Berita

Fuad Bawazier

Wawancara

WAWANCARA

Fuad Bawazier: Harusnya Presiden Denger Keluhan Rakyat

RABU, 21 MARET 2012 | 10:30 WIB

RMOL.  Presiden SBY mengaku adanya an­caman terkait demo BBM di Ci­keas akhir pekan lalu, bagaimana Anda menilai pernyataan tersebut?
Pak SBY ini terlalu sering menge­luh­kan dirinya sendiri. Dia terlalu khawatir dengan posisinya dan ke­dudukannya.

Harusnya seperti apa?
Harusnya yang mengeluh itu rakyat­nya. Pikirkan keluhan rakyat yang sudah ketakutan luar biasa dengan mau naiknya harga BBM. Jadi, presiden itu harus mendengar keluhan rakyat bu­kan rakyat mendengar keluhan presi­dennya. Pemimpin itu mestinya begitu.

Anda yakin pemerintah tahu bah­wa rakyat sedang mengeluh dengan rencana kenaikan harga BBM?


Anda yakin pemerintah tahu bah­wa rakyat sedang mengeluh dengan rencana kenaikan harga BBM?
Seharusnya pemerintah memang melihat segala sesuatu dari kaca mata rakyatnya, jangan rakyat diminta meli­hat dari kaca mata presidennya. Ini bu­kan pemimpin yang melayani tapi pe­mimpin yang maunya dilayani dan mau­nya enak sendiri. Terbukti, peme­rintah tetap mau menaikkan harga BBM sementara rakyat jelas-jelas tak menginginkannya.

Demo-demo anki kenaikan harga BBM semakin marak, Anda menilai ini murni gerakan rakyat?
Demo-demo ini kan sebenarnya diprovokasi oleh pemerintah.

Maksudnya?
Saat ini rakyat se­dang hidup su­lit, terus me­reka meli­hat keme­wahan para pejabat, korupsi-korupsi merajarela, ditambah lagi pe­merintah mau me­naik­kan harga BBM yang berarti akan mencekik rakyat kecil, itulah provo­kasi yang saya mak­sud. Karena itu, kini rakyat marah, maha­siswa marah, bu­ruh marah karana diprovokasi pe­merintah.

Soal kenaikan harga BBM, Presi­den menyebut, pemerintah sebelum­nya juga sama pernah menaikkan harga BBM...
Kalau dia mau menyamakan dengan yang sudah-sudah atau yang dulu-dulu, itu artinya tidak konsisten. Katanya mau ada perubahan, katanya berbeda dengan yang dulu, katanya mau trans­paran dan sebagainya, lah sekarang kok malah rujukannya yang dulu-dulu. Alur berpikirnya tidak konsisten, mau perubahan, mau transparan, tapi se­karang malah cuma mau niru yang dulu-dulu.
Kalau mau niru, jangan setengah-setengah, zamannya Soeharto produksi BBM sudah 1,6 juta barrel perhari, sekarang cuma 900 barrel perhari.

Tapi pemerintah mengimbangi ke­naikan harga BBM dengan mem­beri­kan Bantuan Langsung Semen­tara Masyarakat (BLSM), kalau dulu disebut Bantuan Langsung Tu­nai (BLT)?
Menaikan BBM dengan diikuti BLT sama dengan mencari kesempatan dalam kesempitan, karena logikanya itu nggak nyambung. Pertama, peme­rintah yang menaikkan BBM berarti membuat penyakit kepada masyarakat. Abis itu pemerintah pura-pura datang ke masyarakat, dengan membawa obat yang namanya balsem BLT untuk mengobati. Kan aneh, kok kayak dok­ter cabul. Ngasih penyakit ke masya­rakat, kemudian mau mengobati ma­syarakat. Nggak logis lah.

BLT berati bukan solusi baik untuk rakyat?
Ini tidak mendidik, selain itu, faktor lain adalah BLT banyak ditolak pe­rangkat desa. Karena itu bisa menim­bulkan konflik horizontal di antara mereka yang menerima dan tidak me­nerima BLT. BLT juga rawan, karena dapat membuat perangkat desa dimu­suhi rakyat yang tidak menerima, dan rawan untuk dikorupsi.

