UPDATE
Jumat, 26 Desember 2025 | 12:12
Jumat, 26 Desember 2025 | 12:05
Jumat, 26 Desember 2025 | 11:56
Jumat, 26 Desember 2025 | 11:54
Jumat, 26 Desember 2025 | 11:48
Jumat, 26 Desember 2025 | 11:15
Jumat, 26 Desember 2025 | 11:00
Jumat, 26 Desember 2025 | 10:49
Jumat, 26 Desember 2025 | 10:35
Jumat, 26 Desember 2025 | 10:30