Berita

ilustrasi, gula

Bisnis

Mendag Ajak Dahlan Iskan Beresin Produksi Gula PTPN

Agar Importir Tidak Makin Ngelunjak Kuasai Pasar Lokal
SENIN, 26 MARET 2012 | 08:25 WIB

RMOL.Pemerintah tidak bisa membendung monopoli kakap importir gula jika produksi di dalam negeri sulit diandalkan.  Kinerja PT Perkebunan Nusantara (PTPN) bisa diandalkan untuk menggenjot produksi kristal putih ini.

Menteri Perdagangan Gita Wirjawan menyatakan, Indonesia mestinya bisa mengurangi keter­gantungan terhadap impor gula. Syaratnya, semua pemangku ke­pentingan mulai dari Kemen­terian Pertanian, Kementerian BUMN dan kalangan petani ber­satu padu meningkatkan produksi gula di dalam negeri.

“Saya sudah bicara dengan Pak Dahlan Iskan (Menteri BUMN) agar bisa memberdayakan pro­duksi gula di PTPN, dan beliau sudah setuju. Pokoknya selama saya menjabat Mendag, masyara­kat mesti mengurangi ketergan­tungan terhadap komoditas impor termasuk gula,” cetus Gita di Jakarta, akhir pekan lalu.

Untuk itu, dia akan mengusul­kan agar mesin-mesin di PTPN bisa direvitalisasi agar daya pro­duksinya bisa meningkat. Asal tahu, kata Gita, sebagian besar me­sin produksi gula di PTPN di­buat sekitar tahun 1820. “Bagai­mana bisa bersaing de­ngan mesin pro­duksi gula milik negara te­tangga yang rata-rata di­buat di atas 1970-an,” cetus Gita.

Selain itu, masalah ren­demen gula (perbandingan kadar gula dengan berat tebu giling) harus ditingkatkan yang rata-rata hanya 6-7 persen. Sementara di Thai­land bia di atas delapan persen.

Diakui, monopoli importir gula saat ini sangat luar biasa. Karena itu, BUMN dan sektor swasta ha­rus menjalin kerja sa­ma. Seperti membuka lahan baru di Indonesia bagian Timur.

“Dengan menguasai impor gula senilai 200 miliar dolar AS, mereka (im­portir) bisa menyam­pai­kan pesan apapun ke peme­rintah, termasuk mengendalikan pasar. Ini sangat disayangkan. Ka­rena kita punya lahan yang luas, pasar besar dan kemampuan sum­ber daya manusia yang bagus,” ujar pe­milik Ancora Group itu.

Namun, menurut Ketua Umum Asosiasi Petani Tebu Rakyat In­do­nesia (APTRI) Arum Sabil me­ngatakan, bobroknya infra­struk­tur pabrik tebu diman­faat­kan pe­merintah memilih jalan pintas dengan mengimpor bahan baku gula (raw sugar).

Menurut­ Arum, pemerintah se­ngaja mem­biar­kan hal ini terjadi agar me­miliki alasan kuat de­ngan meng­impor. Padahal, jika peme­rintah berpihak pada petani tebu, re­vitalisasi bisa dilakukan secara mandiri tanpa bantuan da­na dari pemerintah.

“Kalau saja ada keberpihakan kepada petani dan pabrik-pabrik tebu yang ada, melalui keuntu­ngan yang kita dapatkan, kita bisa merevitalisasi mesin-mesin pe­ngo­lahan yang sudah tua itu. Tapi sayangnya keleluasaan ke­un­tu­ngan itu tidak kami rasa­kan,” ujar Arum kepada Rakyat Merdeka di Jakarta, kemarin.

Ia menuturkan, infrastruktur pabrik tebu bernasib sama dengan kondisi petani tebu di Indonesia. Keduanya dinilai sangat mem­prihatinkan. Dibukanya izin im­portir umum telah menyalahi aturan Menperindag nomor 527 tahun 2004.

Kebijakan itu berim­bas pada masuknya barang impor dengan harga yang lebih murah di­ban­dingkan petani tebu. Aki­batnya, petani tebu merugi karena harga jual mereka tak kompetitif.

“Bagaimana bisa me­revita­li­sasi mesin-mesin kalau me­reka saja rugi? Kalau untung, mungkin mereka bisa menyisih­kan keun­tungan tersebut untuk men­du­kung kinerja dan produk­tivitas mereka,” sambungnya.

Dia mengaku heran dengan ke­janggalan pemerintah. Arum mem­perhatikan ada upaya pem­beba­san impor yang mengun­tung­­kan pihak tertentu, salah sa­tunya indi­kasi monopoli im­portir.

Me­nurut­nya, pembebasan ter­sebut cende­rung memasukkan pe­tani dalam pasar bebas. Pada­hal, pemerintah seharusnya mem­berikan proteksi kepada petani.

“Saya bukannya tendensius, tapi sangat jelas ada banyak pem­­­bu­ruan rente dalam gula. Saya bisa rasakan itu,” tuturnya.

Kementerian BUMN menar­getkan pro­duksi gula dari kese­luruhan PTPN sebesar 1,85 juta ton di 2012. Angka ini lebih kecil dari target (road map) tahun 2012 yang se­besar 1,97 ton.

“Tahun ini target produksi gula PTPN hanya 1,85 juta ton atau lebih kecil dari road map tahun ini sebesar 1,97 juta ton,” ujar Asis­ten Deputi Industri Primer III Kementerian BUMN Muham­mad Zamkhani. [Harian Rakyat Merdeka]


Populer

UPDATE

Selengkapnya