Berita

ilustrasi, pencurian pulsa

X-Files

Petinggi PT Telkomsel Tolak Panggilan Jaksa

Jadi Tersangka Kasus Sedot Pulsa, Mengaku Sakit
JUMAT, 09 MARET 2012 | 10:20 WIB

RMOL. Polisi menetapkan tiga tersangka kasus sedot pulsa. Ketiganya disangka punya peran penting dalam kasus penyedotan pulsa pelanggan telepon seluler.

Kepala Bagian Penerangan Umum Polri Kombes Boy Rafli Amar menjelaskan, tiga tersang­ka itu adalah KP, Vice Presiden Di­gital Music Content Mana­ge­ment PT Telkomsel. Tersangka ke­dua adalah NHB, Direktur PT Colibri Network. Tersangka keti­ga berinisial WMH. Dia men­ja­bat sebagai Direktur PT Mediaplay.

Ketiganya disangka bekerj­a­sama membobol pulsa pelanggan telepon seluler. Mereka adalah pe­nandatangan perjanjian ker­jasama antara Telkomsel dengan perusahaan penyedia layanan content provider. Boy menam­bah­kan, KP ditetapkan sebagai ter­sangka pada 8 Maret 2012, ke­marin. Sedangkan status dua ter­sangka lainnya ditetapkan pe­nyi­dik pada 6 Maret 2012.

Dia menambahkan, penyidik masih memeriksa tiga tersangka itu secara intensif untuk me­nge­tahui dugaan keterlibatan pihak lain. Akan tetapi, saat diminta men­­jawab, apakah tersangka perkara ini bakal bertambah, Boy belum bisa memastikan. Katanya, segala kemungkinan pasti bisa terjadi.

“Kami tidak bisa menun­taskan perkara hanya berdasarkan asum­si. Harus ada fakta-fakta yang kuat. Kami akan mendalaminya, an­tara lain melalui keterangan ke­tiga tersangka itu,” katanya.

Boy menjelaskan, ketiga ter­sang­ka diduga melanggar Pasal  62 juncto Pasal 9 Undang Un­dang Nomor 8 Tahun 1999 ten­tang Perlindungan Konsumen, Pa­sal 28 juncto Pasal 45 Undang Undang Nomor 11 tahun 2008 ten­tang ITE, serta Pasal 362 dan 378 KUHP. “Masuk kategori pelanggaran berlapis,” tandas bekas Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya ini.

Sesuai agenda penyidik, ter­sang­ka KP seharusnya menjalani pemeriksaan di Mabes Polri, ke­marin. Akan tetapi, KP tidak me­menuhi panggilan penyidik de­ngan alasan sakit. Direktur II Eko­nomi Khusus Bareskrim Polri Kombes Brigjen Arief S me­ngatakan, pihaknya akan me­ngecek kebenaran alasan KP. Ca­ra­nya, dengan minta keterangan dokter yang menerbitkan surat keterangan sakit itu. “Kami akan cek, apakah keterangan sakit itu benar atau tidak,” tandasnya. 

Untuk kelancaran proses pe­nyi­dikan kasus ini, lanjut Arief, anak buahnya sudah me­la­yang­kan panggilan kedua kepada KP. Dia pun menegaskan, pihaknya ti­dak segan-segan menjemput pak­sa tersangka. “Kalau mem­per­sulit penyidikan, akan dijemput paksa,” tandasnya.

General Manager Com­mu­ni­ca­tion Telkomsel Ricardo Indra yang dikonfirmasi soal penetapan status tersangka terhadap seorang petinggi Telkomsel, kemarin, tak memberikan keterangan.


Minta Perlindungan Polri Dan Kejagung

Masyarakat telekomunikasi yang tergabung dalam Asosiasi Telekomunikasi Seluler Indo­ne­sia (ATSI) meminta perlindungan hukum kepada Polri dan Ke­jaksaan Agung.

Permintaan itu terkait somasi yang dilakukan LSM Konsumen Telekomunikasi Indonesia (KTI) kepada seluruh operator yang bekerjasama dengan Research In Motion (RIM) dalam pela­ya­nan BlackBerry di Indo­ne­sia. Permohonan perlindungan hu­kum itu tertuang dalam surat Nomor 016/B-KU/ATSI/II/2012.

Somasi dikirimkan kepada PT Telkomsel, PT Indosat Tbk, PT XL Axiata, PT Hutchison CP Telecommunications, dan PT Axis Telekom Indonesia. KTI menuduh kerjasama antara RIM dengan operator-operator itu ter­indikasi merugikan negara.  Da­lam suratnya, selain  me­minta per­lindungan hukum, ATSI juga mempertanyakan motivasi dan niat dari somasi tersebut.

