ilustrasi, pencurian pulsa
ilustrasi, pencurian pulsa
RMOL. Polisi menetapkan tiga tersangka kasus sedot pulsa. Ketiganya disangka punya peran penting dalam kasus penyedotan pulsa pelanggan telepon seluler.
Kepala Bagian Penerangan Umum Polri Kombes Boy Rafli Amar menjelaskan, tiga tersangÂka itu adalah KP, Vice Presiden DiÂgital Music Content ManaÂgeÂment PT Telkomsel. Tersangka keÂdua adalah NHB, Direktur PT Colibri Network. Tersangka ketiÂga berinisial WMH. Dia menÂjaÂbat sebagai Direktur PT Mediaplay.
Ketiganya disangka bekerjÂaÂsama membobol pulsa pelanggan telepon seluler. Mereka adalah peÂnandatangan perjanjian kerÂjasama antara Telkomsel dengan perusahaan penyedia layanan content provider. Boy menamÂbahÂkan, KP ditetapkan sebagai terÂsangka pada 8 Maret 2012, keÂmarin. Sedangkan status dua terÂsangka lainnya ditetapkan peÂnyiÂdik pada 6 Maret 2012.
Dia menambahkan, penyidik masih memeriksa tiga tersangka itu secara intensif untuk meÂngeÂtahui dugaan keterlibatan pihak lain. Akan tetapi, saat diminta menÂÂjawab, apakah tersangka perkara ini bakal bertambah, Boy belum bisa memastikan. Katanya, segala kemungkinan pasti bisa terjadi.
“Kami tidak bisa menunÂtaskan perkara hanya berdasarkan asumÂsi. Harus ada fakta-fakta yang kuat. Kami akan mendalaminya, anÂtara lain melalui keterangan keÂtiga tersangka itu,†katanya.
Boy menjelaskan, ketiga terÂsangÂka diduga melanggar Pasal 62 juncto Pasal 9 Undang UnÂdang Nomor 8 Tahun 1999 tenÂtang Perlindungan Konsumen, PaÂsal 28 juncto Pasal 45 Undang Undang Nomor 11 tahun 2008 tenÂtang ITE, serta Pasal 362 dan 378 KUHP. “Masuk kategori pelanggaran berlapis,†tandas bekas Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya ini.
Sesuai agenda penyidik, terÂsangÂka KP seharusnya menjalani pemeriksaan di Mabes Polri, keÂmarin. Akan tetapi, KP tidak meÂmenuhi panggilan penyidik deÂngan alasan sakit. Direktur II EkoÂnomi Khusus Bareskrim Polri Kombes Brigjen Arief S meÂngatakan, pihaknya akan meÂngecek kebenaran alasan KP. CaÂraÂnya, dengan minta keterangan dokter yang menerbitkan surat keterangan sakit itu. “Kami akan cek, apakah keterangan sakit itu benar atau tidak,†tandasnya.
Untuk kelancaran proses peÂnyiÂdikan kasus ini, lanjut Arief, anak buahnya sudah meÂlaÂyangÂkan panggilan kedua kepada KP. Dia pun menegaskan, pihaknya tiÂdak segan-segan menjemput pakÂsa tersangka. “Kalau memÂperÂsulit penyidikan, akan dijemput paksa,†tandasnya.
General Manager ComÂmuÂniÂcaÂtion Telkomsel Ricardo Indra yang dikonfirmasi soal penetapan status tersangka terhadap seorang petinggi Telkomsel, kemarin, tak memberikan keterangan.
Minta Perlindungan Polri Dan Kejagung
Masyarakat telekomunikasi yang tergabung dalam Asosiasi Telekomunikasi Seluler IndoÂneÂsia (ATSI) meminta perlindungan hukum kepada Polri dan KeÂjaksaan Agung.
Permintaan itu terkait somasi yang dilakukan LSM Konsumen Telekomunikasi Indonesia (KTI) kepada seluruh operator yang bekerjasama dengan Research In Motion (RIM) dalam pelaÂyaÂnan BlackBerry di IndoÂneÂsia. Permohonan perlindungan huÂkum itu tertuang dalam surat Nomor 016/B-KU/ATSI/II/2012.
Somasi dikirimkan kepada PT Telkomsel, PT Indosat Tbk, PT XL Axiata, PT Hutchison CP Telecommunications, dan PT Axis Telekom Indonesia. KTI menuduh kerjasama antara RIM dengan operator-operator itu terÂindikasi merugikan negara. DaÂlam suratnya, selain meÂminta perÂlindungan hukum, ATSI juga mempertanyakan motivasi dan niat dari somasi tersebut.
