ilustrasi
ilustrasi
RMOL. Pemerintah dinilai hanya mencari cara mudah mengantisipasi defisit anggaran akibat kenaikan harga minyak dunia dengan menaikkan harga BBM subsidi. Padahal, pemerintah masih bisa menggenjot penerimaan dari sektor pajak dan non pajak.
Direktur Pusat Studi KeÂbijakan Publik (Puskepi) Sofyano Zakaria mengatakan, menaikkan harga BBM memang dapat meÂngatasi defisit Anggaran PenÂdaÂpatan dan Belanja Negara (APBN). Tapi, kebijakan tersebut tiÂdak meÂÂnyelesaikan masalah anggarÂan untuk jangka panjang.
“Kenaikan harga BBM tak meÂnyelesaikan masalah. Walau ICP (Indonesia Crude Price) 105 dolar AS barel dalam rancangan APBN PeÂrubahan, tidak berarti memÂbuat pemerintah aman dari proÂblem subsidi. Tidak ada yang bisa jamin harga minyak turun,†kata Sofyano kepada Rakyat Merdeka, kemarin.
Karena itu, seharusnya tim ekoÂnomi SBY fokus menggali sumber penerimaan negara, baik dari pajak maupun non pajak. Ini artinya, perlu dilakukan optimaÂlisasi terhadap hal tersebut.
Menurut Sofyano, banyak poÂtensi untuk peningkatan peÂneÂriÂmaan negara, misalnya meÂnaikÂkan cukai rokok 100 persen diyaÂkini dapat menambah kas APBN sekitar Rp 73 triliun per tahun.
Selain itu, di sektor PeneriÂmaÂan Negara Bukan Pajak (PNBP), menetapkan kontrak bagi hasil baÂgi batubara sangat mampu memÂÂberikan sumbangan bagi peÂneÂrimaan negara. Sebab, seÂlama ini tambang batubara tidak diÂperÂlaÂkukan sistem bagi hasil atau proÂduction sharing conÂtract (PSC) seperti pertambaÂngan miÂnyak dan gas, di mana untuk miÂnyak peÂmerintah meÂmiliki hak 85 persen dan untuk gas 80 persen.
Penerimaan negara di sektor PNBP batubara hanya dalam benÂtuk royalti sebesar 16,5 perÂsen, sehingga memberikan konÂtribusi kepada negara sekitar Rp 65,5 triliun per tahun.
“Jika batubara diberlakukan pola kontrak bagi hasil, negara diÂÂmungkinkan mendapat tambaÂhan pemasukan sekitar 100 perÂsen dari saat ini,†jelas Sofyano.
Hal yang sama juga harus dilaÂkukan untuk tambang mineral. Saat ini, penerimaan negara di sekÂtor mineral pemerintah hanya menerima Rp 11,9 triliun.
“Jika pemerintah mampu meneÂgosiasi ulang harga ekspor gas lapangan Tangguh, Papua ke ChiÂna maupun besaran royalti pada tamÂbang emas Freeport, Papua, puÂÂluhan triliun rupiah dapat diÂperoleh untuk menambah anggaÂran pemÂbangunan,†urainya.
Pengamat ekonomi Iman SuÂgema mengatakan, sebenarnya peÂmerintah bisa menutup keÂkuÂraÂngan anggaran subsidi BBM deÂngan menekan anggaran cost reÂcovery. Menurut dia, sehaÂrusÂnya dengan diturunkannya target proÂduksi minyak dari 950 ribu baÂrel per hari menjadi 930 ribu baÂrel biaya cost recovery ikut turun.
Kenaikan cost recovery ini, kaÂta Iman, menjadi tidak relevan kaÂÂrena dengan menaikkan cost recovery 15 persen di APBN-P 2012, pemerintah memboroskan anggaran 1,25 miliar dolar AS atau Rp 11,24 triliun.
“Angka Rp 11,24 triliun ini jika ditambah dengan dana Bantuan LangÂsung Tunai Sementara (BLSM) sebesar Rp 25,6 triliun dan subsidi angkutan umum seÂbesar Rp 4,3 triliun, maka didapat Rp 41,64 triliun. Ini kan bisa meÂnambal kekurangan subsidi BBM sebesar Rp 41,2 triliun,†katanya.
Anggota Komisi VII DPR Bobby Rizaldy mengatakan, keÂnaikan harga BBM masih belum puÂtus dan akan dilakukan di rapat paÂripurna sesuai keputusan BaÂdan Anggaran (Banggar) DPR. Yang disetujui di Banggar adalah besaran subsidinya.
Selain itu, kata Bobby, saat ini yang masih menjadi sorotan adaÂlah soal pemberian BLSM karena belum disepakati mekaÂnisme peÂnyalurannya. DitamÂbah, penyuÂsuÂnan daftar peneÂrimanya rawan disusupi keÂpentingan politis.
“Apalagi penyaluran dikordinir Tim Nasional Percepatan PeÂnangÂÂgulangan Kemiskinan (TNP2K) yang dipimpin Wakil Presiden, sehingga sulit diawasi karena tidak bermitra dengan DPR,†ujar Bobby.
Menteri Keuangan Agus MarÂtoÂwardojo menegaskan akan teÂtap memperjuangkan kenaikan harga BBM sampai sidang pariÂpurna. Menurut dia, pemerintah tetap memilih opsi pertama, yaitu menetapkan subsidi BBM Rp 137 triliun dan subsidi listrik Rp 64,9 triliun dan dengan cadangan riÂsiko fiskal Rp 26,6 triliun.
“Opsi ini memungkinkan tamÂbahan kompensasi sebesar Rp 30,6 triliun. Sebab, pada opsi perÂtama pemerintah diperboÂlehkan menaikkan harga BBM Rp 1.500 per liter,†tandas Agus. [Harian Rakyat Merdeka]
Populer
Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16
Senin, 22 Desember 2025 | 17:57
Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33
Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10
Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37
Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07
Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35
UPDATE
Kamis, 25 Desember 2025 | 16:04
Kamis, 25 Desember 2025 | 15:20
Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01
Kamis, 25 Desember 2025 | 14:40
Kamis, 25 Desember 2025 | 14:39
Kamis, 25 Desember 2025 | 14:20
Kamis, 25 Desember 2025 | 14:15
Kamis, 25 Desember 2025 | 14:13
Kamis, 25 Desember 2025 | 14:03
Kamis, 25 Desember 2025 | 13:58