Berita

PT Chevron Pasific Indonesia (CPI)

X-Files

Tujuh Tersangka Dicekal, Bos PT GPI Digarap 2 Hari

Kasus Dugaan Korupsi Chevron Di Kejaksaan Agung
MINGGU, 01 APRIL 2012 | 09:20 WIB

RMOL. Kejagung mencekal para tersangka kasus dugaan korupsi proyek fiktif bioremediasi oleh PT Chevron Pasific Indonesia (CPI). Pencekalan dilaksanakan agar para tersangka tak bisa ngacir ke luar negeri.

Jaksa Agung Muda Pidana Khu­sus (Jampidsus) Andhi Nir­wanto menyatakan, pencegahan terhadap para tersangka kasus Chevron dilaksanakan Jumat (30/3) petang. “Sejak kemarin (Ka­mis-red), penyidik memeriksa tersangka. Hari ini (Jumat-red)-masih dilanjutkan. Untuk proses cekalnya sudah kita pro­ses,” ujarnya, Jumat (30/3).

Dikatakan, pihaknya sangat se­rius mengusut kasus yang me­rugikan negara Rp 200 miliar ini. Untuk menindaklanjuti kasus ter­sebut, dia mengaku, jaksa masih mengincar tersangka baru. Ia tak menyebutkan siapa pihak yang diincar jaksa. Dia bilang, apabila alat bukti sudah cukup, jaja­ran­nya tak ragu-ragu menjadikan se­se­orang sebagai tersangka.

Sebelumnya, penyidik me­manggil dan memeriksa Direktur PT Green Planet Indonesia (GPI) berinisial RP. Pemeriksaan dila­kukan untuk mengungkap sejauh mana keterlibatan PT GPI dalam pro­yek fiktif yang merugikan ne­gara lebih Rp 200 miliar rupiah ini.

“Terkait kasus korupsi proyek fiktif bioremediasi, dipanggil dan diperiksa satu saksi dari GPI yakni RP,” ujar Kapuspenkum Ke­jagung Adi M Toegarisman.

Adi mengatakan, pihaknya berusaha menemukan siapa yang sengaja melakukan korupsi sek­tor tambang dan migas ini. Dia mengharapkan, kasus yang sudah masuk tahap penyidikan ini bisa se­gera dilimpahkan ke pengadilan.

Menambahkan keterangan ter­sebut, Jaksa Agung Muda Bidang Intelijen (Jamintel) Edwin Pa­mim­pin Situmorang memastikan, jaksa sudah mengirim permo­ho­nan cekal terhadap para ter­sang­ka. Permohonan cekal di­sam­pai­kan ke Ditjen Imigrasi guna men­cegah tersangka kabur ke luar negeri.

Dia memastikan, surat permo­ho­nan cekal yang dikirim ma­sing-masing bernomor Kep-067/D/DSP/3/03/2012 tanggal 30 Ma­ret 2012 atas nama Ricksy Prematuri (RP). Lalu surat atas nama Kukuh (KK) bernomor Kep 068/D/DSP/3/03/2012. Berturut-turut setelah itu, surat atas nama ter­­sangka lain seperti Widodo (WID), Bachtiar Abdul Fatah (BAF), Endah Rubiyanti (ER) dan Herlan (HO) juga dikirim ke Imigrasi.

“Surat permohonan cekal sudah diajukan ke pihak Imigrasi Jumat sore,” ujarnya, kemarin. Se­belumnya, Jaksa Agung Bas­rief Arief mengatakan, Kejagung sudah mengeluarkan surat cegah terhadap tersangka kasus ini.

“Surat pencekalan tersangka su­dah dikeluarkan,” timpalnya. Bas­rief menjelaskan, pihaknya bekerja profesional dalam me­na­nga­ni dugaan proyek fiktif tersebut.

