RMOL. MUI menilai keputusan MK soal hak anak di luar nikah berÂtenÂtaÂngan dengan ajaran Islam?
Ya. MUI menolak keputusan MK, karena bertentangan deÂngan ajaran Islam. MUI bisa menerima alasan bahwa anak itu harus dilindungi. Tetapi untuk melindungi anak, tidak dengan cara yang melanggar ajaran Islam.
Karena itu, MUI menetapkan untuk melindungi anak, pemeÂrintah boleh menghukum atau mentahdzir laki-laki yang mengÂhamilinya. Yakni dengan cara diÂwajibkan untuk memÂbiayai anak tersebut sebagai hukuÂman, kaÂrena dia yang menyeÂbabkan keÂhamilan.
Hanya itu saja?
Selain itu, pemerintah boleh meÂnetapkan laki-laki yang meÂnyeÂbabkan kehamilannya diÂwajibkan memberiÂkan shadaÂqah wajibah atau wasiat wajiÂbah keÂpada anak yang dilahirÂkan itu.
Selain itu, pemerintah boleh meÂnetapkan laki-laki yang meÂnyeÂbabkan kehamilannya diÂwajibkan memberiÂkan
shadaÂqah wajibah atau wasiat wajiÂbah keÂpada anak yang dilahirÂkan itu.
Maksud wasiat wajibah?Wasiat wajibah itu memberiÂkan sebagai hartanya kepada anak itu setelah laki-laki yang menyebabkan kehamilannya ini meninggal dunia. Tetapi wasiat wajibah ini bukanlah waris, karena dia tidak berhak atas harta warisan.
Apa bedanya dengan waris?Waris itu ada hubungan ketuÂrunan atau nasab atau kewarisan. Kalau anak lahir di luar nikah, tidak ada hubungan nasab. KaÂrena itu, dia bukanlah ahli waris, tetapi dia tetap harus dilindungi.
Sehingga, laki-laki yang meÂnyebabkan kehamilan ini diÂwajibkan memberi wasiat wajiÂbah. Hal ini sama dengan anak angkat. Ayah angkatnya boleh memberikan wasiat wajibah keÂpada anak angkatnya. Pemberian wasiat wajibah ini ada baÂtasannya.
MK bilang tidak berbicara meÂngeÂnai nasab dalam putuÂsanÂÂnya. Komentar Anda?Hubungan keperdataan itu isinya apa, kan nasab juga. KeÂmudian meÂngenai wali dan naÂfaqah, kalau nggak ada bahas nasab, lalu apa isinya. BaÂgaiÂmana MK bisa bilang seperti itu. Rumusan MK itu menimbulkan persoalan terhadap hukum Islam.
Tetapi, putusan MK kan ini sudah final...Itulah masalahnya sekarang, keÂputusan MK itu final dan mengikat, tidak bisa diganggu gugat. Tetapi sekarang ini, kita anggap putusan MK telah meÂlanggar ajaran Islam. KepuÂtusan itu menurut MUI akan menjadi masalah ketika menyangkut agama. Jadi, kewenangan yang diatur UnÂdang-Undang itu telah membuat MK berÂtindak leluasa dan berbuat seÂkeÂhendak hati. Semacam membuat keÂputusan semaunya.
Anda menilai keputusan MK terÂlalu berlebihan?Ya. MK dalam membuat kepuÂtusan telah melampaui batas. Seharusnya bisa lebih proporÂsional. Putusan MK tersebut saÂngat berlebihan, melampaui batas dan bersifat overdosis. Putusan MK ini berdampak luas, termasuk mengesahkan hubuÂngan nasab, waris, wali, dan nafkah antara anak hasil zina dengan laki-laki yang menyeÂbabkan kelahirannya.
Lantas MUI diam saja kaÂrena putusannya sudah final?MUI minta putusan MK ini ditinjau ulang. Kalau MK meÂmutuskan dan bertentangan dengan agama, maka harus diÂnyatakan tidak berlaku, harus ada batasannya. Kalau tidak, bagaiÂmana nantinya.
MUI menyesalkan putusan terÂsebut?Ya dong. Kita sangat menyeÂsalkan dan meminta ditinjau kembali putusan itu. Seharusnya MK berkonsultasi dulu dengan MUI, sehingga tidak terjadi konflik seperti ini. [Harian Rakyat Merdeka]