Mahfud MD
Mahfud MD
RMOL. MUI menilai vonis MK terÂÂkait hak anak di luar niÂkah overÂdosis dan meminta umat Islam tidak mengiÂkuti vonis MK, bagaimana koÂmentar Anda?
Vonis MK itu sudah seÂjalan dengan fatwa MUI. Mengikuti vonis MK itu sama dengan mengikuti fatwa MUI. Keduanya sama-sama ingin mengÂhindari perzinaan.
Ada atau tidak ada vonis MK, perzinaan itu tetap diÂlarang oleh hukum. Sebab perÂzinaan adalah cara binaÂtang. SeÂmangat vonis MK dan fatwa MUI itu sama.
Berarti, vonis MK buÂkan meÂleÂgalkan perÂzinaÂan?
Jadi begini. Vonis MK dan MUI itu seÂmangatÂnya sama, yakni sama-sama ingin mengÂÂhindari perÂzinaan. SeÂmangat para hakim MK ini merupakan semangat untuk menghindari perziÂnaan deÂngan memÂberi ramÂbu hukum agar laki-laki tak semÂbaÂrangan berzina.
Dengan vonis MK ini, maka laki-laki jangan enak-enak saja. Mereka bisa diÂtuntut tanggung jawab seÂcara hukum. Mana yang meÂlegalkan perÂzinaan? Kami justru benci pada perÂzinaan, maka harus ada instrumen huÂkum yang mengancamÂnya.
Tapi, kenapa MK memÂberi hak keperdataan?
MK itu menegakkan konsÂÂtiÂtusi, setiap manusia punya marÂtabat, setiap anak lahir harus dilindungi. Di dalam Islam ada hadits Nabi bahwa setiap orang itu lahir dalam keadaan fitrah atau tanpa dosa. Jadi, keÂdua orang tuaÂnya tidak boleh seenakÂnya, harus berÂtangÂgung jawab. Saya melihat konstitusi itu meÂngikuti agama-agama, memuliaÂkan manusia dan melarang perÂzinaan. Vonis MK juga memberi hak keÂperdataan pada anak hasil kawin siri yang sah.
Maksud Anda?
Ya, selama ini orang kaÂwin siri dianggap melanggar hukum karena tidak dicatatÂkan menurut undang-unÂdang. Padahal kawin siri yang diÂlaÂkukan sesuai deÂngan ajaran agama masing-masing adalah sah. Dengan vonis MK, anak yang lahir dari kawin siri bukanlah anak yang tidak sah, tapi anak sah dan punya hak keÂperdataan yang bisa dituntut ke pengadilan, asalkan bisa dibuktikan punya huÂÂbungan darah. Apakah ini meleÂgalÂkan perzinaan? JawabanÂnya pasti tidak.
Jadi, anak lahir di luar nikah punya hubuÂngan keÂperdataan deÂngan ayahÂnya?
Itu salah paham atas konÂsep hak keperdataan. HuÂbungan keperdataan tidak selalu sama dengan huÂbungan nasab. HuÂbuÂngan keperdataan dari kaÂwin siri bisa melahirkan hubungan nasab, tetapi huÂbungan keÂperÂdataan dari anak yang lahir kaÂrena perÂzinaan buÂkan huÂbungan nasab.
Jadi, hak keperdaÂtaannya bisa hak-hak lain yang di luar huÂbungan nasab, misalÂnya hak menuntut pemÂbiaÂyaan penÂdidikan, hak meÂnuntut ganti rugi karena perbuatan melawan huÂkum yang merugikan orang lain seperti diatur dalam Pasal 1365 KUH Pedata, mengÂgugat karena ingkar janji, dan hak-hak lain yang bukan hak nasab, bukan hak waris, atau hak apapun yang meÂnurut fiqih bukan hak dalam munakahat.
Itu bisa diatur lebih tegas oleh Kementerian Agama, KemenÂterian Dalam Negeri, dan KeÂmenÂterian Hukum dan HAM. MK hanya meÂnegaskan posisi hukumnya saja sesuai dengan konsÂtitusi.
MK tidak keberatana atas fatwa MUI?
Sama sekali tidak kebeÂratan. PoÂÂkoknya, ikutilah fatwa MUI. Kalau fatwa MUI dan vonis MK sama-sama diikuti, maka maÂsyaÂrakat akan lebih baik. BeÂgitu saja, kok diperÂtenÂtangÂkan. HuÂkum anti perzinaan harus diteÂgakkan, tetapi hak asasi setiap manusia juga harus dilindungi. Mana yang bertenÂtangan, sih? [Harian Rakyat Merdeka]
Populer
Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26
Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01
Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06
Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48
Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16
Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17
Senin, 22 Desember 2025 | 17:57
UPDATE
Sabtu, 27 Desember 2025 | 17:52
Sabtu, 27 Desember 2025 | 17:43
Sabtu, 27 Desember 2025 | 16:32
Sabtu, 27 Desember 2025 | 16:13
Sabtu, 27 Desember 2025 | 15:26
Sabtu, 27 Desember 2025 | 15:07
Sabtu, 27 Desember 2025 | 14:52
Sabtu, 27 Desember 2025 | 14:24
Sabtu, 27 Desember 2025 | 14:07
Sabtu, 27 Desember 2025 | 13:41