Bukti keprofesionalan itu terli­hat dari penetapan tujuh ter­sang­ka kasus ini. Para tersangka itu ma­sing-masing, lima orang ada­lah pejabat unit bisnis PT CPI. Dua tersangka lainnya berasal dari perusahaan rekanan yang me­laksanakan proyek. Kelima ter­sangka dari CPI masing-masing adalah Manajer Ling­ku­ngan Sumatera Light North (SLN) dan Sumatera Light South (SLS), Endah Rumbiyanti, Team Leader SLN Duri-Riau Widodo, Team Leader SLS Migas Kukuh, General Manager SLN Operation Alexiat Tirtawidjaja, dan General Manager SLS Operation Bachtiar Abdul Fatah. Kemudian Direktur Utama Sumigita Jaya, Herlan dan Direktur PT Green Planet Indo­ne­sia (GPI), Ricksy Prematuri.

Dugaan tindak pidana korupsi dalam pelaksanaan bioremediasi di PT Chevron Pasific Indonesia terjadi tahun 2003-2011. Saat me­la­kukan kegiatan proyek Bio­re­me­diasi, PT GPI dan PT Sumigita Jaya (SJ) sebagai pihak ketiga ti­dak memenuhi klasifikasi teknis dan sertifikasi dari pejabat berwenang.

Ka­pus­penkum Kejagung, Adi Toegarisman m­e­nam­bah­kan, hasil penyelidikan Kejagung menyebutkan, PT PT GPI dan PT SJ berperan melakukan bioreme­di­a­si atau pemulihan kembali lahan bekas eksplorasi tambang.

“Proyek ini dikerjakan dahulu ke­mudian pembayaranya diaju­kan ke BP Migas, kerjaan yang na­manya bioremediasi ini ter­nyata fiktif,” terangnya. Kerugian negara dalam kasus ini diduga mencapai Rp 200 miliar.

REKA ULANG

Proyek Pemulihan Lingkungan Tak Dikerjakan

Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Andhi Nir­wanto menegaskan, proyek bio­remediasi yang dijalankan PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) adalah fiktif. Akibatnya negara di­rugikan hingga ratusan miliar.

“Itu proyeknya diduga fiktif ka­lau fiktif kan merugikan ke­uangan negara,” ungkap Andhi usai menghadiri acara peluncuran laporan tahunan tahun 2011 di Kejaksaan Agung (Kejagung) Ja­karta, Kamis (22/3).

Bioremediasi adalah proyek un­tuk menormalkan kembali ta­nah-tanah yang kena limbah aki­bat penambangan. Untuk infor­masi, dugaan tindak pidana ko­rupsi Dalam Pelaksanaan Bio­re­mediasi di PT CPI terjadi antara tahun 2006 -2011.

Saat mela­ku­kan kegiatan pe­nga­daan proyek Bioremediasi, PT. Green Planet Indonesia (GPI) dan PT. Sumigita Jaya (SJ) seba­gai pihak ketiga ti­dak memenuhi klasifikasi teknis dan sertifikasi dari pejabat ber­wenang sebagai pe­rusahaan yang bergerak di bi­dang pengolahan limbah.

Kedua perusahaan tersebut hanyalah kontraktor umum, se­hingga dalam pelaksanaannya proyek tersebut adalah fiktif be­la­ka (tidak dikerjakan). Dugaan sementara, kerugian negara yang terjadi adalah sebesar 23 juta dolar Amerika atau Rp 200 miliar. Perkara dugaan ko­rupsi kasus proyek fiktif pemulihan ling­ku­ngan ini, berawal dari perjanjian antara Badan Pelaksana Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) dan PT CPI.

Salah satu poin perjanjian itu mengatur ten­tang biaya untuk melakukan pe­mu­lihan lingku­ngan (cost re­co­very) dengan cara bioremediasi.

Akan tetapi, menurut Ka­pus­penkum Kejagung Adi Toe­ga­ris­man, kegiatan bioremediasi yang seharusnya dilakukan selama per­janjian berlangsung, tidak di­lak­sanakan dua perusahaan swasta, yaitu PT GPI dan PT SJ.

