RMOL. Bekas Wali Kota Bekasi Mochtar Mohamad terlihat asyik bercengkrama dengan narapidana (napi) lainnya di Blok Barat Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Sukamiskin, Bandung, Jumat pagi pekan lalu.
Di tangannya, terselip rokok. PoÂlitisi PDIP itu terlihat mulai bisa beradaptasi dengan lingÂkungan baÂrunya. Namun, pria bertubuh tamÂbun ini segera masuk ke maÂsuk selnya yang nomor 9 begitu mengetahui Menteri Hukum dan HAM, Amir Syamsuddin berÂkunÂjung ke lapas ini.
“Ia (Mochtar) masih malu bila ada orang luar datang, apaÂlaÂgi banyak wartawan,†kata PoÂlisi Khusus Lapas (Polsuspas) Yanto.
Mochtar dijebloskan ke lapas yang dibangun zaman Belanda ini karena terjerat sejumlah kasus korupsi. Yakni suap kepada angÂgota DPRD Kota Bekasi Rp 1,6 miliar, penyalahgunaan anggaran makan-minum Rp 639 juta,suap untuk mendapatkan Piala AdiÂpura 2010 senilai Rp 500 juta, dan suap kepada auditor Badan PeÂmeriksa Keuangan (BPK) senilai Rp 400 juta.
Pengadilan Tipikor Bandung memvonis Mochtar tak bersalah. Namun putusan ini diralat MahÂkamah Agung awal Maret lalu. Mochtar dianggap terbukti meÂlaÂkukan korupsi dan harus menÂjalani hukuman enam tahun penÂjara serta denda Rp 300 juta subsider enam bulan penjara.
Saat hendak dijebloskan ke penÂjara, Mochtar menghilang. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dibantu polisi meÂnangÂkapÂnya di sebuah vila di Bali.
Menurut Yanto, sejak masuk Sukamiskin Rabu petang pekan lalu, Mochtar jarang keluar dari selÂnya. Padahal, sipir memÂbeÂriÂkan kebebasan kepada napi untuk keluar sel dari pukul 9 pagi samÂpai 2 siang. “Ia (Mochtar) keluar kalau ada keluarganya yang menjenguk.â€
Namun Yanto yang bertubuh teÂgap ini sempat mendapati MochÂtar dengan sesama napi. “ObÂrolannya masalah politik dan kasus yang membelitnya.â€
Selama tiga bulan pertama di Sukamiskin, Mochtar akan menÂjalani proses adaptasi (auÂdiÂtorium demensio) dengan lingÂkungan barunya. Ini juga berlaku bagi napi lain yang baru masuk lapas.
Kepala Lapas Sukamiskin, Dewa Putu Gede mengatakan, kondisi Mochtar Mohammad baik dan tidak ada keluhan apaÂpun. “Kalau secara fisik sehat, nggak tahu psikisnya.â€
Mochtar ditempatkan di sel nomor 9. Sel itu terletak di lantai dua Blok Barat. Selnya berukuran 2,5 x 2,5 meter. “Tidak ada perÂlakuan istimewa baginya, sama dengan penghuni lainnya,†kata Dewa.
Sebagai warga binaan di lapas ini, Mochtar berhak mendapat maÂkan, minum, perlengkapan tidur, air, dan penerangan di kaÂmar. “Fasilitas tambahan boleh saja, tapi tak bisa berlebihan,†kata dia.
Dewa mengizinkan Mochtar memÂbawa televisi ke kamar selnya. Ukurannya maksimal 14 inci. “Tapi listrik harus memÂbaÂyar senÂdiri, bila membawa fasilitas tamÂbahan,†katanya. Ia melarang napi membawa handphone, AC, kulÂkas, laptop, pemutar CD atau DVD.
Mochtar tinggal sendiri di sel. “Toilet ada di dalam, jaÂdi tidak perlu keluar,†kata Dewa. Sabtu lalu (24/3) keluarga dan teman-teman Mochtar menÂjenguk. Mereka membawa makanan dan kue. Kepada pihak lapas, keluarga meminta agar bisa mengganti kasur di sel dengan ukuran yang lebih tebal. Mochtar kerap mengeluh kedinginan.
“Saya izinkan, karena ini maÂsalah kesehatan beliau, yang penting nggak bawa spring bed,†kata Dewa.