REKA ULANG
Meski Berdamai, Tetap Diusut Polisi
Meski salah seorang pelapor kaÂsus penyedotan pulsa, Feri KunÂtoro menarik laporannya, BaÂresÂkrim Polri tetap mengusut perÂkaÂra yang merugikan konsumen ini.
Kuasa hukum Feri, Didit WiÂjaÂyanto beralasan, kliennya menÂcabut laporan karena ada niat baik perusahaan content provider, PT Colibri Network (CN) yang seÂmuÂla diduga mencuri pulsa Feri. Menurut Didit, Feri maupun PT CN sama-sama mengaku khilaf dan bermufakat mencabut lapoÂran masing-masing.
Kendati begitu, Didit memÂbanÂtah bahwa kliennya menerima imbalan dari PT Colibri, sehingga mau mencabut laporan tersebut. “Tidak semua upaya perdamaian harus dengan uang,†kelitnya, saat dihubungi.
Didit pun beralasan, laporan kliennya itu laporan perdata. MeÂnurutnya, pencabutan laporan perÂdata itu dilatari kelelahan kliennya menghadapi kasus ini. Feri, katanya, ingin proses perÂkara ini cepat selesai.
Tapi, bagi Polri, ini bukan perÂkara perdata, melainkan pidana. Sehingga, polisi tetap mengusut kaÂsus yang diduga merugikan konÂsumen ini, kendati muncul penilaian bahwa penanganan perÂkara tersebut lambat.
Kepala Divisi Humas Polri Irjen Saud Usman Nasution berÂalasan, penyidik menemui kenÂdaÂla dalam menangani perkara ini. Kendala itu antara lain, banyak barÂang bukÂti yang harus diperiksa berÂdaÂsarÂkan uji forensik dan harus meÂliÂbatÂkan ahli teknologi informasi.
“Jadi, kami juga mÂeÂmerlukan keahlian yang tidak biasa, seÂhingÂga merekrut tenaga ahli dari luar. Perekrutan tenaga ahli dari luar itu butuh waktu ekstra,†katanya.
Kendati begitu, hingga kemaÂrin, polisi belum bisa memÂbeÂriÂkan keterangan mengenai nilai keÂrugian konsumen secara luas daÂlam perkara ini. Saud mengaÂku, pihaknya masih mengkaji dan menghitung kerugian yang timÂbul dari kasus tersebut.
Saud menambahkan, tidak terÂtutup kemungkinan bakal ada terÂsangka lain dalam kasus ini. NaÂmun, ia tidak menyebutkan, siapa yang menjadi target operasi poÂlisi. “Semua pihak yang berÂhuÂbuÂngan dengan kasus ini bisa diÂteÂtapÂkan sebagai tersangka,†ujarnya.
Kasus pencurian pulsa ini, perÂtama kali dilaporkan konsumen bernama Feri Kuntoro. Dia mengadu ke Polda Metro Jaya pada 4 Oktober 2011. Tapi, kasus pencurian pulsa akhirnya ditangai Mabes Polri. Soalnya, perkara ini ditengarai terjadi di berbagai daerah, bukan hanya di Jakarta.
Feri melapor karena merasa saÂngat dirugikan lantaran harus memÂbayar tagihan pasca bayar hingÂga ratusan ribu rupiah setelah registrasi undian berhadiah melaÂlui SMS premium ke nomor 9133.
Registrasi itu ternyata menjerat Feri. Dia sering menerima SMS berupa informasi seputar artis dan nada dering, tapi pulsaÂnya terpoÂtong tanpa persetujuan.
Tidak Boleh Cepat Puas Tangani Kasus
Hendardi, Direktur Setara Institut
Direktur Setara Insititut Hendardi mengingatkan polisi agar tidak cepat puas. Sehingga, penanganan perkara mafia pulsa, tidak berhenti pada tahap penetapan tiga tersangka itu.
Bekas Direktur Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) ini, meminta kepolisian menelusuri dugaan keterlibatan yang lainnya.
“Saya rasa, sisÂtem pada kejaÂhaÂtan ini sifatnya kolektif. Jadi, tiÂdak tertutup keÂmungkinan maÂÂsih ada keterÂliÂbatan pihak lain di luar tiga terÂsangka itu,†katanya.