Padahal, anggaran proyek bioremediasi itu sudah dicairkan BP Migas se­besar 23,361 juta dolar Amerika. “Akibat pro­yek fik­tif ini, negara di­ru­gi­kan Rp 200 miliar,” ujarnya.

Menurut Adi, penyelidikan atas kasus proyek fiktif ini dimulai Oktober 2011. Penyidikan kasus ini didasari Surat Perintah Pe­nyi­dikan (Sprindik) 12 Maret 2012.

Hasil pemeriksaan, Kejagung menetapkan tujuh tersangkan. Sprindiknya dibagi tiga. Untuk tersangka HL nomor 26/F.2/FD.1/03/2012, tersangka ER, WB dan KK Sprindik nomor 27. Sedangkan tersangka RT, AT, dan DAF Sprindik nomor 28.

Menanggapi hal tersebut, PT CPI menampik pernyataan Ke­jagung. CPI menyebut, anggaran proyek bioremediasi sebesar 270 juta dolar Amerika atau Rp 2,43 triliun. “Tidak ada itu angka 270 juta dolar Amerika. Total ang­ga­ran dari proyek bioremediasi PT Chevron adalah 23 juta dollar Amerika atau sekitar Rp 200 mi­liar,” kata Vice President Policy Government and Public Affair PT CPI  Yanto Sianipar.

Lantaran itu, Yanto mengaku bingung dengan angka-angka yang dilansir Kejagung. Dia me­negaskan, pihaknya tetap akan mengikuti segala prosedur hu­kum yang berlaku.

“Kami me­miliki seluruh data terkait proyek bioremediasi dan akan kami jelaskan selama ber­jalannya pemeriksaan,” tan­da­s­nya.

Jangan Sampai Kecolongan Lagi

Syarifuddin Suding, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR Sya­rifuddin Suding mengi­ngat­kan, Kejagung tidak berlarut-larut dalam mengusut kasus ko­rupsi proyek fiktif bio­re­me­diasi. Proses pencekalan dan pe­nahanan, hendaknya segera dilakukan. Hal itu ditujukan  un­tuk meminimkan upaya ter­sangka kabur atau meng­hi­lang­kan barang bukti.

“Saya kira, saya harus minta Ke­jagung agar tidak ke­co­lo­ngan dan tak main-main dalam me­nangani kasus Chevron. Ja­ngan sampai para tersangka me­miliki kesempatan kabur ke luar negeri, sehingga kasus ini man­dek pengusutannya,” ujarnya.

Dia mengingatkan, kejaksaan harus belajar dari penanganan berbagai kasus yang ter­sang­ka­nya lari ke luar negeri. Menilai hal tersebut, dia menyatakan ke­geramannya.

“Kesannya, para tersangka itu diberi kesempatan kabur, menga­bur­kan aset dan buk­ti-bukti penting,” katanya.  Karena itu, Suding minta ke­jak­saan bekerja ekstra serius. Lang­kah pencekalan dan koor­dinasi intensif dengan Imigrasi sangat diperlukan.

Dia menambahkan, intensitas kerja jajaran intelijen kejaksaan di sini harus ditingkatkan. Lu­put­nya pengawasan para ter­sangka, membuat Kejagung se­ringkali kecolongan. Bukan ha­nya tersangkanya saja yang ber­hasil kabur ke luar negeri, ba­rang bukti pendukung sebuah ka­sus pun terkadang ikut lenyap.

“Saya tidak mau Kejagung kecolongan lagi di sini.” Dia juga mengkritik kinerja jaksa yang kerap bermain dalam pe­nanganan kasus. Suding me­ngi­ngatkan agar hal seperti itu tidak terjadi lagi. Jadi tambah dia, se­lain meningkatkan fungsi inte­lijen, Kejagung juga diharapkan mampu meningkatkan kinerja jaksa bidang pengawasan.