Apa ada bau-bau politik di balik program BLT?
BLT Rawan disalahgunakan sebagai kampanye politik, seolah-olah ini kam­panye politiknya Partai Demokrat, tapi biaya APBN. Parpol lain juga merasa aneh, sepertinya Partai Demokrat yang sedang terpuruk mau mencoba men­dulang sukses BLT yang lalu, tetapi menggunakan uang APBN. Dari kaca mata politik, saya melihatnya begitu.

Artinya ada kepentingan untuk Pemilu 2014?
Iya, nyari simpati. Jadi itu nggak lo­gis. Ini tambah buruk lagi, sudah me­naikkan BBM diikuti dengan BLT, itu sudah bener-benar salah.

Bagaimana dengan alasan harga minyak dunia naik?
Nggak tepat. Pertama, karena per­hitungan subsidi itu kan tidak selalu riil, itukan perhitungan asumsi-asumsi saja. yang riilnya adalah yang ditagih oleh Pertamina kepada Kementerian Keuangan. Sedangkan yang dilapor­kan ini perhitungan kritis asumsi. Kedua, ketika harga minyak dunia naik pemerintah kan juga dapet rejeki nom­plok dari minyak yang dia jual keluar negeri. Yang dijual ke luar negeri ini kan tidak dikompensasikan dengan subsidi. Mestinya di-cross, di-nett-kan, dikompensasikan. Sehingga menurut saya subsidi sebenarnya tidak sebesar itu. Tapi ini rejeki nomploknya disim­pan sendiri, dipisahkan dari peritungan harga subsidi, jadi nggak fair dan trans­paran. Kalau APBN itu tidak dikorupsi dan tidak diboroskan untuk kepen­tingan para pejabat, rakyat mungkin bisa memahami. Tapi sepertinya pe­merintah tidak mau mengurangi ke­pen­tingan dirinya, langsung saja yang ditekan rakyatnya.

Kenikmatan pejabat yang Anda maksud seperti apa?
Misalnya, anggarannya mewah banyak yang di mark up dan bodong. Anggaran yang nggak penting juga banyak, seperti jalan-jalan keluar negeri, rapat-rapat bodong yang nggak jelas. Giliran hal-hal begini dia tidak mau dipotong. Padahal kalau itu di­hilangin juga tidak akan berpengaruh pada kinerja pemerintah. Tapi kenik­matan-kenikmatan pemerintah itu tidak mau dihilangkan SBY. [Harian Rakyat Merdeka]

Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Kejagung Copot Kajari Kabupaten Tangerang Afrillyanna Purba, Diganti Fajar Gurindro

Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

UPDATE

Investigasi Kecelakaan Jeju Air Mandek, Keluarga Korban Geram ? ?

Sabtu, 27 Desember 2025 | 17:52

Legislator Nasdem Dukung Pengembalian Dana Korupsi untuk Kesejahteraan Rakyat

Sabtu, 27 Desember 2025 | 17:43

Ledakan Masjid di Suriah Tuai Kecaman PBB

Sabtu, 27 Desember 2025 | 16:32

Presiden Partai Buruh: Tidak Mungkin Biaya Hidup Jakarta Lebih Rendah dari Karawang

Sabtu, 27 Desember 2025 | 16:13

Dunia Usaha Diharapkan Terapkan Upah Sesuai Produktivitas

Sabtu, 27 Desember 2025 | 15:26

Rehabilitasi Hutan: Strategi Mitigasi Bencana di Sumatera dan Wilayah Lain

Sabtu, 27 Desember 2025 | 15:07

Pergub dan Perda APBD DKI 2026 Disahkan, Ini Alokasinya

Sabtu, 27 Desember 2025 | 14:52

Gebrakan Sony-Honda: Ciptakan Mobil untuk Main PlayStation

Sabtu, 27 Desember 2025 | 14:24

Kebijakan Purbaya Tak Jauh Beda dengan Sri Mulyani, Reshuffle Menkeu Hanya Ganti Figur

Sabtu, 27 Desember 2025 | 14:07

PAN Dorong Perlindungan dan Kesejahteraan Tenaga Administratif Sekolah

Sabtu, 27 Desember 2025 | 13:41

Selengkapnya