REKA ULANG

Meski Berdamai, Tetap Diusut Polisi

Meski salah seorang pelapor ka­sus penyedotan pulsa, Feri Kun­toro menarik laporannya, Ba­res­krim Polri tetap mengusut per­ka­ra yang merugikan konsumen ini.

Kuasa hukum Feri, Didit Wi­ja­yanto beralasan, kliennya men­cabut laporan karena ada niat baik perusahaan content provider, PT Colibri Network (CN) yang se­mu­la diduga mencuri pulsa Feri. Menurut Didit, Feri maupun PT CN sama-sama mengaku khilaf dan bermufakat mencabut lapo­ran masing-masing.

Kendati begitu, Didit mem­ban­tah bahwa kliennya menerima imbalan dari PT Colibri, sehingga mau mencabut laporan tersebut. “Tidak semua upaya perdamaian harus dengan uang,” kelitnya, saat dihubungi.

Didit pun beralasan, laporan kliennya itu laporan perdata. Me­nurutnya, pencabutan laporan per­data itu dilatari kelelahan kliennya menghadapi kasus ini. Feri, katanya, ingin proses per­kara ini cepat selesai.

Tapi, bagi Polri, ini bukan per­kara perdata, melainkan pidana. Sehingga, polisi tetap mengusut ka­sus yang diduga merugikan kon­sumen ini, kendati muncul penilaian bahwa penanganan per­kara tersebut lambat.

Kepala Divisi Humas Polri Irjen Saud Usman Nasution ber­alasan, penyidik menemui ken­da­la dalam menangani perkara ini. Kendala itu antara lain, banyak bar­ang buk­ti yang harus diperiksa ber­da­sar­kan uji forensik dan harus me­li­bat­kan ahli teknologi informasi.

“Jadi, kami juga m­e­merlukan keahlian yang tidak biasa, se­hing­ga merekrut tenaga ahli dari luar. Perekrutan tenaga ahli dari luar itu butuh waktu ekstra,” katanya.

Kendati begitu, hingga kema­rin, polisi belum bisa mem­be­ri­kan keterangan mengenai nilai ke­rugian konsumen secara luas da­lam perkara ini. Saud menga­ku, pihaknya masih mengkaji dan menghitung kerugian yang tim­bul dari kasus tersebut.

Saud menambahkan, tidak ter­tutup kemungkinan bakal ada ter­sangka lain dalam kasus ini. Na­mun, ia tidak menyebutkan, siapa yang menjadi target operasi po­lisi. “Semua pihak yang ber­hu­bu­ngan dengan kasus ini bisa di­te­tap­kan sebagai tersangka,” ujarnya.

Kasus pencurian pulsa ini, per­tama kali dilaporkan konsumen bernama Feri Kuntoro. Dia mengadu ke Polda Metro Jaya pada 4 Oktober 2011. Tapi, kasus pencurian pulsa akhirnya ditangai Mabes Polri. Soalnya, perkara ini ditengarai terjadi di berbagai daerah, bukan hanya di Jakarta.

Feri melapor karena merasa sa­ngat dirugikan lantaran harus mem­bayar tagihan pasca bayar hing­ga ratusan ribu rupiah setelah registrasi undian berhadiah mela­lui SMS premium ke nomor 9133.

Registrasi itu ternyata menjerat Feri. Dia sering menerima SMS berupa informasi seputar artis dan nada dering, tapi pulsa­nya terpo­tong tanpa persetujuan.

Tidak Boleh Cepat Puas Tangani Kasus 

Hendardi, Direktur Setara Institut

Direktur Setara Insititut Hendardi mengingatkan polisi agar tidak cepat puas. Sehingga, penanganan perkara mafia pulsa, tidak berhenti pada tahap penetapan tiga tersangka itu.

Bekas Direktur Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) ini, meminta kepolisian menelusuri dugaan keterlibatan yang lainnya.

“Saya rasa, sis­tem pada keja­ha­tan ini sifatnya kolektif. Jadi, ti­dak tertutup ke­mungkinan ma­­sih ada keter­li­batan pihak lain di luar tiga ter­sangka itu,” katanya.

Hendardi memperkirakan, ke­rugian akibat kasus penye­do­tan pulsa sangat besar. Kor­ban­nya banyak, terdiri dari ber­ba­gai kalangan. Dengan begitu, dia menduga, para pelaku kasus ini meraup keuntungan fantastis dengan cara yang merugikan konsumen secara luas. Apalagi, menurutnya, penyedotan pulsa sudah berjalan sangat lama.