Dewa menyebutkan, Mochtar adalah napi kasus korupsi ke-49 yang jadi penghuni lapas ini. “Yang disel di Blok Barat atas itu, seÂlain Mochtar Mohamad, ada Pak Puguh Wirawan,†katanya. Puguh dihukum penjara 3,5 taÂhun karena menyuap hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Syarifudin.
Setiap napi di lapas ini menÂdaÂpat makanan tiga kali sehari deÂngan menu sama. Salah satu meÂnunya adalah daging, sayur dan tempe. “Kalau daging seminggu empat kali ditambah kacang hijau seminggu sekali,†katanya.
Lapas Sukamiskin dirancang arsitek Belanda Prof CP Wolff Schoemake. Di bagian depan LaÂpas seluas dua hektar ini terÂdapat taman yang ditumbuhi poÂhon besar. Di taman ini disediakan temÂpat duduk berbentuk melingÂkar yang bisa digunakan penÂjeÂnguk menunggu giliran masuk.
Masuk ke dalam lapas melalui pintu besi berukuran 2x 3 meter. Di tengah-tengah pintu itu terÂdapat lubang kecil. Lubang itu untuk sarana komunikasi penjaga dengan orang di luar.
Setelah pintu dibuka, petugas lapas memeriksa setiap pengÂunÂjung yang masuk. Pengunjung juga diminta menukarkan kartu identitas dengan kartu pengunÂjung.
Setelah dianggap tak memÂbawa barang-barang yang dilaÂrang ada di lapas, pengunjung diperÂsilakan masuk ke ruang taÂmu yang terletak di belakang pintu masuk. Ruang untuk tamu ini memiliki halaman luas yang dilapisi coneblock.
Masuk lebih dalam terlihat baÂngunan berbentuk trapesium. Di setiap sudut bangunan terdapat pos pemantau. Bangunan berÂwarÂna abu-abu ini ini dibagi menjadi empat blok yakni Barat, Timur, Utara dan Selatan. Di dalamnya terÂdapat 552 kamar sel. Di bagian teÂngah penjara itu terdapat baÂngunan bundar sebagai poros yang menghubungkan keempat blok itu.
Untuk masuk ke Blok Barat temÂpat Mochtar menjalani huÂkuman melalui pintu teralis dari besi yang cukup besar. Pintu ini diÂkunci dan dijaga seorang sipir. HaÂnya orang yang mendapat izin dari kepala lapas yang bisa masuk ke sini.
Blok Barat berlantai dua. KaÂmar selnya dibuat berhadap-hadapan yang menyisakan ruang tengah yang cukup lebar sebagai lorong.
Ukuran kamar di blok ini berÂbeda-beda. Kamar di lantai atas berukuran 2,5x2,5 meter. SeÂdangÂkan di lantai bawah berÂukurÂan 1,6x2,5 meter. Kamar-kamar itu diisi satu napi.
Pintu masuk kamar sel terbuat dari kayu warna abu-abu berÂukuran 50 x 165 centemeter. Di bagian atas pintu disediakan luÂbang tidak terlalu besar untuk koÂmunikasi para napi dengan peÂtugas. Identitas napi ditempel didepan pintu masuk.
Di sekeliling bangunan penjara terdapat lapangan sepak bola, bulu tangkis dan beberapa rumah ibaÂdah seperti, masjid, gereja. PaÂgar besi setinggi lima meter yang dilengkapi dengan kawat berdiri di atasnya dibangun mengelilingi penjara untuk mencegah napi kaÂbur.
Peninggalan Kamar Bung Karno Masih Bisa Dilihat
“Saudaraku! Baru sekarang saya menulis dari Sukamiskin, kaÂrena orang tangkapan hanya boleh berkirim surat sekali daÂlam dua minggu. Sesudah maÂsuk ke dalam rumah kurungan, hampir semua yang saya bawa dari rumah tahanan di BanÂdung, diambil. Setiap hari saya mesti bekerja keras. Malam haÂri, badan sudah letih sehingga belajar pun tak ada hasilnya.â€
Itulah petikan surat Soekarno yang ditulis dari pengapnya penÂjara Sukamiskin, Bandung, 17 Mei 1931. Di tempat ini pula ia menulis karya feÂnomenal: Di Bawah Bendera Revolusi.