Dengan begitu, kemungkinan adanya penyimpangan dalam penanganan sebuah perkara jadi kecil. Dia kembali me­ngingat­kan, tindak-tanduk jaksa saat ini diawasi berbagai elemen ma­sya­rakat. Kesalahan sekecil apa­pun, dipastikan akan terlihat dan di­sanksi  secara tegas. “Jadi ja­ngan coba-coba lagi mena­nga­­ni kasus seolah-seolah se­rius, pa­dahal di balik itu semua pe­nuh pe­r­mainan,”  tegasnya.

Bisa Mengancam Martabat Hukum

Bambang Widodo Umar, Dosen PTIK

Pengamat Hukum Bam­bang Widodo Umar me­ng­a­ta­kan, keseriusan aparat me­ngu­sut perkara korupsi sering men­jadi faktor menentukan dalam pemberantasan korupsi. Kinerja penyidik yang tidak serius,  bu­kan tidak mungkin akan mem­buat masyarakat muak dan me­munculkan ketidak percayaan.

“Masalah ini sudah lama berlangsung. Fungsi kejaksaan dan kepolisian dalam pem­be­ran­tasan korupsi masih lemah,” ujarnya, kemarin. Karena itu­lah, tambah dosen Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) itu, diperlukan lembaga seperti KPK. Keberadaan KPK di­tu­jukan agar kejaksaan dan kepo­li­sian terbantu dalam mena­nga­ni kasus korupsi. Dengan kata lain, keberadaan KPK di­ha­rapkan bisa merubah tampilan kepolisian dan kejaksaan ke araj yang lebih baik.

Dia menyatakan, untuk kasus proyek fiktif bioremediasi yang melibatkan PT Chevron, pe­nyi­dik seharusnya bekerja cepat. Dia tak ingin adanya celah yang membuat para pelaku kejahatan ini bebas berkeliaran. Harusnya kata dia lagi, kejaksaan lebih  serius mengusut kasus itu.

Dia mengharapkan, penyidik kejaksaan maupun kepolisian tidak pilih-pilih dalam me­ngu­sut perkara korupsi. Me­nu­rut­nya, walaupun jumlah kerugian negara kecil, kasus korupsi itu harus diselesaikan secara tuntas. Persoalannya, korupsi di Tanah Air, sudah mengakar luas. Jika tidak ada penindakan, hal ini justru membuat hukum tidak mempunyai martabat.

“Kalau ketidakseriusan ini te­rus berjalan, masyarakat akan sulit percaya, dan tidak akan per­caya pada aparat penegak hukum. Makanya, kesung­gu­han, keberanian dan keseriusan aparat sangat diharapkan,” ujar­nya. Untuk itu, perubahan sikap aparat kejaksaan maupun ke­polisian saat ini, dinilai sangat diperlukan.

Jangan sampai, imbuh dia, muncul ketidakpercayaan ma­sya­rakat terhadap institusi pene­gak hukum di sini. “Itu sangat membahayakan.” [Harian Rakyat Merdeka]


Populer

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

Terlibat TPPU, Gus Yazid Ditangkap dan Ditahan Kejati Jawa Tengah

Rabu, 24 Desember 2025 | 14:13

UPDATE

Kepala Daerah Dipilih DPRD Bikin Lemah Legitimasi Kepemimpinan

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:59

Jalan Terjal Distribusi BBM

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:39

Usulan Tanam Sawit Skala Besar di Papua Abaikan Hak Masyarakat Adat

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:16

Peraih Adhyaksa Award 2025 Didapuk jadi Kajari Tanah Datar

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:55

Pengesahan RUU Pengelolaan Perubahan Iklim Sangat Mendesak

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:36

Konser Jazz Natal Dibatalkan Gegara Pemasangan Nama Trump

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:16

ALFI Sulselbar Protes Penerbitan KBLI 2025 yang Sulitkan Pengusaha JPT

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:58

Pengendali Pertahanan Laut di Tarakan Kini Diemban Peraih Adhi Makayasa

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:32

Teknologi Arsinum BRIN Bantu Kebutuhan Air Bersih Korban Bencana

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:15

35 Kajari Dimutasi, 17 Kajari hanya Pindah Wilayah

Kamis, 25 Desember 2025 | 22:52

Selengkapnya