­Lantaran itu, dia me­nya­ran­kan Polri bekerjasama dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk mendalami kasus terse­but. Soalnya, bukan tidak mung­kin, PPATK memiliki data se­pu­tar aliran dana mencurigakan yang diperoleh dari tindak pidana ini.

“Keuntungan dari kejahatan ini bisa sangat besar. Untuk itu, transaksi keuangan mencu­riga­kan tersangka dapat ditelusuri lebih jauh. Nantinya, kejahatan tersangka bisa dikembangkan ke arah tindak pidana pencucian uang. Tambahan sangkaan be­rupa pencucian uang itu, akan menghasilkan hukuman yang lebih berat,” urainya.

Hendardi berharap, jika polisi serius mengungkap sangkaan pen­cucian uang itu, maka pela­ku lain bakal jera. “Mereka bisa ta­kut melakukan kejahatan se­ru­pa karena sanksinya jelas, tegas dan ekstra berat,” katanya.

Bisa Ditelusuri Dari Rekening Para Tersangka

Yorrys Raweyai, Anggota Komisi I DPR

Anggota Komisi I DPR Yorrys Raweyai menilai, lang­kah kepolisian menetapkan sta­tus tersangka kasus mafia pulsa sudah tepat.

Paling tidak, katanya, lang­kah itu mengindikasikan kese­riusan Polri menindaklanjuti masukan Panitia Kerja (Panja) Kasus Pencurian Pulsa di DPR.

“Kami diundang ke Bares­krim Minggu lalu. Di situ, kami melihat perangkat canggih yang dipakai kepolisian untuk me­ngungkap kasus ini,” kata ang­gota DPR dari Fraksi Partai Golkar ini, kemarin.

Yorrys menilai, motivasi po­lisi memperlihatkan piranti canggih itu kepada Panja adalah untuk menunjukkan, bagai­mana kerja mereka membong­kar skandal mafia pulsa. Selain itu, untuk menun­juk­kan bahwa penanganan kasus tersebut sa­ngat memerlukan ketelitian, se­hingga tidak bisa terburu-buru.  

Tapi, Yorrys mengingatkan Polri agar penanganan perkara ini tidak berhenti sampai pada penetapan status tiga tersangka itu. Kelanjutan mengenai pihak lain yang terkait kasus tersebut, hendaknya bisa dikuak secara gamblang.

Kemudian, lanjut Yorrys, ke­polisian mesti mampu menaksir total kerugian konsumen dalam kasus tersebut. Salah satu cara­nya adalah, menelusuri kepe­mi­likan rekening tersangka. Se­bab, katanya, kabar tentang ke­pemilikan rekening gendut para tersangka sudah merebak se­belumnya.

Dengan begitu, kata dia, Pan­ja Mafia Pulsa bisa kembali ter­libat dalam mengungkap skan­dal tersebut. “Sehingga, ada kesinambungan,” kata anggota DPR asal Papua ini. Prinsipnya, kata Yorrys, Komisi I DPR sangat mengharapkan skandal mafia pulsa terungkap secara menyeluruh dan tuntas.

 â€œTidak sepotong-sepotong. Ini kan menyangkut nasib orang banyak. Konsumen telepon se­luler jumlahnya sangat besar,” ingatnya. [Harian Rakyat Merdeka]


Populer

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Terlibat TPPU, Gus Yazid Ditangkap dan Ditahan Kejati Jawa Tengah

Rabu, 24 Desember 2025 | 14:13

UPDATE

Bank Mandiri Berikan Relaksasi Kredit Nasabah Terdampak Bencana Sumatera

Jumat, 26 Desember 2025 | 12:12

UMP Jakarta 2026 Naik Jadi Rp5,72 Juta, Begini Respon Pengusaha

Jumat, 26 Desember 2025 | 12:05

Pemerintah Imbau Warga Pantau Peringatan BMKG Selama Nataru

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:56

PMI Jaksel Salurkan Bantuan untuk Korban Bencana di Sumatera

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:54

Trump Selipkan Sindiran untuk Oposisi dalam Pesan Natal

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:48

Pemerintah Kejar Pembangunan Huntara dan Huntap bagi Korban Bencana di Aceh

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:15

Akhir Pelarian Tigran Denre, Suami Selebgram Donna Fabiola yang Terjerat Kasus Narkoba

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:00

Puan Serukan Natal dan Tahun Baru Penuh Empati bagi Korban Bencana

Jumat, 26 Desember 2025 | 10:49

Emas Antam Naik, Buyback Nyaris Tembus Rp2,5 Juta per Gram

Jumat, 26 Desember 2025 | 10:35

Sekolah di Sumut dan Sumbar Pulih 90 Persen, Aceh Menyusul

Jumat, 26 Desember 2025 | 10:30

Selengkapnya