Hendardi memperkirakan, keÂrugian akibat kasus penyeÂdoÂtan pulsa sangat besar. KorÂbanÂnya banyak, terdiri dari berÂbaÂgai kalangan. Dengan begitu, dia menduga, para pelaku kasus ini meraup keuntungan fantastis dengan cara yang merugikan konsumen secara luas. Apalagi, menurutnya, penyedotan pulsa sudah berjalan sangat lama.
ÂLantaran itu, dia meÂnyaÂranÂkan Polri bekerjasama dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk mendalami kasus terseÂbut. Soalnya, bukan tidak mungÂkin, PPATK memiliki data seÂpuÂtar aliran dana mencurigakan yang diperoleh dari tindak pidana ini.
“Keuntungan dari kejahatan ini bisa sangat besar. Untuk itu, transaksi keuangan mencuÂrigaÂkan tersangka dapat ditelusuri lebih jauh. Nantinya, kejahatan tersangka bisa dikembangkan ke arah tindak pidana pencucian uang. Tambahan sangkaan beÂrupa pencucian uang itu, akan menghasilkan hukuman yang lebih berat,†urainya.
Hendardi berharap, jika polisi serius mengungkap sangkaan penÂcucian uang itu, maka pelaÂku lain bakal jera. “Mereka bisa taÂkut melakukan kejahatan seÂruÂpa karena sanksinya jelas, tegas dan ekstra berat,†katanya.
Bisa Ditelusuri Dari Rekening Para Tersangka
Yorrys Raweyai, Anggota Komisi I DPR
Anggota Komisi I DPR Yorrys Raweyai menilai, langÂkah kepolisian menetapkan staÂtus tersangka kasus mafia pulsa sudah tepat.
Paling tidak, katanya, langÂkah itu mengindikasikan keseÂriusan Polri menindaklanjuti masukan Panitia Kerja (Panja) Kasus Pencurian Pulsa di DPR.
“Kami diundang ke BaresÂkrim Minggu lalu. Di situ, kami melihat perangkat canggih yang dipakai kepolisian untuk meÂngungkap kasus ini,†kata angÂgota DPR dari Fraksi Partai Golkar ini, kemarin.
Yorrys menilai, motivasi poÂlisi memperlihatkan piranti canggih itu kepada Panja adalah untuk menunjukkan, bagaiÂmana kerja mereka membongÂkar skandal mafia pulsa. Selain itu, untuk menunÂjukÂkan bahwa penanganan kasus tersebut saÂngat memerlukan ketelitian, seÂhingga tidak bisa terburu-buru.
Tapi, Yorrys mengingatkan Polri agar penanganan perkara ini tidak berhenti sampai pada penetapan status tiga tersangka itu. Kelanjutan mengenai pihak lain yang terkait kasus tersebut, hendaknya bisa dikuak secara gamblang.
Kemudian, lanjut Yorrys, keÂpolisian mesti mampu menaksir total kerugian konsumen dalam kasus tersebut. Salah satu caraÂnya adalah, menelusuri kepeÂmiÂlikan rekening tersangka. SeÂbab, katanya, kabar tentang keÂpemilikan rekening gendut para tersangka sudah merebak seÂbelumnya.
Dengan begitu, kata dia, PanÂja Mafia Pulsa bisa kembali terÂlibat dalam mengungkap skanÂdal tersebut. “Sehingga, ada kesinambungan,†kata anggota DPR asal Papua ini. Prinsipnya, kata Yorrys, Komisi I DPR sangat mengharapkan skandal mafia pulsa terungkap secara menyeluruh dan tuntas.
“Tidak sepotong-sepotong. Ini kan menyangkut nasib orang banyak. Konsumen telepon seÂluler jumlahnya sangat besar,†ingatnya. [Harian Rakyat Merdeka]
Populer
Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16
Senin, 22 Desember 2025 | 17:57
Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33
Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07
Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10
Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37
Rabu, 24 Desember 2025 | 14:13
UPDATE
Jumat, 26 Desember 2025 | 12:12
Jumat, 26 Desember 2025 | 12:05
Jumat, 26 Desember 2025 | 11:56
Jumat, 26 Desember 2025 | 11:54
Jumat, 26 Desember 2025 | 11:48
Jumat, 26 Desember 2025 | 11:15
Jumat, 26 Desember 2025 | 11:00
Jumat, 26 Desember 2025 | 10:49
Jumat, 26 Desember 2025 | 10:35
Jumat, 26 Desember 2025 | 10:30