Presiden pertama RI itu perÂnah mendekam di Sukamiskin pada tahun 1930. Dia divonis emÂpat tahun penjara oleh perÂsidangan Landraat Bandung.
Pembelaannya di perÂsiÂdangan (pledoi) yang berjudul InÂdonesie Klaagt Aan atau InÂdoÂnesia Menggugat membuat maÂrah pemerintahan Belanda.
Kini setelah lebih dari 80 taÂhun, kamar sel tempat Sang PutÂra Fajar ditahan masih bisa diÂliÂhat. Dulu kamar itu berÂnomor 233. Terletak di lantai dua Blok TiÂmur. Sekarang diganti menÂjadi nomor TA01 singkatan dari Timur Atas 01.
Posisi sel ini persis dekat tangÂÂga. Sedikitnya ada 16 tangÂga yang harus dilalui untuk menÂcapai sel tersebut. Sampai di lantai dua, berjalan beberapa langkah akan bertemu dengan beÂkas sel Soekarno.
Di bagian depan terdapat pinÂtu masuk yang tidak terlalu beÂsar. Di depan pintu ini terdapat luÂbang yang ditempel kertas meÂrah bertuliskan “Bekas KaÂmar Bung Karnoâ€.
Masuk ke dalam sel berÂukurÂan 3,2x2,5 meter terdapat dua jendela yang menghadap ke arah matahari terbit. Barang-baÂrang di sini tak berubah sejak puluhan tahun lalu.
Di sini terdapat kursi dan meja kayu yang masih teraÂwat dengan baik. Bekas tempat tidur Bung Karno berupa kasur lipat warna putih yang di baÂwahnya terdapat kloset. Di atas kasur terdapat lemari kecil unÂtuk menyimpan pakaian.
Dua buah lemari tampak meÂnempel di dinding. Di tepi kaÂmar, sebuah rak buku berdiri, leÂngkap 16 buku koÂleksi Bung Karno yang berÂcerita tentang pemikiran brilian.
Dinding kamar dihiasi 7 foto setengah badan dengan berbaÂgai pose. Sebagian foto yang dipigura itu sudah terlihat rapuh karena dimakan usia.
Di atas salah satu lemari di pasang lambang negara burung Garuda Pancasila. Tulisan BhiÂnÂneka Tunggal Ika-nya sudah sedikit rusak.
Selain itu, berdiri pula seÂbuah bendera merah putih di salah satu sudut kamar. Kunci asli sel tahanan Bung Karno hingga kini masih tersimpan.
Pada zaman Belanda, kaum intelektual pribumi yang memÂbangkang dijebloskan ke penÂjara ini. Mereka ditempatkan terpisah di lantai atas yang ukurÂannya kamarnya lebih luas. Sedangkan kamar sel di lanÂtai bawah untuk para kriminal.
Dalam buku Penyambung Lidah Rakyat, Soekarno menÂceritakan kehidupan di penjara SuÂkamiskin. “Kami makan seÂcara bergiliran. Gong berÂbÂuÂnyi, setiap orang masuk dengan membawa piring aluminium, temÂpat sayur aluminium, cangÂkir dan sendok. Enam menit keÂmudian kelompok ini berbaris menuju kran air.....†[Harian Rakyat Merdeka]
Populer
Selasa, 08 Oktober 2024 | 10:03
Senin, 07 Oktober 2024 | 04:21
Senin, 30 September 2024 | 05:26
Sabtu, 05 Oktober 2024 | 03:45
Rabu, 09 Oktober 2024 | 01:53
Rabu, 09 Oktober 2024 | 06:46
Rabu, 09 Oktober 2024 | 02:35
UPDATE
Kamis, 10 Oktober 2024 | 18:05
Kamis, 10 Oktober 2024 | 18:04
Kamis, 10 Oktober 2024 | 17:58
Kamis, 10 Oktober 2024 | 17:42
Kamis, 10 Oktober 2024 | 17:28
Kamis, 10 Oktober 2024 | 17:28
Kamis, 10 Oktober 2024 | 17:23
Kamis, 10 Oktober 2024 | 17:11
Kamis, 10 Oktober 2024 | 16:59
Kamis, 10 Oktober 2024 | 16:44